top of page

Sejarah Indonesia

Bukber Di Gedung Putih

Bukber di Gedung Putih

Sempat terputus, Donald Trump kembali menyambung tradisi bukber di Gedung Putih yang bermula dua abad silam.

12 Juni 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Presiden Amerika Serikat Donald John Trump menjamu 50 duta besar negara-negara berpenduduk mayoritas muslim untuk buka bersama di Gedung Putih/Foto: share.america.gov

SETELAH sekian lama absen, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyambung tradisi buka puasa bersama (bukber) di Gedung Putih, Washington, DC Rabu (6/6/2018) waktu setempat (Kamis, 7 Juni WIB). Ini kali pertama Trump menjamu puluhan duta besar negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, termasuk Duta Besar RI Budi Bowoleksono.


“Kami merasa sangat terhormat dan terimakasih banyak atas kehadiran Anda semua. Kepada Anda dan muslim di seluruh dunia: Ramadan Mubarak. Makan malam Iftar (buka puasa) adalah saat di mana keluarga dan para sahabat merayakan pesan perdamaian dan kasih,” cetus Trump dalam potongan pidatonya yang dimuat whitehouse.gov, 6 Juni 2018.


Ramadan tahun lalu, Trump mengabaikan tradisi bukber di Gedung Putih. Kala itu Trump masih “alergi” dengan dunia Islam, yang diperlihatkan sejak masa kampanyenya. Pernyataan Trump acap bikin sakit hati umat Islam. Yang paling bikin resah adalah rencananya melarang muslim masuk AS dan umat Islam yang ada di AS akan disensus. Kalau perlu, diberi tanda laiknya orang Yahudi di era Nazi.


Sayang, dalam bukber tahun ini Trump tak mengundang perwakilan komunitas muslim di negerinya sendiri. Di masa-masa sebelum Trump, mereka selalu ikut diundang. Termasuk di masa kepresidenan George Walker Bush, saat hubungan AS dengan dunia Islam berada di titik nadir gara-gara Tragedi 11 September 2001.


Bush memang sempat membatalkan tradisi bukber, namun Bush kembali menghelat bukber di tahun berikutnya (2002). “Sejumlah organisasi muslim menduga Bush membatalkan Iftar karena khawatir dirinya dikritik oposisi pro-Israel karena telah bersosialisasi dengan muslim,” ungkap Theodore Gabriel dan Jane Idleman Smith dalam Islam and the West Post 9/11.


Dirintis Thomas Jefferson


Bukber pertamakali masuk Gedung Putih pada 9 Desember 1805, ketika Presiden Thomas Jefferson menjamu Sidi Soliman Melli Melli, utusan Beylik Tunisia, negara bagian otonom Kekaisaran Turki Ottoman. Bukber itu bersifat informal lantaran hanya pelengkap dari jamuan Jefferson.


Jefferson mengundang Melli Melli untuk membicarakan pembajakan di kawasan Laut Mediterania pasca-Perang Barbaria I (1801-1805), perang laut antara AS, Swedia, dan Kerajaan Sisilia (kini bagian dari Italia) di satu pihak melawan Kesultanan Tripolitania (Libya) dan Maroko di pihak lain. Pembicaraan itu akan dibarengi makan bersama. Frederick William Dame dalam The Muslim Discovery of America membeberkan bahwa sebelumnya Melli Melli dengan sopan menolak memenuhi undangan ke Gedung Putih itu lantaran masih berpuasa.


Jefferson lalu menunda undangan makan bersama hingga pukul 3.30 petang di waktu matahari terbenam. Dia berharap Melli Melli bersedia datang sembari berbuka puasa bersama.

Jefferson memahami Islam karena telah mempelajarinya sejak masih studi tentang hukum alam. Sejak 1765, dia mempelajari dua jilid Al-Quran terjemahan bahasa Inggris. Koleksi dua Al-Quran-nya itu kini tersimpan di Perpustakaan Kongres.


Pemahaman terhadap Islam ini membantu pembicaraannya dengan Melli Melli. Alhasil, negosiasi berjalan lancar. Sejumlah kapal dagang AS yang dibajak pun dikembalikan dan perdamaian dari Traktat Tripoli pasca-Perang Barbaria I tetap lestari.


Bukber yang dirintis Jefferson sayangnya tak dilanjutkan presiden-presiden setelahnya lantaran memang resepsi Iftar itu bukan acara resmi. Amerika juga belum memiliki banyak hubungan diplomatis dengan negara-negara berpenduduk mayoritas muslim kala itu. Tradisi ini baru jadi agenda resmi lebih dari 200 tahun berselang.


Tepatnya di masa kepresidenan Bill Clinton, bukber di Gedung Putih menjadi acara resmi untuk pertama kalinya. Pada 20 Februari 1996, Ibu Negara Hillary Clinton juga menjadi tuan rumah perayaan Idul Fitri pertama di Gedung Putih.


“Perayaan itu adalah hal baik dari apa yang saya dan suami saya pelajari tentang Islam. Semua itu juga (gagasannya) datang dari putri saya (Chelsea Clinton). Dia pernah belajar tentang sejarah Islam setahun lalu,” tutur Hillary, dikutip Nicholas J. Cull dalam The Decline and Fall of the United States Information Agency.



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Sukses sebagai penyanyi di Belanda, Anneke Gronloh tak melupakan Indonesia sebagai tempatnya dilahirkan.
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
bottom of page