top of page

Sejarah Indonesia

Bung Karno Dan Revolusi Teknologi Nuklir Bagian

Bung Karno dan Revolusi Teknologi Nuklir (Bagian I)

Bung Karno tak ingin Indonesia tertinggal dalam perlombaan teknologi nuklir. Kerjasama dengan Amerika dan Soviet dibuat.

4 Juni 2025
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Peletakan batu pertama pembangunan Reaktor Nuklir TRIGA-Mark II oleh Presiden Sukarno (Repro "Sang Upuleru: Mengenang 100 Tahun Prof. Dr. Gerrit Siwabessy")"

Diperbarui: 12 Jun

PROYEK penulisan ulang sejarah nasional Indonesia gagasan Kementerian Kebudayaan RI masih menyisakan sejumlah persoalan. Salah satunya disuarakan anggota Komisi X DPR RI Puti Guntur Soekarno yang mempertanyakan sejarah mengenai masa pemerintahan Presiden Sukarno. Dalam kerangka rancangan jilid ke-8, sejarah Indonesia di era Bung Karno disajikan dengan tajuk “Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi”. 

 

Memang tidak dipungkiri bahwa di masa pasca-perang kemerdekaan, Indonesia beberapa kali direcoki oleh konflik di beberapa wilayah. Namun, menurut Puti Guntur, di masa Bung Karno itu pula titik awal Indonesia punya beberapa prestasi yang diakui dunia internasional. 

 

“Kita harus secara jujur dan jernih melihat bahwa di dalam masa pemerintahan Sukarno, di sinilah juga masa di mana kita membangun jati diri dan identitas kita sebagai suatu bangsa. Di masa ini pun dengan negara yang masih baru merdeka kita punya capaian-capaian, di mana Indonesia dapat dilihat oleh dunia sebagai negara yang sangat memperjuangkan pembukaan UUD 1945 kita, tidak adanya penjajahan di atas dunia. Di mana Konferensi Asia-Afrika, lalu kemudian adanya Gerakan Non-Blok, gedung yang kita pakai di sini dikatakan sebagai salah satu proyek mercusuar Bung Karno, ini adalah gedung di mana representasi Indonesia bisa berdiri dengan tidak terkooptasi hegemoni arus Rusia dan Amerika (Serikat) ketika itu,” tegas cucu Bung Karno itu dalam rapat kerja Komisi X DPR RI dengan Kemenbud, 26 Mei 2025, yang ditayangkan akun Youtube TVR Parlemen

 

Bukan hanya capaian-capaian dalam politik internasional dan pembangunan infrastruktur dalam proyek-proyek Mercusuar seperti Kompleks Gelora Bung Karno, Kompleks Parlemen (kini kompleks DPR/MPR), Jembatan Semanggi, atau Masjid Istiqlal hasil pemerintahan Bung Karno. Sejak 1950-an, Indonesia juga sudah concern memulai revolusi sains dan teknologi. Salah satunya soal energi atom atau nuklir. 

 

“Bila pada 1940-an perjuangan Republik Indonesia berfokus mengusir penjajah Belanda secara fisik, pada masa-masa selanjutnya Sukarno sebagai presiden meyakini bahwa revolusi Indonesia belum selesai dan harus tetap dilanjutkan untuk melawan neo-kolonialisme dan neo-imperialisme. Di sinilah persoalan nuklir menjadi paradoks bagi Sukarno yang menginginkan perdamaian dunia sekaligus kesejahteraan rakyatnya,” tulis Teuku Reza Fadeli dalam Nuklir Sukarno: Kajian Awal atas Politik Tenaga Atom Indonesia 1958-1967.

 

Bung Besar Menjajaki Teknologi Nuklir

Reaktor Nuklir TRIGA-Mark II di Bandung (brin.go.id)
Reaktor Nuklir TRIGA-Mark II di Bandung (brin.go.id)

Pembom atoman Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945) yang mengkatalisasi berakhirnya Perang Dunia II (1939-1945) telah membuka era atom/nuklir. Perlombaan senjata antara Blok Barat pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur pimpinan Uni Soviet tidak lagi memprioritaskan adu cepat teknologi senjata konvensional tapi juga senjata nuklir dan bom hidrogen. 

