top of page

Sejarah Indonesia

Dari Timbul Lahirlah Indonesia

Dari Timbul Lahirlah Indonesia Raya

Proses kreatif penciptaan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

28 Oktober 2017

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Wage Rudolf Supratman dan notasi lengkap lagu Indonesia Raya menurut Panitia Lagu Kebangsaan Indonesia Raya tahun 1944. Foto: repro Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

PADA suatu sore, Wage Rudolf Supratman, wartawan suratkabar Sin Po, tersentak oleh artikel dalam majalah Timbul. Musababnya sebuah kalimat, “Alangkah baiknya kalau ada salah seorang dari pemuda Indonesia yang bisa menciptakan lagu kebangsaan Indonesia, sebab lain-lain bangsa semua telah memiliki lagu kebangsaannya masing-masing!”


Kalimat itu mengusik Supratman. Sepengetahuannya saat itu telah ada lagu Dari Barat Sampai ke Timur sebagai lagu kaum pergerakan. Tetapi, lagu itu belum mengesankan dan menggugah semangat berjuang. Dari situ muncul ide membikin lagu kebangsaan bukan sekadar lagu pergerakan.


Hingga suatu kali di pertengahan 1926, Supratman dikunjungi kakak iparnya, Oerip Kasansengari. Dia mendapat kawan diskusi yang menyenangkan. Selama seminggu keduanya banyak berdiskusi, umumnya soal politik. Termasuk tentang artikel majalah dan idenya tentang lagu kebangsaan.


“Begini Mas,” Supratman membuka pembicaraan, “saya pernah membaca majalah Timbul yang terbit di Solo, Jawa Tengah, yang isinya antara lain menanyakan kapan ada komponis kita yang dapat menciptakan lagu kebangsaan Indonesia, yang dapat menggelorakan semangat rakyat!”


Supratman menunjukkan majalah itu kepada Oerip. “Kalau bangsa Belanda punya lagu kebangsaan Wilhelmus, mengapa Indonesia belum punya. Sebab itu sekarang saya sedang mulai mengarang lagu dan saya beritahukan juga kepada bapak dan saudara-saudaraku untuk mendapat restunya,” kata Supratman.


“Selamat dan semoga berhasil dengan cita-citamu itu,” kata Oerip.


Menurut Anthony C. Hutabarat dalam biografi Wage Rudolf Soepratman, hasratnya untuk menggubah lagu yang dapat menjadi lagu kebangsaan semakin bertambah, setelah tersiar berita dari Indonesische Studieclub yang dipimpin Bung Karno, bahwa perlu adanya segera lagu nasional.


Meskipun tak berorganisasi, Supratman akrab dengan orang-orang pergerakan. Dia meliput kegiatan-kegiatan mereka. Dia juga bergaul dengan anggota Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI).


Dalam Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Bondan Winarno mencatat Supratman mulai sering ikut berdiskusi dengan para pemuda yang selalu berkumpul di Gedung Perkumpulan Indonesia (Indonesische Clubgebow) di Gang Kramat (sekarang Jalan Kramat 106 Jakarta Pusat).


Atmosfer itu yang mendorong Supratman membikin lagu kebangsaan. Dengan lagu itu dia bisa berkontribusi dalam pergerakan nasional. Tidak jelas berapa lama dia menggubah lagu kebangsaan.


Menurut Bondan dalam prosesnya Supratman dibantu Theo Pangemanan, tokoh kepanduan yang mahir bermusik. Ketika nadanya telah tercipta, dia langsung menetapkan judul “Indonesia” untuk lagunya. Sementara liriknya mengambil inspirasi dari jargon dan ungkapan aktivis pergerakan yang akrab didengarnya dalam percakapan-percakapan di Gang Kramat.


Ketika lagu itu selesai digubah, para pemuda pergerakan di Batavia sedang sibuk mempersiapkan Kongres Pemuda II. Supratman menulis surat kepada panitia guna memperkenalkan lagunya dan menjajaki kemungkinan lagu itu diperdengarkan dalam kongres. Panitia mengizinkan lagu itu diperdengarkan dalam penutupan kongres.


“Dia membawa ciptaannya itu dan memperdengarkannya antara lain kepada Sugondo Joyopuspito, Arnold Mononutu, dan A. Sigit,” tulis Bondan.


Supratman kemudian membawakan lagu itu dengan biolanya usai sidang pleno ketiga Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928. Penampilannya mendapat sambutan hangat peserta kongres.


“Setelah Wage Rudolf Supratman mengakhiri permainan biolanya, serentak para hadirin memberi sambutan dengan tepuk tangan gemuruh. Sebagian malah ada yang berdiri sejenak untuk bertepuk tangan. Sebagian lagi ada yang meneriakkan pujian,” tulis B. Sularto dalam Sejarah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page