top of page

Sejarah Indonesia

Kisah Cinta Rohana Dan Abdul Kudus Dua Sejoli Dari Tanah Minang

Kisah Cinta Rohana dan Abdul Kudus: Dua Sejoli dari Tanah Minang

Rohana dan Abdul Kudus, suami-istri yang berjuang bersama melawan penjajahan di Sumatera Barat. Pasangan serasi dan saling mengerti.

Oleh :
19 November 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi Abdul dan Rohana Kudus. (Betaria Sarulina/Historia)

SAMBIL saling menggenggam tangan, Rohana dan Abdul Kudus gelar Pamuncak Sutan barjalan beriringan berkeliling desa untuk mengunjungi rumah sanak familinya. Aktivitas bersilaturahmi sambil mengenalkan pasangan baru tersebut menjadi rutinitas Rohana dan Abdul ketika pengantin baru.


Namun, tingkah pasangan pengantin baru itu justru jadi bahan gunjingan orang-orang. Di Koto Gadang saat itu amat jarang ditemui sepasang suami istri jalan beriringan sambil bergandeng tangan. Orang-orang yang tidak suka Rohana pun menjadikan hal itu sebagai “amunisi” untuk menghinanya.


“Hoi, pengantin baru tapi tak punya emas berlian,” kata mereka mencibir, dikutip Fitriyanti dalam Wartawan Perempuan Pertama Indonesia: Rohana Kudus.


Rohana tak ambil pusing. Cibiran itu dijadikannya sebagai bahan candaan dengan suaminya. Rohana dan Abdul menikah pada 1908. Kala itu, Rohana berusia 24 tahun. Rohana mulanya tak tahu-menahu siapa lelaki yang akan dijodohkan dengannya. Ia percaya pilihan Tuo Sini, adik neneknya, yang begitu dekat dengannya. Rohana yakin, Tuo Sini yang ia sayangi tak mungkin memilihkan lelaki yang salah, dan Abdul adalah jodoh usulan Tuo Sini yang disetujui seluruh keluarga.


Abdul sebenarnya masih punya hubungan saudara dengan Rohana. Ia merupakan sepupu jauh Rohana dari pihak ayah. Abdul merupakan anak dari Sutan Dinagari Laras, seorang Hoofd IV Koto (semacam camat). Abdul juga seorang yang aktif dalam pergerakan dan partai politik. Ia lulusan sekolah hukum di Batavia dan fasih berbahasa Belanda. Begitu lulus, ia kembali ke Koto Gadang, menolak bekerja pada pemerintah Belanda dan lebih pilih jadi notaris independen. Ia juga rutin menulis di berbagai suratkabar yang terbit di Jawa dan Sumatera.


Rohana hidup bahagia setelah menikah. Ia merasa amat beruntung mendapatkan “partner in crime” yang pas dengan pemikiran dan pergerakannya lantaran Abdul bukanlah tipe suami kolot yang menginginkan istri hanya menjadi buntut suami. Meski bukan orang yang berlimpah harta, Abdul lelaki progresif yang memberi Rohana kebebasan untuk mengejar cita-cita dan mendukung Rohana sepenuh hati. Dengan dukungan Abdul, cita-cita Rohana untuk memajukan nasib kaum perempuan jadi lebih besar.


Namun, rumahtangga bukanlah Danau Maninjau yang tenang airnya. Keaktifan Abdul dalam pergerakan anti-Belanda menimbulkan rintangan bagi keluarga muda itu. Tulisan-tulisan Abdul seringkali mengkritik kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang tidak pro-pribumi. Tindakan itu membuat penduduk kampung khawatir anak gadis mereka terpengaruh dan aktif pula dalam oraganisasi politik yang diikuti Abdul.


Rohana sempat terpuruk dengan tekanan dari masyarakat, namun keberadaan dan dorongan Abdul membuatnya kembali bersemangat. Rohana pun tak gentar meski beberapa muridnya memutuskan keluar dari sekolahnya karena tidak mendapat izin orangtua. Rohana terus berusaha membangun pendidikan yang baik untuk perempuan dan anak lelaki miskin di Koto Gadang.


