top of page

Sejarah Indonesia

Mengejar Gembong Nazi Terakhir

Mengejar Gembong Nazi Terakhir

Upaya menciduk tokoh ring satu terakhir Hitler dengan misi klandestin. Sarat intrik.

16 Oktober 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Judul: Operation Finale | Sutradara: Chris Weitz | Produser: Fred Berger, Oscar Isaac, Brian Kavanaugh-Jones, Jason Spire | Pemain: Oscar Isaac, Ben Kingsley, Mélanie Laurent, Nick Kroll, Lior Raz, Simon Russell Beale, Joe Alwyn, Haley Lu Richardson | Produksi: Automatik Entertainment | Distributor: Metro-Goldwyn-Mayer, Netflix |Genre: Drama Sejarah | Rilis: 29 Agustus 2018 (MGM), 3 Oktober 2018 (Netflix).

KLAUS Eichmann (Joe Alwyn) begitu membanggakan ayahnya saat bercerita di depan calon mertuanya, Lothar Hermann (Peter Strauss). Klaus yang memacari Sylvia Hermann (Haley Lu Richardson) membuka sedikit demi sedikit kehidupan pribadinya. Dia mengaku diasuh pamannya di Buenos Aires, Argentina, sepeninggal ayahnya yang gugur di front timur Perang Dunia II sebagai prajurit SS (Schutzstaffel/Paramiliter Jerman Nazi).


Plot film bertajuk Operation Finale ini lalu bergantian. Lothar Hermann, pria tunanetra Jerman berdarah Yahudi yang sejak 1938 mengungsi ke Buenos Aires, segera melayangkan info penting itu kepada Fritz Bauer (Rainer Reiners), jaksa penuntut umum (JPU) Hessen, Jerman Barat yang lantas meneruskannya ke Direktur Mossad (Badan Intelijen Israel) Isser Harel (Lior Raz) di Tel Aviv, Israel, awal 1960.


Bauer meyakinkan Harel bahwa Adolf Eichmann (Ben Kingsley) masih hidup di Buenos Aires dengan nama samaran Ricardo Klement, orang yang diaku Klaus Eichmann sebagai pamannya. Adolf Eichmann, bos SS urusan Yahudi yang terlibat pembantaian jutaan orang Yahudi dalam Perang Dunia II, merupakan satu dari sekian gembong terakhir Nazi yang masih hidup pasca-kematian Adolf Hitler, Reischsführer SS Heinrich Himmler, Menteri Propaganda Joseph Goebbels, dan Reichsmarschall Hermann Göring.


Eichmann sukses melarikan diri ke Argentina berkat Carlos Fuldner (Pêpê Rapazote), eks-perwira SS yang dekat dengan Presiden Argentina Juan Péron. Peron acap membantu para eks-Nazi mengungsi, termasuk Eichmann.


Misi Klandestin


Setelah mendapat kepastian kabar bahwa Eichmann masih menghirup udara bebas di Buenos Aires, pemerintah Israel langsung menyusun rencana klandestin penculikan Eichmann dengan membentuk tim pasukan khusus Shabak. Israel ingin mengadili Eichmann dan menjadikannya sebagai penegas ingatan tentang kejinya holocaust setelah 15 tahun perang usai.



Meski tim itu dipimpin interogator senior Zvi Aharoni (Michael Aronov) dan Rafi Eitan (Nick Kroll), penonton akan segera mengetahui peran sentral justru dipegang Peter Malkin (Oscar Isaac) dan Hanna Elian (Mélanie Laurent). Peter dan Hanna, yang banyak anggota keluarganya tewas akibat holocaust, diperintahkan membawa Eichmann hidup-hidup ke Israel.


“Jika kalian berhasil membawanya hidup-hidup, maka untuk pertamakali dalam sejarah kita bisa mengadili algojo Nazi. Jika kalian gagal, dia akan terhindar dari keadilan. Demi rakyat kita, saya mohon kalian jangan gagal. Buku sejarah masih terbuka dan kalian adalah tangan-tangan yang memegang penanya,” pesan Perdana Menteri Israel David Ben-Gurion (Simon Russel Beale) kepada segenap anggota tim.


