- Martin Sitompul

- 10 Jul
- 4 menit membaca
JENDERAL Yoga Sugama, salah satu pentolan intel kepercayaan Presiden Soeharto, suatu kali berang ketika mendengar kabar jurnalis Israel masuk ke Istana Merdeka. Meski saat itu bertugas sebagai wakil tetap Indonesia untuk PBB, Yoga tak terima jaringan intelijen Indonesia disebut kecolongan apalagi lemah. Muntabnya sang jenderal berkaitan dengan keberadaan seorang wartawan Israel di Indonesia yang menghadiri acara organisasi pers Asia pada akhir Agustus 1971.
“Yang terang, wartawan Israel tersebut pasti tidak memakai paspor Israel, kalau memakai paspor tersebut, pasti pejabat-pejabat Indonesia tidak mengizinkannya masuk ke Indonesia,” kata Yoga seperti dikutip harian Merdeka, 3 September 1971.
Ted Lurie, pemimpin redaksi Jerusalem Post, adalah wartawan Israel yang pernah bikin geger dunia diplomatik Indonesia. Menilik rekam jejaknya dalam khazanah pers Israel, Lurie bukanlah jurnalis sembarangan. Buletin harian terbitan Jewish Telegraphic Agency, edisi 3 Juni 1974, menyebit Lurie seorang pelopor pers di Israel yang lahir di New York pada 1909 dan lulus dari Cornel University pada 1930. Setelahnya, Lurie berimigrasi ke Palestina untuk menekuni pekerjaan jurnalistik di harian berbahasa Inggris Palestine Post.
“Selama Perang Dunia II, Lurie bertugas sebagai koresponden militer suratkabar tersebut dengan pasukan Sekutu di Gurun Barat dan bertugas dalam berbagai kapasitas editorial setelah tahun 1948 ketika namanya diubah menjadi Jerusalem Post,” demikian diwartakan buletin tersebut.
Pada 1955, Lurie diangkat menjadi redaktur pelaksana, menggantikan pendiri dan editor suratkabar tersebut, Gershon Agron, yang terpilih sebagai walikota Yerusalem. Lurie kemudian menjadi pemimpin redaksi Jerusalem Post setelah Agron wafat pada 1959. Selain mengawaki Jerusalem Post, Lurie juga menjabat sebagai koresponden Associated Press untuk Yerusalem dan koresponden berita Israel untuk Central News Agency, News Chronicle of London, dan Columbia Broadcasting System.
Untuk kali pertama, Lurie berkesempatan mengunjungi Indonesia dalam perhelatan konferensi ketiga organisasi Press Fondation of Asia (PFA) yang diselenggarakan di Bali pada 23—25 Agustus 1971. Lurie datang mewakili suratkabarnya yang tergabung dalam keanggotaan PFA. Setelah konferensi, para peserta diundang sowan ke Istana Merdeka untuk menemui Presiden Soeharto pada 30 Agustus 1971. Celaka bagi Lurie, sebab Indonesia tidak terikat hubungan diplomatik dengan Israel. Dengan demikian, warga negara Israel sejatinya dilarang untuk memasuki Indonesia.
Insiden terjadi setelah Lurie sudah berada di Istana mengikuti rombongan peserta konferensi. Harian Merdeka, 1 September 1971, memberitakan Lurie sebagai orang Israel pertama yang terang-terangan mengunjungi Indonesia. Menurut Merdeka, Lurie diizinkan masuk ke Indonesia berdasarkan izin darurat yang khusus dikeluarkan oleh kedutaan besar Singapura untuk menghadiri konferensi PFA. Izin masuk bagi Lurie berkat permintaan dari Yayasan Pembina Pers Indonesia (YPPI) sebagai komite penyelenggara yang mengundang PFA berkonferensi di Bali.
Sempat terjadi berita simpang siur yang menyebutkan kedatangan Lurie ditolak oleh Istana. Menurut keterangannya kepada pers, Lurie menyadari keberadaannya dapat menyusahkan rekannya-rekannya sesama peserta konferensi maupun terhadap hubungan diplomatik Indonesia. Untuk itulah, dia kemudian memutuskan untuk memisahkan diri dari rombongan.
