top of page

Sejarah Indonesia

Debus dan Tarekat di Banten

Kesaktian dan ilmu kekebalan membuat masyarakat tertarik belajar tarekat. Kemampuan ini pernah dipakai untuk melawan Belanda.

Oleh :
29 April 2021
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Pertunjukkan debus. (Sony Herdiana/Shutterstock).

TTajamnya golok tak mampu mengiris lidah pemain debus. Racun kalajengking tak mempan padanya. Linggis dari besi bengkok di tangannya. Kesaktian dan kekebalan pemain debus membuat beragam senjata tajam tak ada apa-apanya di tubuh mereka.


Debus terkenal berasal dari Banten. Namun, atraksi ini juga dikenal di Cirebon, Maluku, Aceh, tersebar ke Perak, Semenanjung Melayu. Permainan ini berakar dari tarekat yang menyebar ketika Islam masuk ke Nusantara.


“Itu semua tempat yang sering didatangi pedagang rempah. Debus ini menjadi indikasi pemakaian tarekat. Orang debus biasa membaca ratib dan sebagainya,” kata Martin van Bruinessen, ahli studi tentang Islam dari Utrecht University, Belanda, dalam diskusi daring bertema “Tradisi dan Jaringan Sufisme di Jalur Rempah: Mencari Akar Kosmopolitan Islam Nusantara”, Sabtu, 24 April 2021.


Masyarakat Nusantara tertarik pada tarekat karena banyak yang mengincar ilmu kekebalan (ngelmu).


Menurut Rohman, peneliti Bantenologi dan pengajar di IAIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten, keinginan menguasai ilmu kebal telah turun temurun dari generasi ke generasi di Nusantara. Sebelum Islam masuk, orang-orang menggunakan mantra dari tradisi Hindu dan Buddha untuk melindungi diri dari bahaya. Ketika Islam datang, hal itu diwakili oleh tarekat.


“Meskipun tujuan tarekat adalah untuk mendekatkan para pelakon kepada Tuhan, banyak muslim lokal selama fase pertama penyebaran Islam bergabung dengan tarekat karena ritualnya mirip dengan praktik pra-Islam,” tulis Rohman dalam “The Result of a Holy Alliance: Debus and Tariqah in Banten Province”, Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Afkaruna Vol. 9 No. 1 Januari–Juni 2013.


Zikir dan wirid dianggap seperti mantra. Ajaran meditasi dan asketisme yang dipraktikkan oleh guru tarekat dibandingkan dengan ritual tapa (meditasi) pada masa pra-Islam.

Keahlian debus berdasarkan ajaran tarekat pun mempercepat penyebaran Islam, terutama yang terjadi di Kesultanan Banten.


Rohman menyebut bahwa praktik ilmu kekebalan tak hanya dilakukan oleh tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, tetapi juga oleh tarekat Sammaniyah, Rifa’iyah, dan Shadziliyah.


Debus dan Tarekat


Martin van Bruinessendalam Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat,mencatat bahwa tarekat Rifa’iyah yang paling berpengaruh dalam debus. Jejaknya jelas ada di Banten.


Moh. Hudaeri, dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, menambahkan bahwa unsur utama dalam debus, yaitu permainan dengan senjata tajam yang ditikam ke tubuh, jelas berasal dari tarekat Rifa’iyah.


“Tradisi serupa ditemukan pula pada penganut tarekat Rifa’iyah di Turki dan Mesir,” tulis Hudaeri dalam “Debus di Banten; Pertautan Tarekat dengan Budaya Lokal”, Al Qalam Vol. 27 No. 1 (Januari–April 2010).


Tarekat Rifai’yah menyebar dari lingkungan istana dan elitekepada penduduk pada masa Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyuddin (1773–1799).


Menurut Van Bruinessen, sang raja mengajarkan tentaranya berbagai doa dan teknik yang dengan berkah Syekh Ahmad Rifa’i dan wali lainnya akan membuat mereka kebal terhadap besi, api, dan racun.


Selain tarekat Rifai’yah, orang Banten juga menghubungkan debus dengan tarekat Qadariyah. “Saya mengetahui satu tempat saja di mana tarekat Qadariyah juga menjalankan praktik itu dan tempat tersebut adalah Kurdistan,” kata Van Bruinessen.


Tarekat Qadariyah di Banten berawal dari paruh kedua abad ke-19. Namun, ada bukti yang menunjukkan bahwa ilmu Syekh Abd Al-Qadir Al-Jilani sudah diajarkan di suatu perguruan di atas Gunung Karang pada abad ke-17. Ilmunya juga dikenal di Cirebon.


“Bukan kebetulan kalau di Gunung Karang juga dikenal sebagai salah satu pusat perkembangan debus,” kata Van Bruinessen.


Kemungkinan tarekat Qadariyah menyebar dari istana kepada masyarakathampir bersamaan dengan tarekat Rifa’iyah.


“Rujukan tertulis paling awal adalah dari masa pemerintahan Sultan Zainal Asyiqin (1753–1773),” jelas Van Bruinessen. 


Mencapai Tingkat Fana


Untuk menguasai debus, penganut tarekat harus puasa, membaca doa-doa tertentu, zikir, wirid, serta salawat kepada Nabi Muhammad Saw. dan para aulia, yakni guru tarekat dan guru debus.


