top of page

Sejarah Indonesia

Di Hadapan Lenin Sneevliet Anjurkan Kerjasama Dengan Islam

Di Hadapan Lenin, Sneevliet Anjurkan Kerjasama Dengan Islam

Walaupun namanya kedengaran religius, Sarekat Islam memiliki karakter kelas. Dihitung sebagai kawan seiring menuju revolusi.

Oleh :
8 Januari 2016

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Henk Sneevliet (silang merah) sedang berada di tengah sidang Komintern, Juli 1920. Tampak Lenin duduk menghadap meja, ketiga dari kanan. Foto: IISG, Amsterdam.

DALAM kongres Komintern kedua yang diselenggarakan di Moskow dan Petrograd, Juli 1920, situasi negeri-negeri jajahan di Timur, termasuk Hindia Belanda, jadi salah satu agenda utama pembahasan. Henk Sneevliet dipilih untuk menjadi ketua komisinya. Pemilihan itu menurut Ruth McVey dalam Kemunculan Komunisme di Indonesia karena melihat tujuan wewenang yang diberikan kepada Sneevliet dari organisasi-organisasi di Hindia ketika dia diusir dari Hindia Belanda. 


Sedangkan menurut guru besar ilmu politik University of Waikato, Selandia Baru Dov Bing pemilihan Sneevliet karena dia dianggap berpengalaman hidup di negeri koloni seperti Hindia Belanda. “Dia tak hanya menguasai revolusi di negeri kolonial secara teoritis tapi juga punya pengalaman langsung dari tangan pertama tentang kekuatan dan kelemahan gerakan proletar di Hindia Belanda.”


Bagi rekan-rekannya di Hindia Belanda, Sneevliet menjadi tumpuan untuk mewakili kepentingan partai di Komintern. Sneevliet, menurut McVey, semula bersikap ragu terhadap kerjasama semua golongan radikal di Hindia Belanda, terutama dari kalangan Islam. Namun setibanya di Belanda, dia berbalik arah dan menjadi pendukung kerjasama Islam dan komunis yang gigih karena melihat potensi kekuatan progresif dari Sarekat Islam.


Dalam kongres Komintern kedua itu, Sneevliet menyampaikan argumentasinya tentang mengapa gerakan revolusioner di Hindia Belanda harus bersatu dengan Sarekat Islam. Karena walaupun nama organisasinya terdengar religius, demikian kata Sneevliet, “Sarekat Islam memiliki karakter kelas... kita dapat menghargai tugas gerakan revolusioner sosialis untuk membangun ikatan kuat dengan organisasi masssa dengan organisasi massa Sarekat Islam.”


Menurut anjurannya, kaum sosialis revolusioner di Hindia Belanda harus mampu menyusun kerjasama yang lebih luas dengan kalangan Islam serta menggalang kaum proletar untuk menumbangkan kolonialisme. “Dalam kongres ISDV pada 1918 membuktikan betapa besar pengaruhnya di kalangan bumiputera. Program revolusioner sudah disepakati, tak ada jalan lain untuk meraih kemerdekaan kecuali dengan cara aksi massa sosialis,” kata Sneevliet dalam pidatonya di Komintern kedua, seperti dikutip dari Ruth McVey.


Cara kerja sama ini pula disebut sebagai teori “block-within” (blok di dalam) yang bermakna bahwa kaum sosialis revolusioner harus masuk ke dalam organisasi seperti Sarekat Islam serta membawa massa organisasi tersebut ke arah yang lebih progresif dan revolusioner.  


Perhatian Sneevliet pada Hindia Belanda memang tidak beranjak untuk beberapa waktu setelah pengusirannya. Setibanya di Belanda, dia masih berorientasi kepada gerakan dan memikirkan strategi  partai di Hindia Belanda. Tak lama setelah terbit artikel di harian Nieuwe Rotterdamsche Courant, 20 Januari 1924, Henk masih menyempatkan menulis tanggapannya.


Menurut dia, koresponden dari koran “terpenting kaum kapitalis” itu melaporkan situasi di Jawa: tentang kemunculan sebuah gerakan rakyat sejati yang berhimpun di dalam Partai Komunis Indonesia. Sneevliet juga menulis tentang kegagalan pemimpin Sarekat Islam memperluas gerakannya karena faktor “personal karakter”, sementara Boedi Oetomo malah berubah menjadi organisasi priayi Jawa.


“Tapi PKI sebagian besar terdiri dari kaum pekerja. Ada ribuan buruh keretaapi, buruh pabrik, rakyat yang terhubung dengan proses industrialisasi,” tulis Sneevliet dalam konsep tulisan yang kini tersimpan di koleksi arsip Institut Internasional untuk Sejarah Sosial, Amsterdam.  


Pengalaman beberapa organisasi di Hindia Belanda yang gagal memperluas gerakan dan meningkatkan partisipasi rakyat, dijawab oleh PKI dengan meradikalisasi massa dan memobilisasi mereka sebagai kekuatan revolusioner.   Sebelum adanya disiplin organisasi yang diberlakukan Haji Agus Salim pada 1921, massa pendukung PKI juga menjadi bagian keanggotaan Sarekat Islam. Setelah pemberlakukan dispilin itu, PKI menempuh jalannya sendiri, begitu pula Sarekat Islam.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Guru Besar Itu Bernama Mamdani

Guru Besar Itu Bernama Mamdani

Ayah Zohran Mamdani pernah diusir Diktator Idi Amin. Karya-karyanya menyinggung Afrika pasca-kolonial hingga hukum adat di Indonesia.
Misi Orde Baru Menggerus PNI dan NU

Misi Orde Baru Menggerus PNI dan NU

Setelah menumpas PKI, rezim Orde Baru kemudian menghabisi PNI dan NU. Dengan begitu Soeharto dapat berkuasa selama tiga dekade.
Mengenal Pahlawan Nasional Rahmah El Yunusiyah

Mengenal Pahlawan Nasional Rahmah El Yunusiyah

HR Rasuna Said turut berguru pada Rahmah El Yunusiyah. Universitas Al-Azhar di Kairo terinspirasi membuka kampus khusus perempuan darinya.
Soebandrio Tidak Menyesal Masuk Penjara Orde Baru

Soebandrio Tidak Menyesal Masuk Penjara Orde Baru

Soebandrio dikenal memiliki selera humor yang tinggi. Selama menjadi tahanan politik Orde Baru, dia mendalami agama Islam, sehingga merasa tidak rugi masuk penjara.
Lagi, Seruan Menolak Gelar Pahlawan Nasional Bagi Soeharto

Lagi, Seruan Menolak Gelar Pahlawan Nasional Bagi Soeharto

Wacana penganugerahan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto kian santer. Dinilai sebagai upaya pengaburan sejarah dan pemutihan jejak kelam sang diktator.
bottom of page