top of page

Sejarah Indonesia

Misteri Kematian Ilmuwan

Misteri Kematian Ilmuwan CIA

Frank Olson mengakhiri hidupnya dengan melompat dari kamar hotel. Namun, keluarga meyakini kematiannya bukan bunuh diri, melainkan sengaja dihilangkan karena ia terlalu banyak tahu tentang penelitian rahasia CIA.

30 Juli 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

JAM menunjukkan sekitar pukul 2 pagi pada 28 November 1953. Tak banyak aktivitas di lobi Hotel Statler di Manhattan, New York City, Amerika Serikat, hingga teriakan dari luar hotel mengubah suasana menjadi mencekam. “Ada orang yang melompat! Ada orang yang melompat!” teriak seseorang.


Armand Pastore, manajer hotel, bergegas keluar dan menemukan seorang pria tergeletak dalam posisi telentang di trotoar mengenakan kaos dalam dan celana pendek. Keadaan pria itu mengenaskan, kedua kakinya hancur dan tertekuk pada sudut yang mengerikan. Sebuah kaca yang pecah di salah satu kamar di lantai 10 hotel menjadi penanda pria tersebut jatuh dari sana.


Dalam keadaan yang mengenaskan, pria itu tampak masih hidup. Ia mencoba mengatakan sesuatu, tetapi ketika ambulans datang, pria tersebut dinyatakan meninggal. Tak berselang lama, polisi berdatangan ke lokasi kejadian untuk melakukan penyelidikan. Hasilnya, pria malang itu tamu hotel yang menginap di kamar 1018A. Namanya Frank Olson.


Frank Olson bukan ilmuwan sembarangan. Di masa Perang Dunia II, ia ambil bagian dalam penelitian senjata biologis. Stephen Kinzer mencatat dalam Poisoner in Chief: Sidney Gottlieb and the CIA Search for Mind Control, pada 26 Desember 1942, Olson menerima telepon dari Ira Baldwin, ilmuwan Amerika Serikat yang pernah menjadi pembimbing tesisnya di Universitas Wisconsin, untuk bergabung dengannya. Ketika itu, Baldwin ditugaskan untuk memulai penelitian mendesak berkaitan dengan ancaman perang senjata biologis.


“Atas permintaan Baldwin, militer menempatkan Olson ke Edgewood Arsenal di Maryland. Beberapa bulan kemudian, Korps Kimia mengambil alih Camp Detrick di dekatnya dan mendirikan Laboratorium Perang Biologi rahasianya di sana. Olson adalah salah satu ilmuwan pertama yang ditugaskan di Detrick,” tulis Kinzer.


Olson diberhentikan dari dinas militer pada 1944, meski begitu ia tetap tinggal di Camp Detrick untuk melanjutkan penelitiannya tentang aerobiologi dengan kontrak sebagai ilmuwan sipil. Spesialisasi Olson adalah “penyebaran kuman biologis di udara”. Ia mengembangkan serangkaian aerosol mematikan dalam wadah-wadah yang biasa digunakan orang, seperti krim cukur maupun pengusir serangga.


Di awal tahun 1953, Olson mengundurkan diri sebagai kepala pelaksana Divisi Operasi Khusus dan kemudian bergabung dengan CIA. Menurut Kinzer, meski mengundurkan diri, Olson tetap bergabung dengan Divisi Operasi Khusus, yang secara resmi merupakan bagian dari Angkatan Darat Amerika Serikat, tetapi berfungsi sebagai stasiun penelitian CIA yang tersembunyi di dalam pangkalan militer. Aktivitasnya di CIA mengenalkan Olson dengan orang-orang yang menjalankan proyek MK-ULTRA, penelitian untuk menemukan obat atau teknik pengendalian pikiran manusia, termasuk Sidney Gottlieb dan wakilnya Robert Lashbrook, pria yang berada di kamar yang sama dengan Olson di malam kematiannya.


Reka adegan yang dilakukan oleh National Geographic ini menggambarkan momen ketika Sidney Gottlieb, ilmuwan yang memimpin proyek MK-ULTRA, yang digambarkan sebagai pria botak dan ramah tengah memasukkan LSD ke dalam minuman Frank Olson. (Stephen Kinzer, Poisoner in Chief: Sidney Gottlieb and the CIA Search for Mind Control).
Reka adegan yang dilakukan oleh National Geographic ini menggambarkan momen ketika Sidney Gottlieb, ilmuwan yang memimpin proyek MK-ULTRA, yang digambarkan sebagai pria botak dan ramah tengah memasukkan LSD ke dalam minuman Frank Olson. (Stephen Kinzer, Poisoner in Chief: Sidney Gottlieb and the CIA Search for Mind Control).

