top of page

Sejarah Indonesia

Awal Mula

Awal Mula Seko

Seko, tempat peradaban modern di Sulawesi bermula. Punya beberapa versi kisah kelahiran.

20 Maret 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Rumah tradisional masyarakat Seko berbahan kayu bulat dan berfondasi umpak batu. (Eko Rusdianto/Historia).

INILAH Seko, tempat damai yang gemuruhnya diluar dicitrakan sebagai tempat terisolir, tempat orang-orang udik, dan sewa ojek yang mahal. Tempat dengan segala macam misteri dan mitos.


Berkunjung ke Seko, sebuah kecamatan di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, menggunakan ojek membuat tulang belakang, pinggul, dan pantat serasa hendak remuk. Selain kerasnya jok motor, waktu tempuh di musim kemarau mencapi 10 jam dan musim hujan mencapai dua hari.


Seko adalah nama baru. Awalnya,para penghuni tempat ini menamakan diri mereka sebagai orang-orang dengan masing-masing kampung. Hoyane, Eno atau Hono, Lodang, Amballong, atau pula Kariango.


Belakangan, dalam tradisi lisan masyarakat Seko diartikan sebagai sahabat, handai tolan, atau kerabat. Nama ini dicuplik dari perkataan Datu Luwu yang konon bingung menamai orang-orang pegunungan itu. “Jadi Datu Luwu bilang, sahabat itu dalam bahasa di atas (gunung) apa?” dalam kisah tutur warga.


“Itulah Seko.”


Sejak saat itu, wilayah yang ditaklukan Luwu untuk kepentingan hasil bumi itu menjadi Seko,To Seko (orang Seko).


 Perjalanan darat menuju Seko. (Eko Rusdianto/Historia)
Perjalanan darat menuju Seko. (Eko Rusdianto/Historia)


Di Seko, kisah To Manurung berbeda dari kisah serupa di dataran lain di Sulawesi Selatan. Orang pertama yang menghuni Sekodikisahkan sebagai seorang anak manusiayang kemudian beranak-pinakdan memiliki genealogi utuh. 


Ada tiga babakan kisah awal-mula orang Seko. Pertama, seorang Matua (orang tua) berjalan dari wilayah Mamasa, Sulawesi Barat. Orang itu bersama para pengikutnya meninggalkan kampung karenaterjadi peperangan dan berjalan hingga ke Gunung Sandapang di Kalumpang (Sulawesi Barat).


Orang tua itu terus berjalan bersama empat anaknya dan bermukim di wilayah Seko Padang. Empat anak itu masing-masing: Tabalong, yang menjadi Kampung Amballong; Tahayane, kemudian mendiami kampung Hoyane; Tahaneang, anak perempuan yang menghuni Kampung Pohoneang; dan Tampa’, menghuni Seko Padang wilayah Eno.


Tampa’ merupakan anak yang senang berburu. Suatu hari, bersama anjingnyadia duduk memandangi kawasan lembah Seko Padang –pada mulanya adalah danau. Anjingnya tiba-tiba bergerak lincah dan memburu seekor rusa. Tak disangka, rusa itu terjatuh ke dalam sebuah kolam dan kemudian si anjing ikut turun ke kolam. Akhirnya, Tampa’ melakukan mudihata (semedi). Dia memanggil kepiting, belut, dan beberapa hewan air lainuntuk membuka tamolang (saluran air). Kolam itu akhirnya menjadi kering, dan menjadi daratan.


Anjing ituterus berusaha memburu rusa. Tampa’ mengikutinya dan sampai di wilayah yang bernama Taloto –dalam bahasa lain Talotongatau orang berlidahhitam. Tapi, Tampa’ tak menemukan anjingnya lagi.


Dia kemudian membuat kolam untuk memelihara ikan, yang hingga kini masih ada dan dimiliki seseorang, dikenal dengan nama Mabubu.Tapi air kolam tersebut kemudian selalu keruh. Belakangan, Tampa’ mengetahui kekeruhan air itu disebabkan ulah beberapa dayang (dewi) yang selalu datang mandi. Baju salah satu dewi lalu dicuri –seperti kisah lainnya– dan Tampa’ menikahi salah seorang dewi itu.


Dari sang dewi, Tampa’ mendapatkan dua anak. Mereka bertumbuhdan kemudian menyebar di seantero Seko. Dewikemudian meninggalkan Tampa’ melalui longa (jendela di bagian bawah atap rumah adat) ketika melanggar perjanjian akibat menyebutkan dirinya adalah mahluk halus ketikamarahpada anaknya.


Petani sedang memberi pakan kerbaunya
Petani sedang memberi pakan kerbaunya

Sementara, versi yang paling tenar adalah keadatangan Ulu Pala atau seorang dengan tangan berbulu. Dia berasal dari Kanandede, wilayah dekat Rongkong. Ulu Pala diasuh sepasangsuami-istri.


Suatu ketika, orang tua angkat Ulu Pala yang berhutang pada orang Toraja mendatanginya. Ulu Pala menaklukkan penagih utang itu dengan teka-teki. Setelah itu, orang Toraja menyebar fitnah bahwa Ulu Pala adalah anak yang tak bisa membawa keburuntungan.


Orang tua Ulu Pala termakan hasutan itu meski memilih tak membunuhnya. Dia lalu mengasingkan Ulu Pala ke wilayah yang sekarang masuk Seko Tengah. Lantaran kesepian, Ulu Palamembuat gambar di sebuah batu yang kini dikenal sebagai Hatu Rondo. Seorang dewi akhirnya mendatanginya lalu mereka menikah dan bermukim di kampung tua bernama Bongkoyangkiniwilayah Seko Padang. 

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Neraka di Ghetto Cideng

Neraka di Ghetto Cideng

Jepang menyatakan Kamp Cideng sebagai ghetto “terlindungi”. Kenyataannya, hidup para interniran seperti di neraka.
S.K. Trimurti Menyalakan Api Kartini

S.K. Trimurti Menyalakan Api Kartini

S.K. Trimurti ikut membangun Gerwani, organisasi perempuan paling progresif. Namun, Trimurti mengundurkan diri ketika Gerwani mulai oleng ke kiri dan dia memilih suami daripada organisasi.
Pesta Panen dengan Ulos Sadum dan Tumtuman

Pesta Panen dengan Ulos Sadum dan Tumtuman

Kedua jenis ulos ini biasa digunakan dalam pesta sukacita orang Batak. Sadum untuk perempuan dan Tumtuman bagi laki-laki.
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
bottom of page