Ketika Rohana merasa tak cukup hanya berjuang di bidang pendidikan, ia mendiskusikannya dengan Abdul yang merupakan tempat Rohana menumpahkan segala keresahannya tentang perjuangan untuk perbaikan nasib kaum perempuan. Menurut Rohana, bila hanya mengajar di Sekolah Kerajinan Amai Setia, ilmunya hanya berguna untuk murid-muridnya saja. Rohana ingin usahanya menjangkau lebih luas.


“Apa yang bisa saya bantu untuk mewujudkan cita-cita, Adik?” kata Abdul pada Rohana.

 “Saya ingin sekali rasanya berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan kaum perempuan di daerah lain sehingga bisa membantu lebih banyak lagi. Bagaimana caranya?” kata Rohana.


“Mungkin Adik bisa melakukannya dengan menulis di surat kabar.” kata Abdul.


Menurut Abdul, dengan menulis, ilmu yang Rohana miliki akan tersebar lebih luas. Abdul pun menyarankan Rohana untuk menyurati beberapa pemimpin redaksi suratkabar. “Mungkin ada yang bisa memberikan jalan keluar,” kata Abdul. Bagi Abdul, apapun keinginan istrinya asalkan demi kemajuan perempuan Koto Gadang akan dia dukung sepenuh hati.


Saran Abdul manjur. Surat Rohana, sebagaimana diceritakan Tamar Djaja dalam Rohana Kudus, Srikandi Indonesia, ditanggapi oleh pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe Sutan Maharaja. Maharaja bahkan ingin bertemu langsung dengan Rohana.


Pertemuan itulah yang menghasilkan terbitnya Soenting Melajoe, tempat Rohana mulai menulis dan menuangkan segala buah pikirnya tentang pendidikan dan kemandirian perempuan. Rohana mendapat banyak bantuan dari Abdul, yang sudah lebih dulu aktif dalam dunia literasi untuk soal tulis-menulis.


Namun, penduduk Koto Gadang yang kebanyakan buta huruf dan masih kolot menganggap aneh Abdul, sebagai suami hanya berdiam di rumah dan tidak pergi bekerja di kantor, terlebih lulusan hukum. Fitnah pun mendera pasangan Rohana dan Abdul. Orang-orang menganggap Abdul hanya memanfaatkan isterinya lantaran tidak punya pekerjaan tetap.


Rohana buka suara mengetahui suaminya dituduh yang bukan-bukan. Meski Abdul tidak memiliki penghasilan tetap, upah yang didapat dari layanan sebagai notaris independen dan honor tulisan-tulisannya cukup untuk membiayai kebutuhan rumahtangga mereka. Walaupun tak kaya atau berpenghasilan tetap, Abdul tak pernah terpikir untuk memperalat isterinya. Momen-momen seperti itulah yang menguji rasa cinta Rohana dan Abdul, yang tetap saling percaya dan memahami.


Di masa perjuangan kemerdekaan, Rohana dan Abdul tetap saling menjaga. Sebagai anggota National Indische Partij dan juga aktif dalam gerakan bawah tanah melawan kolonial Belanda, Abdul jadi salah satu orang yang masuk daftar pencarian polisi kolonial. Rohana tak sedikitpun mengeluhkannya.


Rohana sendiri menyediakan rumahnya untuk dapur umum sementara, sebuah unit perjuangan yang sering dipandang sepele namun menentukan jalan-tidaknya gerakan. Di tumpukan bahan makanan itulah Rohana menyembunyikan senjata-senjata yang diselundupkan untuk para pejuang di Bukittinggi.  


Kisah-kasih Rohana dan Abdul bertahan hingga akhir hayat. Abdul berpulang pada 1951 dan Rohana menyusulnya pada 1972.





Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page