top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Legenda Keroncong Itu Berpulang

Lebih dari tiga dekade Mus Mulyadi melawan penyakit gula. Kini sang “Raja Keroncong” itu sudah bersama Yang Maha Kuasa

10 Apr 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Mus Mulyadi (Foto: Youtube GNP Music)

DARI Surabaya, ia menapaki kebintangannya. Bermula dari pop, Mus Mulyadi hingga akhir hayatnya dikenal sebagai “Raja Keroncong”. Dalam beberapa kesempatan, mendiang juga dijuluki “Buaya Keroncong”, untuk mengingatkan pada kota kelahirannya. Hari ini, Kamis (11/4/2019), kakak maestro jazz Mus Mujiono itu berpulang di usia 73 tahun.


Kabar duka itu datang dari putra keduanya, Erick Haryadi, melalui akun Instagram-nya. Mus Mulyadi mengembuskan nafas terakhir pada Kamis pagi di Rumah Sakit Pondok Indah karena penyakit diabetes. Pria kelahiran 14 Agustus 1945 itu lalu dimakamkan di Joglo, Jakarta Barat.


Mus Mulyadi sudah berjuang melawan penyakitnya sejak 1984. Sejak itu, penglihatannya mulai terganggu. Bahkan pada 2004 mata kanannya sudah tak lagi bisa melihat dan lima tahun berselang mata kirinya juga tak lagi bisa berfungsi normal.


Pun begitu, Mus Mulyadi tetap berkarya. Pada medio 1980-1985 ia bahkan mentas sampai ke Amerika Selatan, tempat banyak komunitas keturunan Jawa bermukim. “Ia bahkan sering manggung ke Suriname. Saingannya Didi Kempot ,” ungkap pengamat sejarah musik Dhahana Adi Pamungkas alias Ipung kepada Historia.


Luntang-lantung di Singapura hingga Pulang


Sejatinya, darah seni menurun dari ayahnya yang pemain gamelan. Pun begitu turut menular ke kakaknya, Sumiati dan adiknya, Mus Mujiono, meski berbeda jalan. Mus Mulyadi sudah merintis karier menyanyinya sejak muda, dengan meramu band Irama Puspita. Band berisi 13 personel perempuan itu dibuat untuk tampil di pesta olahraga Ganefo 1963 di Jakarta.


Setelah band itu bubar setahun kemudian, Mus Mulyadi tetap malang melintang dengan beberapa band lain seperti Arista Birawa hingga Favourite's Group. “Itu isi personelnya pencipta-pencipta lagu. Jadi sebenarnya warna musiknya cenderung pop,” lanjut Ipung yang juga penulis Surabaya Punya Cerita itu.


Mus Mulyadi bersama beberapa anggota band Arista Birawa juga sempat mencoba peruntungan merantau ke “Negeri Singa” pada 1967. Butuh dua tahun terlunta-lunta sampai akhirnya sukses di Singapura lewat band The Exotic. Di band itu, Mus Mulyadi berposisi sebagai basis, Jerry Souisa sebagai gitaris, Arkan gitar rhythm,  dan Jeffry Zaenal sebagai drummer. Selain menelurkan lagu-lagu pop, ia juga memasukkan unsur keroncong yang memincut perusahaan rekaman Live Recording Jurong.


Tapi pada 1970, ia memilih mudik ke tanah air. Mus Mulyadi lalu menggabungkan diri ke Favourite’s Group bersama A Riyanto, Nana Sumarna, Eddy Syam, dan M. Sani. Nyaris semua karya band itu meledak di pasaran.


Naiknya nama Mus Mulyadi juga mendatangkan tawaran berkarier solo lagu-lagu berbahasa Jawa. Termasuk mempopulerkan tembang “Rek Ayo Rek” yang ternama di Kota Pahlawan. “Meski ia bukan penciptanya, dia yang mengaransemen. Enggak tahu kalau lagu itu enggak diaransemen Mus Mulyadi bakal kayak gimana. Mungkin enggak seterkenal saat ini,” sambung Ipung.


Mus Mulyadi juga mulai menseriusi karya-karyanya yang memasukkan unsur-unsur keroncong. “(Mus Mulyadi) dikenal dengan keberaniannya melakukan terobosan baru dalam membawakan lagu-lagu keroncong konvensional dalam cengkok modern,” tulis Gus Joman dalam Campursari: Catatan Pinggir.


Hingga akhir hayat, entah sudah berapa karya album ditelurkannya hingga dijuluki si “Raja Keroncong” setelah era Gesang. “Ia sudah mengeluarkan ratusan album, sampai-sampai ia tak bisa menghitungnya. Beberapa lagu yang mencuatkan namanya di antaranya ‘Kota Solo’, ‘Dinda Bestari’, ‘Telomoyo’, dan ‘Jembatan Merah’. Irama keroncong ini sangat memengaruhi musik campursari,” lanjut Gus Joman.


Selain di dunia musik, Mus Mulyadi tercatat pernah dua kali terlibat dalam produksi layar lebar, Putri Solo dan Aku Mau Hidup. Kedua film dirilis pada 1974.


Kini, sang maestro sudah berpulang ke haribaan Yang Maha Kuasa. Hingga kini, kiprahnya dalam musik keroncong belum ada lagi yang mendekati apalagi yang menyamai. Selamat jalan, Mus Mulyadi!



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
bottom of page