top of page

Sejarah Indonesia

Batik Romusa Dari Banten Selatan

Batik Romusa dari Banten Selatan

Sejarah romusa atau pekerja paksa menginspirasi pembuatan motif batik khas Banten Selatan.

15 November 2022

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Sandi Pratama (kanan), pembuat batik motif Seribu Bagang dan Jejak Tapak Romusha khas Banten Selatan. (Instagram wbwanabatik).

Ketika menduduki Indonesia, Jepang mengerahkan ribuan orang terutama dari Jawa untuk menjadi romusa atau pekerja paksa. Mereka membangun proyek-proyek militer Jepang untuk menunjang kepentingan perang, seperti lapangan terbang, jalan, rel kereta api, gudang persenjataan, dan kubu pertahanan.


Romusa dikirim ke berbagai daerah bahkan luar negeri. Salah satunya ke Bayah, Kabupaten Lebak, Banten Selatan. Mereka bekerja membangun rel kereta api Saketi–Bayah sepanjang 90 kilometer dan menggali batu bara. Tokoh revolusioner Tan Malaka pernah bekerja di Bayah.


Pembangunan rel kereta api Saketi–Bayah menelan banyak korban romusa. Tan Malaka mendapat cerita tentang asal-usul Saketi. Kata Saketi berasal dari bahasa Sunda, yang artinya 100 ribu, mengacu pada ramalan korban pembuatan jalur kereta api Saketi–Bayah.



Tan Malaka sendiri mencatat 400–500 romusa meninggal setiap bulan. Pekerjaan yang berat ditambah penyakit dan kelaparan menjadi penyebab utama kematian romusa. Untuk mengenang sejarah romusa dibangun sebuah monumen di Bayah.


Sejarah romusa telah menginspirasi Sandi Pratama (21),pemuda pengrajin dan pemilik industri batik Wanabatik, untuk membuat batik khas Banten Selatan.


“Potensi Kabupaten Lebak, Banten, khususnya di selatan ini menjadi inspirasi bagi saya untuk berkarya lewat batik. Selain itu menambah khazanah motif batik khas Lebak sendiri,” ujar Sandi yang berasal dari Wanasalam, Lebak, Banten.


Batik motif Jejak Tapak Romusha. (Dok. Melan Eka Lisnawati).
Batik motif Jejak Tapak Romusha. (Dok. Melan Eka Lisnawati).

Upaya Sandi membuat batik khas Banten Selatan pantas diapresiasi mengingat Banten Selatan sebenarnya telah memiliki tradisi membantik sejak lama. Bahkan, menurut Sonny Muchlison & Debbie S. Suryawan bersama Komunitas Perajin Batik dari Provinsi Banten dalam Batik Ing Banten,terdapat dugaan bahwa asal mula kain batik, selain kain maa dari Toraja, juga kain simbut dari Cilangkahan, Kabupaten Lebak, dan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang. Kedua kain ini diduga sebagai titik tolak perkembangan kain batik di kemudian hari.


Setelah batik diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia pada 2 Oktober 2009 –tanggal ini ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional; pemerintah menyarankan kepada jajarannya untuk menggunakan batik daerah masing-masing. Ini memacu daerah untuk menggali dan mengembangkan batik ciri khasnya.



Menurut Irvan Setiawan dalam “Sejarah Singkat Batik Banten”di kebudayaan.kemdikbud.go.id, pengkajian batik Banten telah dilakukan pada 2002. Upaya ini diperkuat dengan Surat Keputusan Gubernur Banten tahun 2003 untuk membentuk panitia peneliti batik Banten. Penelitian dilakukan dengan mengambil sumber data arkeologis untuk menemukan motif khas yang dipergunakan orang Banten masa lalu.


Hasil penelitian yang dipresentasikan pada 2004 terkumpul 75 ragam hias fragmen berbentuk tumpal dan belah ketupat sebagai motif batik, namun baru 12 motif yang telah diproduksi; yaitu datulaya, pamaranggen, pasulaman, kapurban, pancaniti, mandalikan, pasepen, surosowan, kawangsan, srimanganti, sabakingking, dan pejantren.


Batik motif Seribu Bagang. (Dok. Melan Eka Lisnawati).
Batik motif Seribu Bagang. (Dok. Melan Eka Lisnawati).

Sonny & Debbie menambahkan, setiap kabupaten dan kota di Banten kemudian berlomba mengembangkan batik khasnya masing-masing, seperti Batik Serang di Serang, Batik Krakatoa di Cilegon, Batik Cikadu di Pandeglang, Batik Lebak di Rangkasbitung, dan Batik Tangerang di Tangerang.


Batik-batik tersebut dikembangkan dari kekhasan budaya meliputi kesenian dan lingkungan berupa flora dan fauna di kabupaten/kota masing-masing, sehingga menghasilkan berbagai motif dan warna. Misalnya, mengutip lebakkab.go.id, Kabupaten Lebak memiliki 12 motif batik dengan ciri khas mencerminkan budaya daerah.



Sandi Pratama menambah motif batik Lebak dengan menciptakan motif Seribu Bagang dan Jejak Tapak Romusha yang dipamerkan di Kabupaten Lebak tahun 2020. Bagang atau bagan adalah tempat menangkap ikan di laut. Sedangkan romusa adalah pekerja paksa yang membangun rel kereta api Saketi–Bayah dan menggali batu bara di Bayah pada masa pendudukan Jepang.


“Masyarakat sekitar yang rata-rata berprofesi sebagai pelaut, kala angin musim barat menerpa, banyak yang tidak berlayar. Mereka lebih memilih menunggu bagang di sekitaran pantai terdekat,” kata Sandi.


Motif batik Seribu Bagang menyuguhkan gambar bagang mungil yang bertumpukan dalam jumlah banyak. Hitam sebagai warna dasar dipadukan dengan motif bagang dan gambar bambu saling berkait yang terdiri dari lima warna,yaitu putih, biru, hijau, kuning, dan oranye.



Sedangkan motif batik Jejak Tapak Romusha berdasarkan pada acuan dan filosofi pembuatan batik di Banten, yaitu menggali dari sejarah, budaya, benda dan bangunan purbakala, serta tinggalan arkeologis. Hal inilah yang mendorong Sandi untuk mengangkat sejarah romusa sebagai motif batik buatannya.


Dalam motif Jejak Tapak Romusha, Sandi menggambarkan para romusa yang kurus sedang mencangkul untuk membangun rel kereta api. Tak lupa ada mandor berkecak pinggang mengawasi romusa yang bekerja. Selain itu, terdapat gambar pepohonan, kubu pertahanan, dan kereta api yang sedang berjalan.


Atas kreativitasnya menciptakan motif batik Seribu Bagang dan Jejak Tapak Romusha, Sandi mendapat penghargaan sebagai pemuda pelopor Kabupaten Lebak. Ia sering mengikutsertakan motif batik ciptaannya dalam berbagai pelatihan, seminar, dan perlombaan. “Tak hanya itu, saya pun memiliki motif batik lainnya yang dipamerkan pula seperti motif leumeung dan leuit,” kata Sandi.*


Penulis adalah mahasiswa magang dari Politeknik Negeri Jakarta.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page