top of page

Sejarah Indonesia

Seputar Karnak Kuil Paling Penting Di Afrika

Seputar Karnak, Kuil Paling Penting di Afrika Utara

Sudah sejak 150 tahun para arkeolog meneliti Karnak. Akan tetapi asal-usul dan evolusi kompleks kuil dari Peradaban Mesir Kuno itu baru terungkap belum lama ini.

7 Oktober 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Reruntuhan di Kuil Karnak (unesco.org)

RERUNTUHAN gerbang, ruangan-ruangan persembahyangan, dan sejumlah struktur bangunan lain kuil itu masih eksis selama ribuan tahun di lahan seluas hampir 100 hektare di lokasi berjarak sekira 300 mil (482 kilometer) dari ibukota Mesir, Kairo. Sejak 46 tahun silam, Kompleks Kuil Karnak itu memang jadi situs kedua paling ramai di Mesir yang dikunjungi turis dunia setelah Kompleks Piramida Giza.


Karnak yang hanya berjarak sekitar 500 meter dari Sungai Nil seringkali disebut sebagai salah satu kompleks relijius paling penting dari Peradaban Mesir Kuno. Kendati selama 1,5 abad ke belakang asal-usul dan evolusinya masih jadi perdebatan para arkeolog, misterinya akhirnya terpecahkan belum lama ini. Para peneliti Universitas Southampton yang menjadi bagian dari sebuah tim riset arkeolog internasional sukses mengungkapkannya.


“Penelitian baru ini menghadirkan detail yang belum pernah ada sebelumnya tentang evolusi Kuil Karnak yang bermula dari sebuah pulau kecil menjadi kompleks (relijius) yang menentukan dalam (peradaban) Mesir Kuno,” ujar Dr. Ben Pennington yang turut menyusun paper penelitiannya, dilansir Daily Mail, Senin (6/10/2025).


Laporan penelitiannya bertajuk “Conceptual origins and geomorphic evolution of the temple of Amun-Ra at Karnak, Luxor, Egypt” dan baru diterbitkan di Jurnal Antiquity pada 6 Oktober 2025. Dalam laporan itu, tim arkeolog University of Southampton melakoni survei geoarkeologi komprehensif untuk mengungkapkan bahwa Karnak dibangun oleh sekelompok elite dalam dinasti Mesir Kuno (sekitar 4.000 tahun lampau) sebagai tempat menyembah dewa tertinggi, Amun-Ra, hingga menjadikannya kuil terpenting di Afrika Utara.


“Selama ini terdapat dua argumen yang paling diperdebatkan. Pertama, kuilnya diperkirakan sudah eksis sejak sekitar 3000 SM (Sebelum Masehi). Kedua, kemungkinannya sudah ada sejak sekitar 2000 SM. Penelitian kami menemukan argumen pertama itu tidak valid dan argumen kedua setidaknya didukung oleh bukti-bukti yang ditemukan,” lanjutnya.


Pembuktiannya didapat dari survei geoarkeologi, di mana arkeolog dari Uppsala Universitet, Swedia yang turut dalam risetnya, Dr. Angus Graham, menyatakan situs Karnak belum layak untuk didiami secara permanen setidaknya sebelum 2520 SM. Alasannya karena saat itu lokasinya masih terus dibanjiri air Sungai Nil.


Beberapa pecahan keramik kuno yang berasal dari masa 2305-1980 SM dan ditemukan di situs Karnak menguatkan penelitian di atas, yakni situsnya mulai didiami semasa Kerajaan Lama Mesir (2592 SM-2125 SM). Situs Karnak terbentuk ketika saluran-saluran Sungai Nil membelah dasar-dasarnya di barat dan di timur, menciptakan sebuah pulau dengan tanah tinggi yang dikelilingi air. Pulau yang muncul ini sedikit lebih tinggi daripada tanah di sekitarnya sehingga situs itu diasumsikan jadi pilihan tepat untuk membangun sebuah kuil.


Toh dalam teks-teks Mesir Kuno, kuil itu aslinya disebut Ipet-isut yang artinya “tempat paling terpilih”. Namun, kemudian situsnya lebih dikenal sebagai Karnak, yang artinya “pedesaan yang dibentengi”.