 

Dalam kondisi persaingan kedua blok itu, uji coba bom hidrogen Amerika berkode “Ivy Mike” di Atol Eniwetok, Kepulauan Marshall di Pasifik Utara pada 1 November 1952 memantik perhatian Bung Karno. Uji coba itu berdampak pada lingkungan di Samudera Pasifik hingga perairan Jepang. 

 

“Debu radioaktif yang terbawa angin dan air menimbulkan dampak pencemaran dan kesehatan bagi lingkungan sekitarnya. Maka pemerintah Indonesia mendirikan suatu panitia lintas departemen yang bertugas mengadakan penelitian mengenai radioaktivitas di wilayah laut, udara, dan daratan Indonesia yang mungkin terdampak,” lanjut Teuku Reza. 

 

Atol Eniwetok sendiri berjarak sekitar 3.800 kilometer dari Pulau Halmahera di Maluku. Maka pada 23 November 1954 dibentuklah Panitia Penjelidikan Radioaktivitet dan Tenaga Atom (PPRTA) yang berlandaskan Keputusan Presiden No. 230 Tahun 1954. PPRTA dipimpin Kepala Lembaga Radiologi Departemen Kesehatan Dr. Gerrit Augustinus Siwabessy. Ia didampingi para ahli, di antaranya Prof. Herman Johannes, fisikawan Dr. Achmad Baiquni, dr. Roebiono Kertopati, serta Prof. R. Goenarso. 

 

Para ahli PPRTA itu lantas melakukan penelitian di wilayah-wilayah timur Indonesia seperti Manado, Ambon, hingga Timor. Selain itu, Indonesia juga ikut menjadi salah satu dari 18 anggota awal lembaga energi atom internasional, International Atomic Energy Agency (IAEA), dan mengirim delegasinya untuk menghadiri konferensi pertama IAEA di Wina, Austria pada Oktober 1957. Delegasi Indonesia itu dipimpin diplomat cum perwakilan tetap RI di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Soedjarwo Tjondronegoro. Anggotanya Sujono Surjotjondro, Dr. Baiquni, Ir. Kuntohadi, dan Abdul Hadi. 

 

Beberapa hasil dari konferensi itu adalah perihal iuran keanggotaan. Menurut Teuku Reza, pemerintah mesti mengeluarkan kocek hingga 29.836 dolar Amerika per tahun. Lainnya adalah Indonesia mesti memiliki lembaga nasional di bidang atom, yang kemudian diwujudkan dengan didirikannya Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom pada 5 Desember 1958 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 1958. 

 

Jika Dewan Tenaga Atom lebih bersifat politis karena diisi para pejabat setingkat menteri, Lembaga Tenaga Atom (LTA) yang dipimpin Siwabessy bersifat pelaksana lapangan, utamanya menyiapkan perencanaan pembangunan reaktor nuklir, bukan untuk membangun senjata nuklir, melainkan memanfaatkan energi nuklir untuk tujuan-tujuan damai. Kelak pada 1965 LTA betransformasi menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan pada 2021 menjadi Organisasi Riset Tenaga Nuklir Badan Riset dan Inovasi Nasional (ORTN BRIN). 

 

“Cita-cita Bung Karno itu ingin menggunakan tenaga atom sebagai salah satu pendukung industrialisasi Indonesia. Seringkali beliau mengatakan bahwa (atom/nuklir) ini akan jadi salah satu tulang punggung kemajuan Indonesia ke depan,” tutur Prof. Djarot Sulistio Wisnubroto, kepala BATAN periode 2012-2018, kepada Historia.ID.

 

Langkah pertama yang diambil Siwabessy adalah menyiapkan sumber daya manusianya sedari jauh-jauh hari. Menurut Dr. Erlita dkk. dalam Sang Upuleru: Peringatan 100 Tahun Prof. Dr. GA Siwabessy, Lembaga Radiologi mengirim sejumlah sarjana ke sejumlah negara atas kerjasama beasiswa dari IAEA. Pun juga disiapkan sejumlah laboratorium: di Jakarta, di Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Institut Teknologi Bandung (ITB). 

 

“Pada 1957, dibangun laboratorium isotop di kawasan Pasar Jumat, Jakarta, disusul laboratorium isotop di UGM. Sejak mengirim para sarjananya untuk belajar nuklir, ITB pun ingin membangun reaktor nuklir pendidikan,” tulis Erlita dkk. 

