top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Sersan Mayor Kejam di Tanjung Priok

Ueyama Shizuo ini tenar sebagai anggota Kempeitai kejam terhadap tahanan di Tanjung Priok.

11 Sep 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

SEBAGAI anggota polisi militer Jepang (Kempeitai), yang punya reputasi besar atas kekejamannya di daerah pendudukan semasa Perang Pasifik atau Perang Dunia II di Asia, dia berada di Jawa pada Maret 1942. Posnya di Tanjung Priok, sebuah daerah “basah” di Jakarta. Namanya Ueyama Shizuo. Pangkatnya Sersan Mayor (Serma).

 

Serma Ueyama memang bukan perwira berpengaruh. Namun kiprahnya sebagai Kempeitai yang kejam terkenal di kalangan lawannya. Serma Ueyama disebut Het Vrije Pers tanggal 3 Desember 1948 sudah menebar teror kepada para tahanan Kempeitai di sekitar tempat tahanan Tanjung Priok sekitar April 1942 hingga September 1945. Tak hanya para pria, para wanita juga menakutinya. Dia dianggap memberi siksaan yang tidak manusiawi.

 

Pada Oktober 1943, beberapa orang Ambon berurusan dengannya. Seorang Ambon bermarga Pattinawa (Pattinama) telah dia tendangi dan pukuli. Selain itu, orang Ambon bernama Tanasa atau Tanasale juga disiksanya. Belakangan, kepada tahanan-tahanan tadi Ueyama dituduh “telah membakar lengannya dengan koran yang direndam dalam bensin, menempelkan rokok yang menyala ke pahanya, dan mengurungnya di dalam sel selama tiga hari dengan tangan terikat di belakang punggung, tanpa makanan atau minuman.”

 

Tindakan memukul tahanan tampak jadi hal biasa bagi Ueyama. Ia biasa memukul tahanan hingga berdarah, menendang mereka dengan keras dan membanting dengan cengkraman jiu-jitsu. Tak hanya dengan tangan atau kakinya saja, Ueyama juga bisa menyiksa tahanan dengan alat bantu. Mulai dari menempelkan rokok yang menyala ke tubuh tahanan, menuangkan air dalam jumlah besar ke dalam mulut tahanan melalui selang (ini disebut “Obat Air”), atau menyetrum di sekitar area sensitif tubuh tahanan. Selain itu, tahanan kadang disuruhnya menari di atas pagar, yang biasanya berkawat duri, atau menyuruh mereka berjongkok dengan pantat atau bagian tubuh lainnya berada di atas semacam plang tajam.

 

Siksaan kejam itu jelas berlaku pada tahanan-tahanan penting macam Tanasale dan Pattinama. Tanasale lengkapnya August Isaac Tanasale alias Nono Tanasale, adalah tawanan paling berbahaya bagi militer Jepang. Dia memimpin organisasi ronda malam orang Ambon di Jakarta. Harian Trouw tanggal 3 Mei 1947 menyebut Nono memimpin orang Ambon yang bekerja di Pelabuhan Tanjung Priok dan memerintahkan mereka untuk melaporkan semua pergerakan kapal, depo amunisi, bahan bakar, minyak, dan lokasi persediaan lainnya.

 

Sementara, Pattinama merupakan seorang pejabat pertahanan pesisir. Ia pernah melaporkan bahwa bensin penerbangan dan minyak solar disimpan di barak-barak Protestan dan barak-barak perwira di Pasiran, Surabaya. Setelah laporan sampai ke komando Sekutu, pada 22 Juli 1943 Gereja Angkatan Laut dan Pasiran dibom Sekutu.

 

Setelah tentara Jepang menyerah pada Sekutu, Ueyama ditahan dan diperiksa. Hasil pemeriksaan menyebut Ueyama tidak bersalah sehingga Ueyama dipulangkan ke negerinya pada 1946. Arsip Markas Besar Sekutu bertanggal 8 Oktober 1947 halaman 0380 menyebut, Ueyama tinggal di Tatemachi, Kota Yahata, Fukuoka.

 

Namun, Ueyama tidak lama berada di tanah airnya. Krijgsraad alias mahkamah militer sementara Belanda kemudian memanggilnya untuk diperiksa lebih dalam lagi. Bekas Serma Ueyama Shizuo diperiksa atas sikap kejamnya di Tanjung Priok semasa pendudukan Jepang.


Ueyama dianggap bersalah di mata hukum sementara militer Hindia Belanda di Indonesia. De Locomotief tanggal 3 Desember 1948 dan Nieuwe Courant tanggal 3 Desember 1948 memberitakan, dalam sidang pada Rabu, 1 Desember 1948, oditur militer  J. Diephuis menuntut hukuman 20 tahun pada Ueyama atas perbuatannya. Bertindak sebagai hakim ketua pada sidang di Pengadilan Militer Sementara itu yakni Mayor L.F. de Groot.

 

Kendati begitu, eks Serma Ueyama tak jadi dihukum 20 tahun. Koran Het Dagblad tanggal 27 Januari 1949 memberitakan Ueyama hanya dijatuhi hukuman 8 tahun penjara. Sementara, penjahat perang yang lain, Matsuoka Gozo, hanya dihukum 15 tahun (sementara tuntutannya adalah hukuman mati); Mishi Hisashi, dihukum 5 tahun (setelah dituntut hukuman mati); lalu Yamadi Tatsuo, 15 tahun (setelah dituntut hukuman mati); Wakamatsu Shusaku bahkan dibebaskan (setelah dituntut 2 tahun). Penjahat perang yang dihukum mati hanyalah Shimizu Tatsuo.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Mengintip Kelamin Hitler

Mengintip Kelamin Hitler

Riset DNA menyingkap bahwa Adolf Hitler punya cacat bawaan pada alat kelaminnya. Tak ayal ia acap risih punya hubungan yang intim dengan perempuan.
bottom of page