Dalam tradisi tarekat, permainan debus berfungsi untuk menguji tingkat kefanaan seseorang ketika melakukan wirid dan zikir. Jika telah sampai pada tingkatan fana, dia akan mampu melakukan sesuatu yang keluar dari hukum alam.


“Ini berkorelasi dengan makna fana yang artinya suatu pengalaman rohani yang merasakan peleburan dalam Zat Yang Maha Tinggi,” tulis Hudaeri.


Cerita keajaiban dan kejadian luar biasa yang dimiliki seorang guru sufi mendorong orang-orangmasuk tarekat. Kesaktian para wali ini seringkali dikisahkan dalam perlawanan melawan kolonialisme.


Debus Melawan Penjajah


Syekh Yusuf Al-Makassari merupakanguru tarekat yang memimpin jihaddi Banten melawan Belanda selama dua tahun (1682–1684).


“Dia merupakan contoh seorang sufi yang saleh sekaligus pejuang fisik yang hebat,”kata Van Bruinessen.


Peran Syekh Yusuf menonjol ketika Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1683) melawan Belanda. Setelah sang sultan ditangkap Belanda, dia memimpin pasukan bergerilya di wilayah Banten dan Jawa Barat. Pasukannya sulit ditundukan Belanda.


Kisah Syekh Yusuf pun berkembang di masyarakat. Dia dipercaya kebal senjata dan tak bisa dilihat musuh. Kendati pada akhirnya dia ditangkap Belanda lewat tipu muslihat.


Menurut Rohman, Sultan Ageng Tirtayasa dan Syekh Yusuf mengajarkan kekebalan kepada prajuritnya untuk mendongkrak semangat melawan Belanda. Ketika ketegangan antara Kesultanan Banten dan Belanda meningkat, para pejabat kesultanan berdakwah dan mengajarkan kekebalan di pedalaman Banten.


Pada masa revolusi kemerdekaan tahun 1945–1949, Kiai Abdurrahim dari Maja, seorang guru debus,bersama muridnya datang ke Serpong untuk melawan tentara KNIL. Mereka hendakmenguji kekebalan.


Sebelumnya mereka selalu kebal terhadap api dan golok. Karenanya mereka yakin akan kebal terhadap peluru Belanda.


“Tanpa mencari perlindungan mereka menyerang KNIL, hampir semua, 120 orang tertembak mati,” kata Van Bruinessen berdasarkan wawancara dengan Kiai Istikhari di Bogor pada 1988. Ketika peristiwa itu terjadi, Kiai Istikhari aktif dalam Laskar Hisbullah, berada tak jauh dari tempat kejadian.


Pada praktiknya, debus tak hanya mengandalkan sumber tarekat. Tapi juga mengambil unsur-unsur dari tradisi lokal pra-Islam.Karenanya banyak yang memandang debus bertentangan dengan ajaran Islam. Debus pun dinilai lebih banyak menonjolkan hal-hal yang tak bersumber dari tradisi awal debus.


Pada masa kini, teknik permainan debus tak terbatas pada penggunaan senjata tajam. Namun juga tak bisa dipisahkan dari keahlian silat yang umum dimiliki para jawara.


“Bahkan mengacu kepada teknik magis yang lain, seperti kemampuan memukul dari jarak jauh, menjinakan hewan, mengajak ruh harimau dan kekuatan dahsyat lainnya untuk masuk ke dalam tubuh,” kata Van Bruinessen.


Debus tak lagi menarikbagi penganut tarekat Qadiriyah. Ilmu Syekh Abdul Qadir yang diterapkan bukan lagi ilmu kekebalan, melainkan ilmu mensucikan hati.


“Ini tak lepas dari situasi politik yang banyak berubah,” kata Van Bruinessen. “Jihad untuk orang tarekat sekarang bukan perjuangan fisik lagi tetapi perjuangan batin.” Dan debus pun kini menjadi pertunjukan hiburan yang populer.

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Meski punya pengalaman kurang menyenangkan di lapangan sepakbola di masa kolonial, Bung Karno peduli dengan sepakbola nasional. Dia memprakarsai pembangunan stadion utama, mulai dari Lapangan Ikada hingga Gelora Bung Karno.
Juragan Besi Tua Asal Manado

Juragan Besi Tua Asal Manado

Bekas tentara KNIL yang jadi pengusaha kopra dan besi tua ini sempat jadi bupati sebelum ikut gerilya bersama Permesta.
Sinong Kurir Kahar Muzakkar

Sinong Kurir Kahar Muzakkar

Terlihat seperti bocah, lelaki berusia 28 tahun ini memberi informasi berharga tentang "dalaman" Kahar Muzakkar kepada TNI.
Misteri Sulap

Misteri Sulap

Berusia setua peradaban manusia, sulap pernah bersanding dengan sihir. Sulap modern masuk pada masa kolonial Belanda. Pesulap Indonesia umumnya keturunan Tionghoa.
Spesialis Pencabut Nyawa

Spesialis Pencabut Nyawa

Dibentuk sebagai alat pemukul dan mesin pembunuh, Korps Pasukan Khusus (KST) Belanda melakukan aksi-aksi brutal.
bottom of page