top of page

Sejarah Indonesia

Mula Riset Radioaktif

Mula Riset Radioaktif

Kontaminasi radioaktif yang ditemukan di Serpong dan kisah perkembangan riset radioaktif setelah ledakan nuklir di Pasifik.

Oleh :
28 Februari 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi para peneliti di depan simulator reaktor. Sumber: Sejarah Batan Jogja 1961-2014.

Kontaminasi radiokatif yang ditemukan di tanah kosong Perumahan Batan Indah, Serpong diketahui berasal dari rumah Blok A22. Polisi tengah memeriksa pemilik zat radioaktif illegal yang merupakan pegawai Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan pembuang limbah radioaktif tersebut. Sementara, Cesium 137 yang berada di dalam rumah tersebut disita polisi.


“BATAN mendukung kegiatan yang dilakukan Kepolisian dan Bapeten untuk menyelidiki adanya zat radioaktif yang tidak sah," kata Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama, BATAN Heru Umbara sebagaimana diberitakan Tempo.


Sebelumnya, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) menemukan paparan radiasi nuklir mencapai 1.818 kali lipat ambang batas kala melakukan uji fungsi alat pemantau radioaktivitas lingkungan bergerak (mobile RDMS-MONA) pada 30 dan 31 Januari 2020. Setelah ditelusuri, radiasi nuklir yang ditemukan berjenis radioaktif Cesium 137 yang merupakan zat tunggal. Jenis ini berbeda dengan zat radioaktif di fasilitas Reaktor riset GA Siwabessy. Lebih lanjut, sembilan detektor pemantau radiasi di Kompleks Puspiptek Serpong juga tidak menunjukkan adanya kebocoran nuklir dari Reaktor GA Siwabessy.


Untuk menanggulangi paparan radiasi ini, proses pembersihan terus dilakukan dengan mengeruk tanah yang terpapar radiasi nuklir. Sembilan warga di sekitar titik penemuan zat radioaktif pun menjalani pemerisaan kesehatan.


Bermula dari Ledakan Pulau Eniwetok


Riset nuklir di Indonesia mulai dilakukan sejak 1950-an. Hal ini bermula dari ujicoba bom hidrogen di Pulau Eniwetok oleh Amerika Serikat sejak 1952.  Ujicoba itu menimbulkan efek tak sepele bagi kawasan sekitarnya. Percobaan yang dilakukan beberapa kali oleh Amerika Serikat itu menurut Dr. Gerrit Augustinus Siwabessy menyebabkan banyak efek pada lingkungan sekitar Samudra Pasifik. Di Jepang, misalnya, ikan-ikan mati di tepian pantai. Orang-orang yang memakan ikan tersebut juga menjadi sakit. Debu radioaktif dari bom nuklir tersebut diperkirakan terbawa angin dan air yang kemudian dikomsumsi ikan di laut. Dari sinilah sebab orang-orang Jepang menjadi sakit.


Ilustrasi Prof. dr. G.A. Siwabessy (dok. Mursid D.)
Ilustrasi Prof. dr. G.A. Siwabessy (dok. Mursid D.)

Kekhawatiran ini pun melanda Indonesia yang letaknya berdekatan dengan Samudra Pasifik. Presiden Soekarno lantas mencari ahli-ahli yang dapat mengukur tingkat paparan radioaktivitas di lautan, udara, dan daratan Indonesia yang bersinggungan dengan Samudra Pasifik. Tugas itu lantas diserahkan pada Lembaga Radiologi dari Departemen Kesehatan yang punya peralatan geiger.


Namun lantaran tugas memeriksa paparan radioaktif dan riset nuklir merupakan bidang yang berbeda dengan penggunaan radio aktif untuk kebutuhan medis, dibentuklah Panitia Penyelidikan Radioaktifitas dan Tenaga Atom (PPRTA) berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 230 tahun 1954 tertanggal 23 November 1954. Dokter GA Siwabessy sebagai ketuanya.


