top of page

Sejarah Indonesia

Ke Mana Perginya Pangeran Hendrik Di

Ke Mana Perginya Pangeran Hendrik di Surabaya?

Di Surabaya Utara, terbentang jalan bernama Jalan Benteng. Sejarah daerah ini terkait Benteng Prins Hendrik.

6 Agustus 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Stasiun Benteng, Surabaya. Bersama Jalan Benteng di dekatnya, dulunya stasiun dan kawasan di sekitarnya merupakan benteng Belanda Prins Hendrik. (Evremonde/Wikipedia)

AWAL 1929, Kapten Carel Pieter Brest van Kempen mendapat tugas ke Surabaya. Kapten zeni itu, sebut De Locomotief tanggal 22 Februari 1929, diperintahkan memeriksa Benteng Prins Hendrik atau Pangeran Hendrik.

 

Kapten kelahiran Blitar, Jawa Timur itu tiba di Surabaya pada Sabtu, 16 Februari 1929 bersama satu detasemen zeni (sappers). Dia mesti bekerja cepat sebab pada Rabu, 20 Februari sudah diharuskan membuat penilaian terhadap benteng tua tersebut.

 

Pasukan zeni itu mengagumi konstruksi benteng yang dibangun seabad sebelumnya itu masih terlihat kokoh. Batu bata besar untuk membangun benteng itu dulu harus dikirim jauh-jauh dari Negeri Belanda. Maka terpikir oleh Kapten Brest van Kempen untuk melestarikannya. Sebab, banyak warga Eropa di Surabaya begitu menaruh minat pada sejarah benteng itu.

 

Benteng Prins Hendrik bagian penting dari kota Surabaya. Kota ini dari zaman ke zaman punya peran penting. Tak terkecuali bagi Gubernur Jenderal Hindia Belanda Graaf van den Bosch, yang menjadikan Surabaya sebagai basis pertahanan utama.

 

“Ia membangun benteng besar yang megah pada tahun 1837, diberi nama Benteng Prins Hendrik. Melengkapi perbentengan tersebut, dibangun tembok keliling  mengelilingi kawasan pemukiman Eropa di sisi barat Kalimas,” tulis Purnawan Basundoro dkk. dalam Tempat-tempat Bersejarah di kota Surabaya.

 

Namun, Benteng Prins Hendrik tak terawat dengan baik. Tembok yang mengelilingi kawasan orang Eropa pun sudah mulai menghilang pada 1852. Sebagian benteng pada sekitar 1890-an ada yang dimanfaatkan sebagai penjara wanita. Sementara, bagian lain benteng itu perlahan hilang. Di era tersebut, daerah ini bukanlah lagi daerah peperangan.

 

Pada akhir abad ke-19, pemerintah kolonial lebih banyak berperang di luar Jawa. Cara berperang tentara kolonial juga sudah berubah menjelang pergantian abad XIX ke abad XX itu. Namun, Benteng Prins Hendrik ada pula gantinya, yakni benteng baru di daerah Kedung Cowek. Benteng ini tentu lebih modern daripada Benteng Prins Hendrik.

 

Daerah sekitar tempat Benteng Prins Hendrik lalu dilirik pihak swasta sebagai daerah bisnis. Letaknya strategis, tidak begitu jauh dari kawasan Pelabuhan Ujung, Surabaya. Di pelabuhan itulah pintu ekspor gula, yang jadi komoditas utama Jawa Timur, berada.

 

Pentingnya Pelabuhan Ujung membuat penyempurnaannya terus diupayakan. Seperti pembangunan jaringan rel keretaapi. Koran De Locomotief tanggal 1 Desember 1899 mencatat, pembangunan jalur keretaapi Gubeng-Kalimas Timur salah satu cabangnya melewati daerah Kampung Baru. Oleh karenanya, beberapa monumen makam di depan bekas Benteng Prins Hendrik pun kemudian dibersihkan. Jadi, kehadiran pasukan zeni militer Belanda sangatlah penting bagi pemerintah kolonial dan pebisnis. Karena itulah Kapten Carel Pieter Brest van Kempen dan detasemennya ditugaskan ke sana.

 

Perusahaan keretaapi negara Staat Spoor (SS) juga berjasa dalam penghilangan Benteng Prins Hendrik. Bataviaasche Nieuwsblad tanggal 24 Januari 1914 menyebut, SS mengambil alih bangunan-bangunan militer tua di bekas Benteng Prins Hendrik itu pada 1914. Bangunan-bangunan tersebut lalu dihancurkan untuk dibangun gudang dan depo. Begitulah perubahan daerah kawasan militer menjadi kawasan bisnis di Surabaya.

 

Hingga kini, kawasan di sekitar Kalimas itu masih menjadi daerah niaga. Bisnis di daerah ini terkait dengan sektor pelayaran, terutama perniagaan tali tambang kapal atau tangki air plastik besar.


Namun sudah tak ada lagi jejak bangunan benteng di sana. Hanya ada nama Jalan Benteng I dan Jalan Benteng II di daerah itu sebagai penanda di samping kampung bernama Benteng Dalam. Namun tak ada lagi cerita terkait nama Benteng di daerah itu.

 

“Sebelum saya lahir sudah ada,” kata penduduk Benteng Dalam yang enggan disebut namanya.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page