Di laboratoriumnya, Olson memimpin eksperimen yang melibatkan gas beracun atau meracuni hewan-hewan yang menjadi subjek percobaan. Sebagai ilmuwan yang ditugaskan untuk melakukan penelitian dan pengembangan senjata rahasia demi kepentingan negaranya, Olson juga harus memantapkan hatinya melihat orang-orang yang menjadi objek eksperimen menderita karena alat-alat yang ia dan kawan-kawan ilmuwannya kembangkan. Meski tidak berperan sebagai eksekutor, Olson mengamati dan memantau sesi penyiksaan di beberapa negara. Pengalaman-pengalaman mengerikan ini mengganggunya dan memantik keinginan Olson untuk meninggalkan pekerjaannya.


“Di tempat-tempat tersembunyi CIA di Jerman, Olson menyaksikan interogasi brutal yang mengerikan secara teratur. Para tahanan yang dianggap ‘dapat dibuang’, dicurigai sebagai mata-mata atau pembocor informasi rahasia, diinterogasi hingga mati dalam metode eksperimental yang menggabungkan obat-obatan, hipnotis, dan penyiksaan untuk mencoba menguasai teknik pencucian otak dan penghapusan ingatan,” tulis Kinzer.


Atas dasar inilah, putra Olson meyakini kematian ayahnya bukan bunuh diri, melainkan sengaja dilenyapkan. Sebab, ia tahu terlalu banyak penelitian rahasia CIA. Keinginan Olson meninggalkan pekerjaannya dipandang sebagai ancaman.


Dalam laporan surat kabar ataupun buku-buku tentang CIA, kematian Olson dikaitkan dengan proyek MK-ULTRA. Menurut M. Foster Olive dalam LSD, pada November 1953, Frank Olson mengalami depresi berat setelah diberikan LSD tanpa sepengetahuan atau persetujuannya. Setelah beberapa minggu, Olson menjadi psikotik dan berhalusinasi. Ia sempat menjalani pemeriksaan kejiwaan, tetapi kemudian mengakhiri hidupnya dengan melompat dari kamar hotel lantai 10.


Wayne Glausser menulis dalam Cultural Encyclopedia of LSD, 20 tahun setelah kematian Olson, pemerintah Amerika Serikat secara resmi mengakui adanya tes obat-obatan rahasia dan menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga Olson. Walau begitu, kematian Olson tetap menjadi kontroversi karena putranya berspekulasi bahwa ayahnya dibunuh oleh agen CIA yang takut ia akan mengungkapkan rahasia penelitian proyek ARTICHOKE dan MK-ULTRA.


Pandangan ini juga disampaikan oleh Michael Ignatieff, rekan Eric Olson, putra Frank Olson, dalam artikel “C.I.A.; What Did the C.I.A. Do to His Father?” di The New York Times, 1 April 2001. Ignatieff menulis, sejak kematian Olson disampaikan kepada keluarga hingga laporan yang mengungkapkan adanya eksperimen rahasia yang melibatkan sejumlah orang sebagai objek percobaan tanpa sepengetahuan dan persetujuan mereka di tahun 1975, informasi yang diketahui keluarga Olson sangat terbatas. Olson disebut “jatuh” atau “melompat” dari lantai 10 kamar hotel, tanpa keterangan atau detail lainnya.


Akibatnya, kematian Olson berdampak besar pada keluarganya. Istrinya, Alice Olson menjadi kecanduan minuman alkohol, sementara anak-anaknya, khususnya Eric, menghabiskan hidupnya untuk mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi di hari-hari terakhir kehidupan ayahnya. Setumpuk dokumen yang telah dideklasifikasi dan berkaitan dengan kematian Olson yang diberikan kepada keluarga oleh Direktur CIA William Colby membuka jalan Eric untuk menyelidiki kematian ayahnya.


