top of page

Sejarah Indonesia

Soeharto Pernah Ditangkap Di Madiun

Soeharto Pernah Ditangkap di Madiun

Kala situasi memanas di Madiun, Letnan Kolonel Soeharto nyaris “dibereskan” oleh prajurit Divisi Siliwangi.

Oleh :
18 Oktober 2017
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Letnan Kolonel Soeadi (memegang senjata) dan Letnan Kolonel Soeharto (ketiga dari kiri) saat mendampingi Panglima Besar Jenderal Soedirman di Yogyakarta. (IPPHOS).

Diperbarui: 1 Jul

BEGITU Surat Perintah 11 Maret turun dari Presiden Sukarno pada 1966, Letnan Jenderal TNI Soeharto langsung bergerak cepat. Sebagai pengemban amanah, kali pertama yang dia lakukan adalah membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).


Belakangan, aksi Soeharto ini memunculkan salah satu bencana kemanusiaan terbesar: sekitar 500.000 (ada yang menyebut 2 juta) orang yang dituduh anggota PKI dibantai di Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Timur.


Namun, tak banyak orang tahu, jika 18 tahun sebelumnya, Soeharto nyaris dibunuh oleh para prajurit Divisi Siliwangi gegara dicurigai sebagai perwira pro-PKI. Hal ini terekam dalam dokumen pribadi milik almarhum Kolonel (Purn.) Omon Abdurrachman berjudul Menoempas Pemberontakan PKI 1948, yang saat itu berpangkat mayor dan menjabat wakil komandan Brigade ke-13 Kesatuan Reserve Umum X Divisi Siliwangi.


Omon berkisah, suatu senja pada akhir September 1948, di tengah ketegangan antara Divisi Siliwangi yang pro pemerintahan Mohammad Hatta dengan Divisi Panembahan Senopati yang bersimpati kepada FDR (Front Demokrasi Rakyat yang sebagian besar diisi para aktivis PKI), salah seorang anak buahnya yakni Kapten Imam Sjafi’i (kelak menjadi menteri urusan keamanan di era Kabinet 100 Menteri) melapor bahwa pasukannya telah meringkus seorang “letnan kolonel PKI” di dalam kota Surakarta.


“Pak, saya menangkap overste PKI, apa saya bereskan saja?” ujar Sjafi'i.


Omon yang harus berhati-hati dalam melakukan tindakan, tidak serta merta setuju dengan usulan Sjafi’i. Dengan tegas, dia melarang tindakan gegabah itu dan memerintahkan sang kapten untuk membawa “perwira PKI” ke hadapannya.


Betapa terkejutnya Omon, begitu melihat yang dibawa Sjafi’i adalah Letnan Kolonel Soeharto, yang dalam dokumen itu dia sebut sebagai Komandan Resimen Yogyakarta. Selanjutnya secara sopan, Omon menginterogasi Soeharto dan menanyakan maksud kehadirannya di Surakarta.


Dalam keterangannya, Soeharto menyatakan bahwa dirinya baru menghadiri undangan rapat konferensi para pimpinan TNI yang diselenggarakan oleh Kolonel Djokosujono, salah satu tokoh FDR, di Balai Kota Madiun pada 24 September 1948.


“Apakah overste juga merupakan anggota FDR?” tanya Omon penuh selidik.


“Bukan, saya komandan resimen TNI di Yogya. Tapi saya datang karena memang diundang oleh mereka,” jawab Soeharto.


“Komandan kami (Letnan Kolonel Sadikin), juga diundang mereka. Tapi beliau tidak pergi karena sama sekali bukan simpatisan,” cecar Omon.


“Saya pergi atas perintah Panglima Besar, Pak Dirman,” kata Soeharto.


“Adakah surat perintahnya?”


“Ada.”


“Bolehkah saya melihatnya?”


“Boleh,” ujar Soeharto, seraya memberikan sepucuk surat kepada Omon.


Begitu melihat isi surat keterangan yang langsung ditandatangani oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman, Omon baru yakin bahwa Soeharto bukan bagian dari FDR. Setelah minta maaf, dia lantas memerintahkan Sjafi’i untuk mengantar Soeharto ke perbatasan Surakarta-Yogyakarta hingga selamat.


Soal penangkapan itu disebut juga oleh Soeharto dalam otobiografinya, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. Namun, peristiwa penangkapan itu, menurut sejarawan Harry A. Poeze, disebut Soeharto secara selintas saja. “Agak kurang dramatis,” ujar ahli sejarah Indonesia asal Belanda itu.


Dalam karyanya, Madiun 1948: PKI Bergerak, Poeze juga membenarkan kedatangan Soeharto ke Madiun atas perintah Soedirman. Tujuannya, selain menyelidiki situasi Madiun pasca insiden 18 September 1948, juga mengemban misi mencegah “perwira kesayangan Soedirman” Letnan Kolonel Soeadi Soeromihardjo bergabung dengan FDR. Bahkan lebih jauh diungkapkan oleh Poeze bahwa setiba di Madiun, Soeharto sempat berdiskusi dengan Musso dan bertemu dengan Soemarsono, tokoh pemuda FDR.


Kepada Historia, Soemarsono pernah mengakui pertemuan itu. Bukan sekadar bertemu, dia malah mengajak Soeharto untuk berkeliling Madiun dan membuktikan sendiri kondisi kota di Jawa Timur itu aman-aman saja: tak ada banjir darah, penjara penuh sesak dan pemerintah ala Uni Soviet.


“Soeharto percaya bahwa di Madiun sama sekali tidak ada ‘kejadian-kejadian yang tak bisa ditenggang dan kejam’,” ujar Poeze.*

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Zulkifli Lubis Sabotase Pelantikan Bambang Utoyo

Zulkifli Lubis Sabotase Pelantikan Bambang Utoyo

Ketika Zulkifli Lubis memboikot pelantikan Bambang Utoyo sebagai KSAD.
KNIL Yahudi Bikin Perkara di Lahat

KNIL Yahudi Bikin Perkara di Lahat

JC Cohen, warga Belanda Yahudi, bertugas sebentar di Sumatra Selatan. Perlawanan sepelenya terhadap seorang perwira membuatnya bermasalah.
Sekadar Kisah “Konflik” Benny Moerdani-M. Jusuf

Sekadar Kisah “Konflik” Benny Moerdani-M. Jusuf

Benny Moerdani dituduh bermusuhan dengan M. Jusuf. Ada Soeharto di antara keduanya.
Mengungsi Lantaran Gorila

Mengungsi Lantaran Gorila

Lantaran gangguan Gorila, julukan untuk gerombolan DI/TII di Sulawesi, banyak orang terpaksa mengungsi. Ada yang sukses di perantauan.
Jenderal Sudirman Naik Haji

Jenderal Sudirman Naik Haji

Sudirman naik haji sebelum Sukarno lengser dari kekuasaannya. Termasuk jenderal kritis yang diawasi ketika rezim Soeharto berkuasa.
bottom of page