Siwabessy yang kala itu menjadi Menteri Kesehatan punya banyak pengalaman dalam bidang radiologi. Sebelum menjabat sebagai menteri, ia pernah bertugas sebagai kepala Bagian Radiologi RSCM dan Kepala Lembaga Radiologi Departemen Kesehatan. Siwabessy mendapat beasiswa dari British Council untuk belajar radiologi di Universitas London pada 1949.


Kerja Siwabessy di PPRTA dibantu beberapa ahli dari Universitas Gadjah Mada, seperti Dr. Baiquni dan Prof. Ir. Herman Johannes yang namanya kini dijadikan nama jalan yang membentang di timur Galleria Mall ke utara hingga perempatan Sagan (MM UGM), Yogyakarta. Dalam tim ini, seperti dicatat “Sejarah BATAN Jogja 1961-2014”, Herman Johannes bertugas sebagai Ketua Seksi Fisika, Kimia, dan Teknologi. Ahli lain yakni dr. Rubiono dari Bagian Radiologi Rumah Sakit Gatot Subroto dan Prof. Ir. Gunarso dari ITB. Ada pula wakil-wakil dari instansi Angkatan Darat, udara, dan meterologi.


Prof. Ir. Herman Johannes. Sumber: Sejarah Batan Jogja 1961-2014.
Prof. Ir. Herman Johannes. Sumber: Sejarah Batan Jogja 1961-2014.

Panitia ini kemudian dikirim ke area yang berdekatan dengan Samudra Pasifik, seperti Manado, Ambon, dan Timor. Papua tidak termasuk karena masih jadi bagian Belanda. Selain air laut, pohon-pohon di sekitar, rumput, dan tanah diteliti. “Rumput-rumput terutama menjadi perhatian karena bila rumput-rumput yang mengandung fall out (jatuhan) radioaktif dimakan, hewan-hewan itu akan mati,” kata Siwabessy dalam memoarnya, Upuleru. Namun, sambungnya, syukurlah di Indonesia tidak terdapat jatuhan radioaktif yang berbahaya.


Sejak berkumpulnya para ahli nuklir dalam proyek ini, perhatian pada studi nuklir meningkat. Para ahli, seperti Erman Natawidjaja dan Sombu Pillay yang juga anggota tim PPRTA, dikirim ke luar negeri untuk mendalami nuklir. Siwabessy mengirim mereka ke London agar mereka memperdalam ilmu ini selama dua tahun.


Tim PPRTA lain yang dikirim untuk mempelajari radiologi ialah Baiquni. Ia berangkat ke Amerika Serikat pada 1955 untuk mengikuti International School of Nuclear Science and Engineering di Argonne National Laboratory yang jadi bagian dari program Atom for Peace oleh Presiden Eisenhower sejak 1953.


Ilustrasi Prof. Dr. A. Baiquini (dok. Mursid D.)
Ilustrasi Prof. Dr. A. Baiquini (dok. Mursid D.)

Pengiriman para ahli nuklir ke luar negeri bertujuan untuk mempersiapkan personel bagi pembangunan tenaga atom untuk maksud damai, misalnya pengembangan teknik nuklir, fisika nuklir, dan perlindungan serta keamanan radiasi nuklir. “Berbagai ahli dalam bidang atom perlu dididik di luar negeri. Lulusan ITB dan Gadjah Mada dan lain-lain ditarik ke dalam kegiatan,” kata Siwabessy.


Sekembalinya dari studi di luar negeri, para ahli ditempatkan di lembaga yang berkaitan dengan pemeliharaan dan pengembangan nuklir. Erman Natawidjaja dan Sombu Pillay, seperti dikisahkan Siwabessy, kemudian ditugaskan di Lembaga Radiologi Departemen Kesehatan. Sementara Baiquni, ikut menjadi anggota pendirian Pusat Penyelidikan Tenaga Atom Nasional bersama Herman Johannes dan Siwabessy. Setelah melalui serangkaian riset, dibentuklah Lembaga Tenaga Atom pada 5 Desember 1958 yang kemudian diperingati sebagai hari jadi BATAN.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Sumatra Utara dan Aceh dulu juga pernah dilanda banjir parah. Penyebabnya sama-sama penebangan hutan.
bottom of page