 

Kerjasama dengan Amerika via IAEA dalam bentuk bantuan dana dan transfer teknologi kemudian berbuah didirikannya reaktor nuklir pertama di Bandung, yakni TRIGA-Mark II. Pembangunannya diserahkan pada para sarjana ITB di bawah pengawasan LTA.


Presiden Sukarno hadir dalam peletakan batu pertama pembangunannya pada 9 April 1961. Dalam pidatonya, Bung Karno menegaskan bahwa pembangunan reaktor itu ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus juga sebagai pijakan awal bangsa Indonesia agar tidak tertinggal dalam revolusi sains dan teknologi, khususnya atom dan antariksa. 

 

“Tadi telah diterangkan oleh Pak Siwabessy, diterangkan oleh Pak (Rektor ITB Prof. Raden Otong) Kosasih, bahwa ilmu tenaga atom hendaknya dipergunakan untuk kesejahteraan manusia. Ya memang Indonesia demikian tekadnya. Tidak menghendaki yang tenaga atom itu dipergunakan untuk destruction of mankind, kehancur-leburan daripada kemanusiaan ini. Tetapi saudara-saudara mengerti manakala kita bertekad demikian bagi bangsa kita sendiri, kita harus, tidak boleh tidak harus pula ikut-ikut dalam usaha atom, di dalam usaha outer space (antariksa, red.) ini,” ungkap Presiden Sukarno dalam pidatonya, dikutip Teuku Reza. 

 

Nama TRIGA merupakan akronim dari Training, Research, and Isotop Prodution by General Atomic. Ia merupakan reaktor penelitian dari perusahaan energi General Atomic. Reaktor yang dibangun dengan dana bantuan 350 ribu dolar dari Amerika itu punya kapasitas 250 kilowatt dengan masa penggunaan lima tahun. 

 

Sejalan dengannya, pemerintahan Sukarno juga menjalin kerjasama tenaga atom dengan Uni Soviet, rival Amerika. Menurut buku Berita M.I.P.I, Volume 6, kerjasama tersebut membuahkan pengiriman tim berisi empat ahli atom pimpinan Soeparmo B.Sc untuk pelatihan di Soviet pada 1 November 1961. Pengiriman tim itu berkelindan dengan rencana proyek LTA dalam pembangunan Reaktor IRT 1000 di Serpong, Tangerang. 

 

Reaktor Nuklir TRIGA-Mark II itu sendiri rampung pada 1965. Sesuai tujuan awal, reaktor itu jadi sumber aneka penelitian produksi isotop hingga potensi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Namun dalam perkembangannya, peralihan haluan politik membuat Bung Karno tergoda membuat bom atom. 

 



Comentarios

Obtuvo 0 de 5 estrellas.
Aún no hay calificaciones

Agrega una calificación
Seabad Batik Oey Soe Tjoen

Seabad Batik Oey Soe Tjoen

Salah satu batik tulis halus tertua di Indonesia. Pengerjaan yang penuh dedikasi dan balutan sejarah yang panjang menjadikan batik ini lebih dari sekedar kain, tetapi sebuah mahakarya seni.
Iming-iming Kekayaan di Balik Perekrutan Tenaga Kerja VOC

Iming-iming Kekayaan di Balik Perekrutan Tenaga Kerja VOC

Para perekrut tenaga kerja menggunakan tipuan dan iming-iming kekayaan untuk merekrut orang-orang Eropa miskin agar mau bekerja untuk VOC. Karena caranya itu mereka disebut penjual jiwa.
Sepenggal Riwayat Kampung Ampel

Sepenggal Riwayat Kampung Ampel

Kampung Ampel yang jadi tempat wisata religi amat dekat dengan pergerakan. Masjidnya yang didirikan Sunan Ampel pernah jadi tempat kongres.
Reformasi Atas Nama Revolusi

Reformasi Atas Nama Revolusi

Terinspirasi semangat revolusi Prancis, Daendels mereformasi total birokrasi pemerintahannya. Semua dijadikan pejabat pemerintah, diberi pangkat militer, dan digaji.
NU-Muhamadiyah Bersatu di Ampel

NU-Muhamadiyah Bersatu di Ampel

Sunan Ampel membangun kawasan yang kemudian membuat NU-Muhamadiyah bersatu. Ada dua ketua mereka yang dimakamkan di sini.
bottom of page