Semua anggota tim sampai di Buenos Aires awal Mei 1960 dengan menggunakan paspor Prancis, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Spanyol. Dengan hanya berbekal pengintaian rutinitas Eichmann, bukan perkara sulit bagi mereka menculik target. Premis utamanya justru terletak pada bagaimana membawa Eichmann keluar dari Argentina tanpa diketahui otoritas setempat. Pasalnya, pemerintahan Argentina saat itu pro-fasis. Lebih sulit lagi, di masa itu belum ada penerbangan komersial Tel Aviv-Buenos Aires langsung.


“Jika kita ketahuan, ini berarti pelanggaran terhadap kedaulatan Argentina saat mereka merayakan 150 tahun kemerdekaan. Israel juga akan mendapat malu, penduduk Yahudi di Argentina bisa diteror,” cetus Harel.


Dalam keterbatasan waktu, Malkin mendapat ide memanfaatkan momen 150 tahun kemerdekaan Argentina untuk melancarkan misi. “(Maskapai) El Al bisa jadi opsi. Jadi kita bisa meminta duta besar, politisi atau pejabat negara lainnya untuk datang dengan El Al ke Argentina. Lalu kita selundupkan Eichmann ke pesawat untuk dibawa pulang langsung ke Tel Aviv,” seru Malkin memberi ide.



Drama seru penuh intrik dan trik pun bermunculan dalam scene-scene yang dilatari music scoring apik. Sutradara Chris Weitz dengan apik menutup film dengan footage rekaman asli Eichmann dihadapkan ke pengadilan pada 1961. Bagaimana hasil pengadilan itu dan berhasilkah tim Shabak? Ah, lebih baik saksikan sendiri.


Menengok Fakta Sejarah


Film berdurasi 122 menit ini nyaris tak mencederai fakta-fakta sejarah yang ada. Hampir setiap adegan berangkat dari kejadian asli. Selain tata suara yang simpel garapan Alexandre Desplat, film ini cukup mampu membawa penonton merasakan suasana di zaman itu dengan beragam properti dan busana yang otentik.


Hanya ada beberapa poin kecil yang memang tak sesuai fakta sejarah dalam Operation Finale. Contohnya, status Lothar dan Sylvia Hermann. Lotar disebutkan sebagai seorang Jerman Katolik yang menjadi orangtua asuh Sylvia yang gadis Yahudi. Padahal menurut Deborah Lipstadt dalam The Eichmann Trial, Lotar memang orang Jerman yang mengungsi ke Argentina pada 1938, namun tetap punya darah Yahudi dan Sylvia adalah putri kandungnya.


Adegan Klaus yang mengajak Sylvia ke sebuah pertemuan para eks-Nazi sebagai agenda pacarannya juga merupakan hasil dramatisir belaka. Contoh lain, adegan ketika Bauer bertemu Harel di Tel Aviv setelah mendapat info keberadaan Eichmann, pada awal 1960. Faktanya, Bauer menemui Harel di Jerman pada 1957.


Lalu, keterlibatan Fuldner, anggota kepolisian Argentina, membantu Klaus saat mencari ayahnya. Faktanya, Klaus Eichmann tak pernah berani minta bantuan polisi karena takut ketahuan asal-usulnya. Pemerintah Argentina juga enggan terlibat karena bisa dicitrakan pro-Nazi.


Overall, film ini layak ditonton sebagai versi lain sejarah penangkapan Eichmann. Sebelumnya, ada film serupa bertajuk The House on Garibaldi Street (1979) dan The Man Who Capture Eichmann (1996). Film yang rilisan tahun 1996 dan Operation Finale menggunakan sumber data sama, memoar Malkin berjudul Eichmann in My Hands (1990).



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Sukses sebagai penyanyi di Belanda, Anneke Gronloh tak melupakan Indonesia sebagai tempatnya dilahirkan.
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
bottom of page