top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Singa Itu Bernama Kasman

Sesuai namanya, Kasman Singodimejo memang bak seekor singa: tegas dan keras kepala selama yakin dalam jalur kebenaran.

12 Des 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Kasman Singodimejo (Buku: Hidup itu Berjuang: Kasman Singodimedjo 75 Tahun)

BANYAK pemimpin pergerakan memiliki sikap tegas. Namun jika sikap itu dikaitkan dengan nama, mungkin baru Kasman Singodimejo saja yang memilikinya. Singodimejo sendiri berarti “singa di meja”.


Ada begitu banyak anekdot tentang Kasman yang membuktikan betapa sikap berani memang melekat pada dirinya. Dalam biografinya, Hidup itu Berjuang: Kasman Singodimedjo 75 Tahun, ada sejumlah kawan yang mengisahkan pengalamannya menyaksikan langsung singa dalam diri Kasman terbangun. Umumnya terjadi karena keadaan memaksa Kasman bertindak keras.


Satu kisah diceritakan oleh Mohammad Natsir (Perdana Menteri Indonesia era demokrasi liberal). Suatu waktu, Kasman bertandang ke Ternate. Seusai menyampaikan pidato, ia sesegera mungkin harus menyeberangi laut menuju Bitung (Sulawesi Utara). Ada acara penting yang mesti dihadiri. Namun begitu sampai di pinggir laut, cuaca mulai berubah, ombak pun semakin meninggi. Dari pengalaman para nelayan di sana, sangat tidak mungkin untuk melaut saat kondisi demikian. Tidak ada seorang pun yang dapat memastikan kapan ia dapat memulai perjalanan lautnya itu.


Waktu yang terus berjalan semakin menyekik Kasman. Ia mulai gelisah. Di saat itu juga, kesingaan dalam diri Kasman keluar. Janji kepada warga Bitung membuat ia terpaksa menjadi orang yang berani (dibaca: keras kepala). Kasman mulai berteriak: “Apakah ada nakhoda Muslim yang percaya bahwa hidup dan mati itu di tangan Allah. Siapa yang bersedia mengantarkan saya dalam keadaan ini ke Bitung?”


Teriakan Kasman itu cukup mengagetkan orang-orang di sana. Namun di saat yang bersamaan mengundang sekitarnya untuk ikut menjadi pemberani. Beberapa orang saat itu mengangkat tangan. Mereka bersedia menerjang ombak mengantarkan si pemberani menuju tempat tujuannya. Malam itu Kasman berhasil mendarat dengan selamat di Bitung.


Kisah lain dari Kasman Singodimejo yang tidak kalah menarik terjadi saat ia ditangkap atas tuduhan merencanakan pembunuhan atas Presiden Sukarno. Tahun 1963, Kasman bersama-sama dengan Hamka, Ghazali Sahlan, Dalari Umar, Letkol Nasuhi, dan lainnya ditahan di Kompleks Sekolah Kepolisian, Sukabumi.


Dalam sebuah pemeriksaan, Kasman didesak untuk mengakui segala tuduhan yang dilayangkan kepadanya. Termasuk tuduhan mengadakan rapat rahasia di Tanggerang dalam upaya pembunuhan presiden itu. Bahkan demi mendapat pengakuan Kasman, para anggota pemeriksa memaksa Nasuhi memberikan keterangan palsu.


“Tidakkah Letkol pada malam itu menjemput Pak Kasman dan membawanya ke Tanggerang?” desak salah seorang pemeriksa.


Nasuhi hanya tertunduk diam. Si pemeriksa lalu kembali melayangkan pertanyaan, kali ini dengan sedikit ancaman. “Awas! Letkol diproses verbal (lisan) telah mengakuinya.”


Nasuhi tetap tidak memberi jawaban. Melihat hal itu, meski masih diliputi suasana tegang, Kasman mencoba berbicara. Ketua pemeriksa pun memberi izin. “Bismillahirahmanirrohim, Nasuhi, dengan Allah sebagai saksi, jawablah pertanyaan tadi itu!” kata Kasman.


Bak patung, Nasuhi tetap diam seribu bahasa. Kasman lalu kembali meminta Nasuhi mengungkap kebenarannya. “Nasuhi, kamu kan percaya dan takut kepada Allah Akbar. Jawablah secara jantan! Kamu kan laki-laki. Jawablah Allah sebagai saksi.”


Nasuhi akhirnya buka suara, namun pelan sekali. “Yang keras suaramu! supaya kedengaran!” tegas Kasman.


“Saya terpaksa,” jawab Nasuhi lirih.


“Apa yang terpaksa,” timpal Kasman.


“Saya terpaksa menanda tangani proses verbaal. Sebenarnya tidak begitu,” Nasuhi menjelaskan.


“Nah, tuan-tuan pemeriksa. Itulah keadaan yang sesungguhnya. Isi proses verbaal itu dan pengakuan Nasuhi itu tidak betul,” pungkas Kasman.


Dengan jawaban Nasuhi itu, Kasman sebenarnya telah unggul dalam perdebatan tersebut. Namun seakan tidak mau kalah, para pemeriksa menyebut bahwa kesaksian dari Nasuhi itu tidak membuktikan kebenaran apapun. Terlebih pernyataan dari orang-orang selain Nasuhi dalam proses verbal telah membenarkan kejadian yang melibatkan Kasman.


Kasman yang terus tersudut keberatan dengan pernyataan para pemeriksa. Ia sangat yakin jika mereka melakukan paksaan hingga siksaan kepada para tertuduh agar berbicara lain saat proses verbal.


“Maaf saya dapat kesan bahwa oleh tuan pemeriksa, telah dikerjakan penggiringan, paksaan-paksaan, siksaan-siksaan, dan lain-lain sebagainya, sehingga para tertuduh yang bersangkutan itu terpaksa mengaku demi keselamatan jiwa mereka. Saya sebagai bekas Jaksa Agung, sebagai bekas Kepala Kehakiman Militer, dan sebagai bekas Menteri Muda Kehakiman persis mengetahui batas-batas dari wewenang pemeriksaan perkara. Semua itu tidak sah,” ucap Kasman.


Setelah mengucapkan semua unek-uneknya, Kasman lantas berdiri. Ia dorong jauh-jauh kursinya ke belakang dan dengan kepalan tangan di atas, sambil melotot ia berteriak sekencang-kencangnya: “Percuma pemeriksaan semacam ini. Percuma! Sekarang begini saja. Silahkan tuan-tuan cabut pistolnya dan tembaklah saya. Tembak! Tembak! Tembaak!”


Semua orang terkejut. Ketua pemeriksa lalu meminta proses pemeriksaan hari itu disudahi. Ia mempersilahkan Kasman untuk bersitirahat. Tanpa menoleh, ia langsung keluar dan masuk ke kamarnya. Orang-orang di dalam ruangan hanya bisa terduduk diam.


Bagi Mohammad Roem, kawan yang telah dikenal Kasman sejak 1924 di STOVIA, sosok singa tidak hanya ada dalam diri Kasman, tapi ada di mana pun dirinya berada. Dalam Bunga Rampai dari Sejarah Jilid 3: Wajah-Wajah Pemimpin dan Orang Terkemuka Indonesia, meyakini jika hati singanya keluar pada saat yang diperlukan.


“Saya rasa anggota-anggota tim pemeriksa tangannya sudah gatal untuk menganiaya Bapak Kasman. Akan tetapi momentumnya adalah Pak Kasman yang mempergunakan,” kata Roem.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
bottom of page