- Martin Sitompul

- 24 Jul
- 3 menit membaca
STADION Gelora Bung Karno (GBK) bukan hanya tempat menghelat pertandingan sepakbola atau konser musik. Di masa lalu, saat masih bernama Stadion Utama Senayan, stadion kebanggaan Indonesia ini juga pernah bikin geger karena menjadi arena gladiator yang mempertarungkan manusia dengan singa. Duel semacam ini lazimnya terjadi di zaman kolosal Romawi. Ia menjadi pertarungan hidup-mati antara petarung-gladiator melawan binatang buas.
Begitu pertunjukan gladiator diadakan di Jakarta, masyarakat sangat antusias menyambutnya. Semula, hari pertarungan yang ditunggu-tunggu itu dijadwalkan 25 Agustus 1968, namun diundur kemudian menjadi 1 September 1968. Yang jelas, sejak jauh-jauh hari berbagai suratkabar terbitan ibukota sudah gembar-gembor memberitakan pertunjukan bertajuk “Bandot Lahardo Show” itu.
“Samson di abad ke-20. Manusia yang akan melawan binatang-binatang buas, yang terdiri dari harimau, singa, dan banteng itu, adalah seorang pemuda berbadan tegap bernama Bandot Lahardo,” lansir Duta Masjarakat, 21 Agustus 1968.
Pertunjukan tersebut diklaim baru pertama kali dilakukan di Indonesia bahkan dunia sesudah abad Masehi. Dengan kata lain, pertarungan gladiator di Senayan menjadi yang pertama kali dalam dunia peradaban modern. Tentu saja tujuan hajatan itu sebagai hiburan belaka kendati cukup berbahaya. Penyelenggaranya tak tanggung-tanggung, yaitu Kodam V Jaya.
“Ini serupa dengan pertarungan para gladiator di zaman romawi, bahkan show ini lebih hebat lagi, karena Bandot Lahardo akan menaklukkan binatang-binatang buas itu tanpa mempergunakan senjata apapun,” kata Mayor S. Sulaiman sesumbar, seperti dikutip Duta Masjarakat. Sulaiman merupakan wakil ketua Yayasan Kesejahteraan Jakarta Kodam Jaya merangkap promotor pertunjukan.
Bandot Lahardo, yang ditunjuk menjadi gladiator, dikenal sebagai ahli bela diri gulat. Saat itu usianya 34 tahun dan memiliki postur 172 cm serta bobot 90 kg. Di masa mudanya, Lahardo terbiasa menangkap binatang buas tanpa senjata. Dalam pengalaman berburu itu, Lahardo mengaku telah menangkap dan membunuh empat ekor harimau. Selain jago gulat, Lahardo memiliki fisik yang luar biasa kuat. Lahardo disebut-sebut sanggup menghancurkan 15 buah batu bata dan 35 buah genting dengan pukulan tangan kosong. Kepalanya dikabarkan dapat menahan gebukan dari papan maupun batu bata sedangkan giginya cukup kuat untuk menahan tarikan motor Harley Davidson.
Begitulah Lahardo yang menyandang reputasi mentereng sebagai gladiator. Sementara itu, singa yang menjadi lawannya berasal dari Afrika. Lalu, banteng berusia 2,5 tahun yang beratnya mencapai 300 kg. Sejak 23 Agustus 1968, Lahardo beserta binatang buas itu telah dipamerkan keliling Jakarta.
Pada Minggu (1 September 1968) sore itu, sekira 100.000 ribu (sumber lain menyebut 150.000) penonton berjejal-jejalan memadati stadion. Selain warga biasa, beberapa penggede seperti Menteri Luar Negeri Adam Malik dan Ketua DPR-GR Achmad Sjaikhu juga turut menyaksikan pertunjukan gladiator di Senayan itu. Untuk keamanan, sejumlah panser dan truk pemadam kebakaran disiagakan di pinggir lapangan.
Ketika memasuki gelanggang, Lahardo tampak bertelanjang dada dan mengenakan celana hitam. Kepalanya juga mengenakan ikat kepala hitam. Suasana agak mencekam karena arena pertarungan dikelilingi kerangkeng besi serba hitam.
Para penonton bertempik-sorak kegirangan begitu sang singa digiring masuk ke dalam arena. Lahardo mengambil posisi berhadap-hadapan dengan singa itu. Tangannya dikepal ke belakang, tanda menantang.
Di menit-menit awal, singa hanya berjalan memutari setengah arena. Lahardo berusaha memprovokasi dengan gerakan-gerakan yang menganggu. Namun, sang singa masih belum menunjukkan kebuasannya, bahkan terkesan jinak. Penonton pun mulai tak sabar. Teriakan seperti, “pegang pantatnya”, “bekuk lehernya”, hingga umpatan sinis berkali-kali menggema dari tribun penonton. Hingga 90 menit berlalu, pertarungan seru nan berdarah-darah antara Lahardo dan singa tak kunjung tersaji. Pada akhirnya, para penonton harus meninggalkan stadion dengan rasa kecewa.
“100.000 penonton sangat kecewa. Karena kekecewaan itu, para penonton telah menjadi gelisah dan bersorak-sorak yang tidak bisa dikendalikan oleh Panitia Bandot Lahardo Show Yayasan Kertajaya,” diwartakan Harian Kami, 3 September 1968.
Menurut sebagian penonton, singa diduga telah diberi makan sampai kenyang sebelum bertarung sehingga tidak memberi perlawanan sebagaimana mestinya hewan buas. Karena tak bisa menumpahkan kemarahan pada singa, maka Bandot Lahardo-lah yang jadi bulan-bulanan publik. Mereka merasa dikibuli lantaran Lahardo tidak sanggup membuat singa menjadi galak lantas menerkamnya.
“Inilah pertunjukan yang paling mengecewakan saya,” kata seorang penonton yang memboyong seluruh anggota keluarganya, dikutip Duta Masjarakat, 3 September 1968. “Tapi,” katanya menambahkan, “saya sedikit terhibur dapat melihat dari dekat panser-panser yang banyak diparkir di sini.”
Saking kecewanya penonton, sampai ada yang berinisitif untuk menggugat pertunjukan gladiator Bandot Lahardo Show. Pertunjukan itui dianggap kebohongan publik, khususnya bagi mereka yang telah membeli tiket pertunjukan merasa tertipu dengan penampilan singa loyo. Salah satunya, penonton perempuan bernama Aminah, yang menulis surat pembaca untuk menggugat pertunjukan Bandot Lahardo secara hukum.
“Sayang sekali, pertunjukannya tidak sesuai dengan propagandanya. Saya merasa ditipu mentah-mentah. Sekarang saya bertanya kepada Bapak Redaksi, apakah ada pasal-pasal dalam KUHP kita yang memungkinkan yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pertunjukan ini dapat dituntut ke muka pengadilan,” tulis Aminah dalam surat pembaca yang dimuat harian Nusantara, 4 September 1968.
Meski dicecar habis-habisan, Bandot Lahardo tak sampai berurusan dengan hukum. Dia meneruskan kariernya sebagai pegulat yang kerap tampil dalam acara pertunjukan ekstrem sebagai hiburan. Namanya juga sering dilibatkan sebagai pemeran dalam film-film laga Indonesia hingga dekade 1980-an. Sementara itu, pertunjukan gladiatornya yang menghebohkan di Senayan jadi memori yang dilupakan begitu saja.













Komentar