Pada tahun 1975, Presiden Amerika Serikat Gerald Ford mengundang keluarga Frank Olson ke Ruang Oval dan secara resmi menyampaikan permintaan maaf. Namun, kemudian, anak-anak Olson meyakini bahwa ayah mereka tidak bunuh diri, melainkan dilempar dari jendela hotel karena ia berencana untuk keluar dari CIA. (Stephen Kinzer, Poisoner in Chief: Sidney Gottlieb and the CIA Search for Mind Control).
Pada tahun 1975, Presiden Amerika Serikat Gerald Ford mengundang keluarga Frank Olson ke Ruang Oval dan secara resmi menyampaikan permintaan maaf. Namun, kemudian, anak-anak Olson meyakini bahwa ayah mereka tidak bunuh diri, melainkan dilempar dari jendela hotel karena ia berencana untuk keluar dari CIA. (Stephen Kinzer, Poisoner in Chief: Sidney Gottlieb and the CIA Search for Mind Control).

Dokumen tersebut menyatakan selama pertemuan antara CIA dan ilmuwan Fort Detrick di Deep Creek Lodge, Maryland, pada 19 November 1953, Sidney Gottlieb dari CIA memasukkan LSD ke dalam gelas minuman Olson. Setelah 20 menit, Olson mengalami gejala ringan kebingungan. Keesokan harinya, Olson pulang lebih awal dan menghabiskan akhir pekan dalam suasana hati yang tertutup. Olson juga terus mengatakan bahwa ia telah membuat kesalahan yang mengerikan, tetapi ia tidak bisa mengatakan apa itu.


Perasaan gelisah dan kacau membuat Olson terpikir untuk mengundurkan diri. Melihat hal ini, rekannya di CIA membawa Olson ke New York untuk menjalani pemeriksaan kejiwaan dan mendapatkan penanganan. Beberapa waktu tinggal di New York, kondisi kejiwaan Olson tak menunjukkan gejala membaik. Oleh sebab itu, menurut cerita CIA, Olson perlu dirawat di rumah sakit jiwa. Namun, sehari sebelum keberangkatannya, Olson melompat dari kamarnya.


Eric kemudian menemui beberapa orang yang berkaitan dengan ayahnya di CIA, termasuk Sidney Gottlieb, pemimpin proyek MK-ULTRA. Pertemuan itu tak memberikan hasil yang signifikan, sebab mereka memilih bungkam. Eric juga pergi ke Hotel Statler dan menginap di kamar yang sama dengan ayahnya. Di sana ia melihat bahwa kamar itu terlalu kecil bagi ayahnya untuk bisa melompat dari jendela. Kusennya terlalu tinggi dan terlalu lebar, selain itu ada radiator di depannya, sehingga mustahil bagi seseorang melompat melalui jendela yang tertutup dan tirai yang diturunkan dalam kegelapan.


Penyelidikan membawa Eric pada satu pemahaman, ketika ayahnya melakukan perjalanan ke Eropa pada 1953, di mana ia mengunjungi fasilitas penelitian senjata biologi dan kimia, Olson menyaksikan interogasi ekstrem yang beberapa di antaranya menyebabkan kematian. Interogasi itu menjadi kesempatan bagi CIA untuk menguji temuan-temuan mereka yang dikembangkan sebagai agen biologis. Olson yang terganggu dengan pemandangan mengerikan itu menjadi ragu dengan pekerjaannya dan ini dianggap sebagai ancaman oleh CIA.


“Jika Eric benar, mencampurkan LSD ke dalam minuman Olson bukanlah eksperimen yang gagal; itu dirancang untuk membuatnya berbicara saat halusinasi. Perjalanan ke New York bukanlah untuk mengelola dan mengendalikan psikosis awalnya. Itu dimaksudkan untuk menilai risiko apa yang dia timbulkan dan kemudian menghilangkannya jika diperlukan. Menempatkan seorang pria yang mungkin gila dan putus asa di kamar hotel di atas Seventh Avenue bukanlah kesalahan penilaian yang disesali. Itu adalah prolog pembunuhan. Jika Frank Olson menyadari hal ini, putranya kini dapat membaca kata-kata terakhir ayahnya sebelum meninggal (‘Biarkan Aku menghilang’) sebagai teriakan minta tolong,” tulis Ignatieff.


Pada 1990-an, keluarga meminta jasad Olson digali dan diotopsi. Kantor jaksa wilayah New York kemudian melakukan investigasi yang tidak meyakinkan atas kematiannya. Pada akhirnya, kasus Olson menjadi pengungkapan paling mengejutkan tentang aktivitas CIA dengan proyek MK-ULTRA, yang meliputi pencucian otak, pengendalian pikiran, dan eksperimen pengendalian perilaku manusia lainnya.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page