“Saluran sungai yang mengelilingi situs ini membentuk bagaimana kuilnya dapat berevolusi dan dengan konstruksi banguna-bangunan baru dilakukan di atas saluran sungai-sungai tua yang mengalami pendangkalan,” timpal co-author laporan penelitiannya, Dominic Barker, dikutip Daily Echo, Selasa (6/10/2025).


Keseluruhan kompleks Kuil Karnak dari tampak atas pada 1914 (cornell.edu)
Keseluruhan kompleks Kuil Karnak dari tampak atas pada 1914 (cornell.edu)

Menemukan Karnak

Karnak baru mulai dibangun 4.000 tahun lalu di masa Kerajaan Lama yang juga acap disebut para arkeolog sebagai “Zaman Pembangunan Piramida-Piramida”. Elizabeth Blyth dalam Karnak: Evolution of a Temple menuturkan, Karnak belum menjadi kota yang dianggap penting sebelum era Dinasti Ke-11 Mesir Kuno (2150-1991 SM).


“Karnak menjadi penting karena jadi titik temu antara Dewa Amun-Ra sebagai penguasa tertinggi semesta dengan firaun, penguasa tertinggi di bumi yang mewakili segenap rakyat Mesir. Lalu di masa Kerajaan Baru (1570 SM-1069 SM) dan seterusnya, setiap raja yang ingin diingat selamanya merasa harus ikut berkontribusi menambah kemegahan kuil penting ini,” ungkap Blyth.


Oleh karenanya, sambungnya, Karnak menjadi cermin ketaatan religius yang berlangsung dalam Peradaban Mesir Kuno yang sebelumnya berbasis di Thebes atau Waset dalam lidah orang Mesir. Maka beberapa strukturnya kemudian dibangun untuk menghormati beberapa dewa-dewi lain, di antaranya Sektor (Persembahan) Dewa Montu-Ra di masa Firaun Amenhotep III (1388 -1353 SM), Kuil Gem-pa-Aten yang dibangun di masa Firaun Akhenaten (1353 -1336 SM), dan Sektor Dewi Mut yang diperkirakan dibangun di masa Firaun Ramses II (1279-1213 SM).


Namun ketika Kristen mulai masuk setelah Mesir dikuasai Romawi, Karnak mulai ditinggalkan. Raja Romawi Konstantinus Agung/Konstantinus I (bertakhta 306-337 Masehi) beralih menjadi pemeluk Kristen bahkan memerintahkan menutup semua kuil paganisme di Mesir.


“Obelisk Thutmose III ikut diangkut dari Karnak pada abad ke-4 Masehi atas perintah Konstantinus, kaisar Romawi Kristen pertama. Obelisk-nya kemudian dipasang lagi di (stadion balap kereta kuda) Circus Maximus di Roma oleh Konstaninus (II) antara tahun 340 M dan 357 M,” tulis arkeolog Prof. James K. Hoffmeier dalam Akhenaten and the Origins of Monotheism.


Lama ditinggalkan, Karnak ditemukan para penjelajah Eropa yang berperjalanan ke Memphis maupun Thebes pada abad ke-15. Di antaranya Joos van Ghistele dan André Thevet. Namun penggambaran lengkap tentang kompleksnya baru dicatat seorang penjelajah asal Venezia pada 1589, di mana catatannya yang tanpa nama tersimpan di Biblioteca Nazionale Centrale di Firenze.


Dua abad berselang, riset awal dilakukan para peneliti Prancis seiring invasi Napoleon Bonaparte ke Mesir dan Suriah (1789-1801). Pasukan Prancis mulai memasuki Thebes dan mengunjungi Karnak pasca-Pertempuran Sungai Nil, 1-3 Agustus 1789.


“Kita berutang kepada catatan-catatan dan studi-studi saintifik yang dilakukan para peneliti yang mengiringi Napoleon ke Mesir. Pada 1799 dua insinyur muda, (Jean-Baptiste Prosper) Jollois dan (Édouard) Devilliers mendedikasikan waktu mereka untuk mempelajari Karnak. Publik Eropa tercerahkan dengan kemegahan Karnak salah satunya berkat mereka,” ungkap Frederick Monderson dalam Temple of Karnak: The Majestic Architecture of Ancient Kernet.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Sumatra Utara dan Aceh dulu juga pernah dilanda banjir parah. Penyebabnya sama-sama penebangan hutan.
bottom of page