top of page

Sejarah Indonesia

Saat Pengawal Kepergok Sukarno Curi Sawo

Saat Pengawal Kepergok Sukarno Curi Sawo

Seorang polisi pengawal presiden menyalahgunakan kepercayaan sang presiden. Kepergok mencuri sawo.

5 Oktober 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Detasemen Kawal Pribadi di bawah pimpinan AKBP Mangil. Setia menjaga presiden sejak masa ibukota Yogya (Repro "Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967"

SEBAGAI pengawal Presiden Sukarno sejak awal kemerdekaan, AKBP Mangil menyediakan sebagian besar waktunya untuk sang presiden. Besarnya tanggung jawab pada tugas itu membuat keluarganya sering menjadi “korban”.


“Biasanya bapak kalau di rumah senang main piano atau ngajak anak-anaknya jalan-jalan. Tapi kalau ditelepon Istana, ya langsung berangkat. Kita anak-anaknya kadang marah nggak jadi diajak jalan-jalan,” kata Teguh Mangil, putra bungsu Mangil, kepada Historia.


Lantaran sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berada dekat presiden, Mangil tahu betul kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan presiden dan anak-anaknya. Banyak pengalaman bersama presiden dan para pengawal yang dia dapatkan, mulai dari yang pahit hingga yang manis atau menggelitik. Pengalaman-pengalaman itu dituliskannya dalam memoar berjudul Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967.


Sukarno, kata Mangil, merupakan pribadi yang sangat dekat dengan rakyat dan bawahannya. Arif, supir presiden sejak masa pendudukan Jepang, merupakan salah seorang yang paling diperhatikan. Hal itu dibuktikan dari momen ketika Sukarno singgah di Cisurupan, Garut, guna memberi penerangan kepada penduduk setempat tak lama setelah proklamasi.


Usai memberi penerangan dan beramah-tamah dengan rakyat, Sukarno kembali ke mobilnya. Namun tak lama kemudian dia kembali turun karena supir belum ada. Arif ternyata sedang minum kopi dan makan kue ketika ajudan presiden dan beberapa polisi pengawal menemukannya di sebuah warung. Dia tak terburu-buru menyelesaikan aktivitasnya ketika diberi tahu bahwa presiden sudah menunggu.


Alih-alih takut, Arif justru menunggu pertanyaan dari presiden ketika rombongan telah kembali memulai perjalanan. Benar saja, pertanyaan yang ditunggu Arif pun tiba.


“Rif, kau dari mana?” kata Sukarno.


“Dari ngopi, Tuan. Habis mulai dari pagi saya belum minum kopi. Ajudan tidak ngurusi saya. Dan saya kalau belum minum kopi bisa ngantuk di jalan dan bisa kecelakaan. Di dalam mobil, saya yang tanggung jawab sama Tuan, bukan pengawal. Pengawal ‘kan kalau ada bahaya serangan, itu baru tugas pengawal’,” kata Arif, dikutip Mangil.


Mendengar penjelasan Arif, presiden pun mafhum. “Sejak peristiwa tersebut Bung Karno memerintahkan kepada ajudan untuk selalu memperhatikan semua sopir yang mengikuti konvoi,” kata Mangil.


Perhatian Sukarno juga diberikan kepada para personil polisi pengawal yang bertugas di Istana, sejak masa ibukota berada di Yogyakarta. Ketika buah-buahan di pohon-pohon yang ada di taman istana matang, Sukarno dan Ibu Fatmawati biasa membagikan kepada para polisi pengawal yang tinggal di paviliun belakang istana.


Karena kebiasaan itulah seorang polisi pengawal tak sabar untuk menikmati buah sawo ketika suatu hari melihat sawo-sawo di pohon dekat istana tempat tinggal presiden sudah mulai masak. Dia lantas memanjat pohon itu. Sesampainya di atas, dia melihat presiden berjalan menuju pohon tersebut. Karena takut, polisi itu diam saja di atas pohon sembari berharap presiden tak melihatnya.


Bung Karno memang tak sedikit pun menoleh ke arah atas pohon. Namun, mata presiden mendapati seesorang di atas pohon sedang berdiam. Sukarno langsung bertanya sekaligus menyindir kepada polisi-polisi yang mengiringinya. “Itu buah sawonya kok tambah?” tanya presiden.


Pertanyaan presiden sontak menimbulkan tawa para polisi yang mengawalnya. Pertanyaan presiden pun membuat polisi yang bersembunyi di atas pohon ikut tertawa. Dia pun pasrah karena presiden ternyata mengetahui keberadaannya.


“Bapak ‘kan sudah bilang, biar buahnya tua dan matang dulu. Nanti kamu orang juga dibagi. Kalau kamu tidak sabar, pindahkan saja pohon sawo ini ke dekat asramamu itu,” kata presiden menasehati sang polisi.


Si polisi pun baru berani turun ketika presiden sudah pergi. Teman-temannya langsung menyambut dengan tertawaan dan ejekan. “Rasain lu.”

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page