“Saya memahami bahwa kehadiran saya akan menyusahkan rekan-rekan saya, jadi saya menarik diri meskipun saya menandatangani buku tamu,” kata Lurie dikutip Merdeka.
Soal Ted Lurie yang menarik diri untuk bertemu Presiden Soeharto juga dikonfirmasi wartawan senior Indonesia Rosihan Anwar. Dalam memoarnya Indonesia, 1966--1983 dari Koresponden Kami di Jakarta, Rosihan menegaskan bahwa tidak benar Lurie dilarang bertemu Presiden Soeharto ketika menerima tamu di Istana dari peserta pertemuan Press Fondation of Asia (PFA) yang diselenggarakan di Bali. Yang benar adalah Lurie sempat menuliskan namanya dalam buku tamu Istana Merdeka namun kemudian mengundurkan diri dalam pertemuan.
“Dia mengundurkan diri secara sukarela dari kelompok wartawan supaya tidak menyulitkan keadaan karena Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel,” catat Rosihan.
Ketika Lurie memisahkan diri, 15 orang wartawan lain telah dipersilakan masuk menemui Presiden Soeharto. Kendati demikian, rumor tentang orang Israel yang masuk ke istana kepresidenan Indonesia ini keburu jadi pemberitaan nasional sampai terdengar ke negara-negara Arab. Untungnya persoalan ini cepat ditangani. Siaran pers Indonesia kemudian meluruskan kekeliruan yang terjadi sehubungan dengan kasus Lurie. Pada 31 Agustus 1971, YPPI menerbitkan klarifikasi yang ditandatangani oleh ketuanya, Sugiarso Surojo dan Sumono Mustofa selaku sekretaris.
“Ted Lurie sangat menghargai sikap tuan rumah konferensi yang menjunjung tinggi prinsip profesionalisme jurnalistik dalam hal ini, dan telah mengeluarkan sebuah pernyataan pers mengenai soal ini sebelum meninggalkan Kemayoran Airport,” lansir harian Nusantara, 1 September 1971.
Sementara itu, Duta Besar Mesir untuk Indonesia Ali Shawki El Hadidi turut menyikapi kasus Ted Lurie. Menurutnya, kedatangan wartawan Israel itu ke Indonesia memang bertentangan dengan hubungan diplomatik yang terjalin antara Indonesia dengan negara-negara Arab. Untuk itu, dia menyatakan ucapan terimakasihnya kepada pemerintah Indonesia atas pengusutan peristiwa masuknya wartawan Israel ke Indonesia.
“Duta Besar Republik Arab Mesir untuk Indonesia Ali Shawki El-Hadidi telah menyampaikan penghargaan dan terimakasihnya kepada Presiden Soeharto atas instruksinya mengadakan penyelidikan terhadap persoalan masuknya wartawan Israel Ted Luris ke Indonesia,” demikian diberitakan harian Merdeka, 8 September 1971.
Di negaranya sendiri, kasus Ted Lurie tidak begitu menjadi isu besar. Lurie tetap melanjutkan kiprahnya sebagai jurnalis kawakan di Israel. Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, Lurie menyiarkan berita tentang Israel empat kali seminggu di stasiun radio WEVD di New York. Lurie wafat di Tokyo, Jepang pada 1 Juni 1974, dalam usia 64 tahun, akibat penyakit stroke yang dideritanya. Dalam obituarinya di The New York Times, 2 Juni 1974, Lurie disebutkan pernah menjadi editor harian berbahasa Ibrani Zmanim, salah satu pendiri Asosiasi Jurnalis Israel dan ITIM (Kantor Berita Israel), anggota Komite Israel di International Press Institute, mantan presiden Asosiasi YMHA, dan ketua cabang Yerusalem dari Masyarakat Israel-Jepang.












Komentar