top of page

Sejarah Indonesia

Rachmat Kartolo Pahlawan Patah Hati

Sebelum Didi Kempot, ada Rachmat Kartolo. Lagu-lagunya menjadi ciri pop Indonesia yang menangis meratap karena cinta yang bubar.

6 Mei 2020
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

KABAR berpulangnya Dionisius Prasetyo alias Didi Kempot membuat segenap “sobat ambyar” makin ambyar. Pasalnya, belum lama ini penyanyi campursari kelahiran 1966 itu didapuk sebagai The Godfather of Broken Heart.


Fenomena Didi Kempot mengingatkan kita pada pendahulunya, yang juga pernah dijuluki sebagai pahlawan patah hati, Rachmat Kartolo.


Rachmat Kartolo lahir di Jakarta pada 13 Maret 1938 dari pasangan seniman Kartolo dan Rukiah. Kartolo dan Rukiah kala itu sudah terkenal sebagai bintang film. Rachmat sendiri ketika muda belum tertarik masuk ke dunia film dan justru menjajal kemampuan seni musiknya. Pada 1940-an, bersama saudaranya, Iman Kartolo dan Jusuf Kartolo, Rachmat sudah membentuk band kecil.


“Rachmat mulai bermain musik sebagai penabuh bongo dalam band yang dibina oleh Adikarso, dan muncul dalam banyak kesempatan di Wisma Nusantara (Harmoni),” sebut Ensiklopedi Musik Volume 1, terbitan 1992.


Pada 1960-an, ketika musik pop Indonesia tengah mencari bentuknya, Sukarno melarang musik pop berbahasa Inggris yang dianggap “kebarat-kebaratan”. Sukarno juga mengolok-olok musik ngak-ngik-ngok dan lagu-lagu cengeng yang kontrarevolusi. Namun, lagu Rachmat Kartolo yang berjudul "Patah Hati" (1963) justru naik sebagai ikon lagu pop.


Menurut Remy Silado dalam tulisannya “Musik Pop Indonesia” di Prisma, 6 Juni 1977, lagu-lagu Rahmat Kartolo menandai arus komersial baru, menjadi lambang dari ciri pop Indonesia yang disebutnya “menangis meratap karena cinta yang bubar”.


“Piringan hitamnya tersebar luas. Dan Rachmat Kartolo dielu-elukan sebagai pahlawan, justru karena kata-kata yang lembek lagi tak senonoh dari lagunya 'Patah Hati',” tulis Remy.


Ensikopedi Musik Volume 1 mencatat lagu Patah Hati secara mengejutkan dua kali laris di pasaran, yakni pada 1963 dan 20 tahun kemudian (1984). Padahal, lagu "Patah Hati" disebut memiliki melodi dan harmoni yang kurang lebih sama dengan lagu-lagu country pada umumnya.


“Diberitakan dalam banyak media pers, bahwa Rachmat menerima sebuah bonus mobil untuk penjualan 'Patah Hati' tahun 1984 itu,” sebut Ensiklopedi Musik Volume 1.


Selain 'Patah Hati', lagu-lagu populer garapan Rachmat Kartolo lainnya yakni Kunanti Jawabanmu dan Pusara Cinta. Pada 1970-an, hanya lagu-lagu bernada riang Koes Plus yang mampu menandingi popularitas lagu-lagu Rachmat Kartolo.


Sutradara Wim Umboh yang sangat tertarik pada lagu "Patah Hati" kemudian mengajak Rachmat Kartolo main film. Pada 1964, Rachmat Kartolo berperan dalam film "Kunanti Djawabanmu" (1964) yang judulnya juga diambil dari lagunya sendiri. Rachmat Kartolo kemudian mulai memasuki dunia film dan hingga 1989 Rachmat telah membintangi lebih dari 30 film.


Tak hanya sebagai pemain, Rachmat Kartolo juga menjadi sutradara dan komposer untuk beberapa film hingga 1990 di antaranya "Bertjinta Dalam Gelap" (1971), "Masih Adakah Cinta" (1980), "Jangan Sakiti Hatinya" (1980), dan "Kau Tercipta Untukku" (1980). Film Mat Pelor (1990), di mana ia menjadi sutradara sekaligus komposer menjadi karya terakhirnya. Rachmat Kartolo meninggal dunia di Jakarta pada 18 September 2001.*

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Mayor Udara Soejono Sang Eksekutor Kartosoewirjo

Mayor Udara Soejono Sang Eksekutor Kartosoewirjo

Mayor Soejono disebut sebagai eksekutor imam DI/TII S.M. Kartosoewirjo. Dia kemudian dieksekusi mati karena terlibat G30S.
Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Meski punya pengalaman kurang menyenangkan di lapangan sepakbola di masa kolonial, Bung Karno peduli dengan sepakbola nasional. Dia memprakarsai pembangunan stadion utama, mulai dari Lapangan Ikada hingga Gelora Bung Karno.
Juragan Besi Tua Asal Manado

Juragan Besi Tua Asal Manado

Bekas tentara KNIL yang jadi pengusaha kopra dan besi tua ini sempat jadi bupati sebelum ikut gerilya bersama Permesta.
Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Seminar Sejarah Nasional pertama tidak hanya melibatkan para sejarawan, melainkan turut menggandeng akademisi dan cendekia berbagai disiplin ilmu serta unsur masyarakat. Jadi momentum terbitnya gagasan Indonesiasentris dalam penulisan sejarah nasional Indonesia.
Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Sedari dulu, Berlan adalah daerah militer. Di zaman KNIL, Jepang, ataupun Indonesia, tetap sama.
bottom of page