top of page

Sejarah Indonesia

Multatuli Dan Freemason

Multatuli dan Freemason

Multatuli tercatat sebagai anggota sebuah loji di Belanda. Penerbitan perdana Max Havelaar juga melibatkan Freemason.

24 April 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Pematung Hans Bayens dengan desain patung Multatuli. (Wikimedia Commons).

MAX HAVELAAR, karya sohor Multatuli alias Eduard Douwes Dekker, ditulis di sebuah kamar sempit di Kota Brussel, Belgia pada September hingga November 1859. Kekecewaan dan gugatannya pada ketidakadilan yang ia temui selama bertugas di Lebak, Banten pada 1856 ia curahkan dalam novel itu. Max Havelaar kemudian terbit pada 14 Mei 1860.

Ingin membaca lebih lanjut?

Langgani historia.id untuk terus membaca postingan eksklusif ini.

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Sukses sebagai penyanyi di Belanda, Anneke Gronloh tak melupakan Indonesia sebagai tempatnya dilahirkan.
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
bottom of page