top of page

Sejarah Indonesia

Der Panzer Tersungkur

Der Panzer Tersungkur

Terlepas logis-tidaknya siklus kutukan atau kebetulan, Jerman mengulang rekor getir 80 tahun lampau.

29 Juni 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Skuad Jerman sang juara bertahan Piala Dunia, terpaksa pulang lebih cepat setelah terbunuh di fase grup (Foto: dfb.de)

DIFAVORITKAN di Piala Dunia 2018, sang juara bertahan Jerman malah tersungkur. Kekalahan 0-2 dari Korea Selatan di partai terakhir Grup F, Rabu (27/6/2018), mengakhiri perjalanan tim besutan Joachim Löw di Rusia.


Bukan hanya para fans Der Panzer, para pengamat banyak yang terhenyak kaget bahkan kecewa. Eks pelatih dan pengamat sepakbola berdarah Jerman, Timo Scheunemann, juga geleng-geleng kepala.


“Jerman gagal karena Löw lambat merombak tim walau amunisi pemain muda sangat banyak. Juga karena pemain tidak pede (percaya diri, red.),” ujar figur yang akrab disapa Coach Timo itu kepada Historia.


Timo melihat para pemain yang komposisinya banyak berasal dari klub besar Bayern Munich itu belum pulih kepercayaan dirinya. Terutama pasca-kalah dari Real Madrid di final Liga Champions dan dari Eintracht Frankfurt di final DFB Pokal.


Kekalahan Jerman dalam laga-laga ujicoba jelang Piala Dunia ikut menambah beban berat mereka. “Alhasil, Jerman bermain monoton tanpa kreativitas. Permainannya juga lamban dan pantas tidak lolos grup,” lanjutnya.



Kegagalan Jerman juga menguatkan rumor kutukan juara bertahan Piala Dunia asal Eropa, para juara tumbang di fase grup Piala Dunia berikutnya. Jerman menambah deretan daftar itu setelah Prancis gagal di 2002, Italia di 2010, dan Spanyol di 2014.


“Siklus atau kutukan-kutukan biasanya hanya sebuah kebetulan semata. Tapi kali ini saya rasa ada logika di belakangnya. Sudah empat juara bertahan tumbang di fase grup. Ini bukan kebetulan,” tandas Timo.


Delapan Dasawarsa Silam


Kegagalan di Rusia jadi kali kedua Jerman gugur di babak pertama Piala Dunia. Kegagalan pertama terjadi delapan dasawarsa silam di Piala Dunia 1938 Prancis. Kala itu Jerman juga difavoritkan.


Alasan kuat yang melatarbelakangi pem-favoritan Jerman apa lagi kalau bukan sebagai penyandang juara tiga di edisi sebelumnya, serta berlimpahnya suntikan pemain dari Austria. Suntikan itu terjadi karena pada 12 Maret 1938 atau sekira dua bulan jelang Piala Dunia, Jerman di bawah Hitler menganeksasi Austria. Padahal, Austria dengan Wunderteam-nya sebetulnya sudah lolos kualifikasi.


Kecuali sang kapten Matthias Sindelar yang menolak bermain di bawah panji Nazi, sembilan eks Wunderteam bergabung ke dalam tim Jerman besutan pelatih Sepp Herberger yang akan main di Prancis. Mereka antara lain Rudolf Rafti (kiper), Willibald Schmaus (bek), Stefan Skaumal (gelandang), dan Hans Pesser (penyerang).


Pelatih Herberger, yang dimandatkan DFB (induk sepakbola Jerman) menampilkan komposisi starting IX antara pemain Jerman dan eks Austria dengan rasio 6:5 atau 5:6, kata David Goldblatt dalam The Ball is Round: A Global History of Football, terpaksa menerapkan sistem “WM”. Dalam taktik itu, tiga penyerang dan dua gelandang tengah membentuk formasi huruf W sementara tiga bek dan dua pemain sayap membentuk formasi huruf M.


Hampir semua pemain eks-Austria gagal paham sistem tersebut. “Tuan Herberger, saya takkan pernah mengerti sistem WM,” keluh pemain belakang eks-Austria, Willi Schmaus, dalam sebuah sesi latihan di Duisburg, dikutip laman resmi DFB, 1 Juni 2018. Sayang, Herberger tetap memaksakan sistemnya.



Sistem itulah yang dipakai Jerman ketika memainkan laga perdana Piala Dunia di Stadion Parc des Princes, Paris, 4 Juni 1938 kontra Swiss. Kedua tim bermain imbang 1-1. Hasil itu mengharuskan kedua tim memainkan pertandingan ulang.


Lima hari berselang, keduanya bertarung lagi di venue yang sama dengan hasil getir buat pasukan Herberger. Jerman tumbang 2-4. Situasi politik membuat kekalahan Jerman jadi berita besar, terutama di Swiss.


“Swiss tepuk dada membalas propaganda Jerman dengan headline karya Edwin Kleiner dari media SPORT: ‘60 juta orang Jerman melawan kami, tapi 11 pemain Swiss sudah cukup (mengalahkan Jerman)’,” tulis Walter Lutz dalam The Saga of World Football.



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page