top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Ibnu Sutowo dan Anak Buahnya Kibuli Wartawan

Pers membidik dugaan korupsi besar-besaran dan penyalahgunaan kekuasaan pimpinan pada manajemen PN Permina. Upaya seorang wartawan untuk melacak keterangan berujung apes.

28 Apr 2024

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ibnu Sutowo, Direktur Utama Pertamina (1968-1976). (Wikimedia Commons).

SEWAKTU menjabat direktur utama (dirut) PN Permina, Ibnu Sutowo pernah dikabarkan memiliki 21 mobil pribadi. Berita seperti itu pada tahun 1967 terbilang sensitif. Sebab, pada saat yang sama perekonomian Indonesia sedang dalam pemulihan. Inflasi dan krisis ekonomi setelah gonjang-ganjing politik 1965 banyak bikin orang jatuh miskin. Cari makan saja susah, apalagi beli mobil. Pers pun berupaya mencari tahu kebenaran tentang sepak terjang Ibnu Sutowo.


Menurut seorang pejabat PN Permina Medan, di garasi rumah Ibnu Sutowo memang banyak berjejer mobil-mobil mewah berbagai tipe. Tapi, itu semua bukan kepunyaan pribadi Ibnu, melainkan kepunyaan perusahaan. Meski terjawab, keterangan itu masih belum memuaskan. Kejanggalan dalam manajemen Permina saat itu cukup disoroti oleh publik.



Beberapa kalangan pers dalam dan luar negeri mensinyalir adanya korupsi besar-besaran dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Ibnu. Selain menjabat dirut Permina, Ibnu juga merangkap sebagai dirjen migas Departemen Pertambangan. Ibnu sendiri menyangkal pemberitaan dirinya termasuk rumor tentang pemeriksaan kasusnya oleh pihak berwajib. Itu semua, kata Ibnu, fitnah saja.


Mingguan Mahasiswa Indonesia Jawa Barat, Minggu III April 1967, pernah menurunkan laporan berjudul “Ibnu Sutowo ‘Raja Minyak’ Indonesia". Dalam laporan itu, Ibnu disebutkan berkonflik dengan Menteri Pertambangan Ir. Slamet Bratanata soal pelaksanaaan eksplorasi minyak di beberapa daerah tambang minyak di Indonesia. Menteri Slamet menginginkan sistem terbuka sedangkan Ibnu Sutowo menetapkan sistem tertutup. Yang miris adalah kabar seputar gaya hidup Ibnu yang kelewat glamor. Mulai dari lantai rumah bersepuh marmer, mobil-mobil mewah, sejumlah pengawal, hingga kegandrungannya pada olahraga mahal seperti golf.



Ketika hal itu dikonfirmasi lagi oleh wartawan MI dalam sebuah kesempatan jumpa pers, Ibnu hanya bisa mengelak. “Jangan hari ini, nanti lain kali,” kata Ibnu singkat dikutip dalam Mahasiswa Indonesia, Minggu I, Mei 1967.


Saat itu, pada hari Sabtu di pekan terakhir April 1967, Ibnu menghadiri penamatan 48 orang lulusan angkatan I Akademi Perminyakan Permina di Bandung. Di sela-sela acara, Ibnu mengadakan sesi wawancara bersama para wartawan yang mengikuti rombongannya dari Jakarta beserta beberapa wartawan Bandung. Ketika ditanyakan tentang masalah yang sedang ramai dibicarakan mengenai Permina, Ibnu menolak memberi keterangan.

 

“Jangan hari ini, sekarang saya hanya bersedia bicara tentang pendidikan,” ujar Ibnu kepada wartawan Mahasiswa Indonesia.



Kendati demikian, Ibnu menjanjikan wawancara khusus di hari lain. Agenda itu diserahkan Ibnu kepada Kepala Humas PN Permina Mayor Judo Sumbono untuk mengatur waktunya. Tapi, Mayor Judo tidak segera menetukan kapan waktu wawancara. Dia meminta wartawan Mahasiswa Indonesia datang ke Hotel Preanger tempatnya menginap untuk membicarakan waktu wawancara yang tepat.


“Tapi ketika wartawan MI datang, Mayor Judo Sumbono telah keburu terbang ke Jakarta beberapa jam sebelum waktu yang dijanjikannya untuk menemui wartawan MI. Tidak diperoleh kabar apakah kepergian Kepala Humas PN Permina itu secara mendadak kembali ke Jakarta atau karena sesuatu tugas penting yang mendesak atau karena sebab-sebab lain,” dilansir Mahasiswa Indonesia.


Ibnu tetap tak tersentuh, bahkan tetap menjabat dirut Permina yang kemudian bersalin nama menjadi Pertamina. Setelah diberhentikan akibat Pertamina terjerat utang dan skandal korupsi, Ibnu membesut perusahaan minyak dan gas Malaysia Petronas. Sementara itu, Mayor Judo Sumbono dikemudian hari menjadi dirut Pertamina ketiga (1981—1984) menggantikan Piet Haryono.



Judo Sumbono tak pernah lupa pada Ibnu Sutowo mantan bosnya. Setelah sekian lama meninggalkan Pertamina, Ibnu hadir di kantor pusat Pertamina pada 27 April 1981. Kedatangannya bertepatan dengan penandatanganan kontrak penjualan LNG Arun kepada pihak pemerintah Jepang.


“Ibnu sutowo, 66 diundang oleh Dirut Pertamina Judo Sumbono untuk menghadiri penandatanganan kontrak penjualan LNG Arun kepada pihak Jepang. Ia banyak tersenyum dan tertawa,” demikian diwartakan Tempo, 9 Mei 1981.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
bottom of page