top of page

Sejarah Indonesia

Orang Indonesia Yang Jadi Korban Nazi

Orang Indonesia yang Jadi Korban Nazi

Orang Indonesia yang mati dan selamat dari kamp konsentrasi Nazi.

24 Maret 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Para tahanan bekerja paksa di Kamp Neuengamme. (kz-gedenkstaette-neuengamme.de).

Nazi-Jerman menduduki Belanda pada 10 Mei 1940. Mahasiswa Indonesia dalam Perhimpunan Indonesia ikut melakukan verzet atau perlawanan. Beberapa dari mereka tertangkap bahkan mati di kamp konsentrasi Nazi, seperti Sidartawan dan Moen Soendaroe. Sedangkan Irawan Surjono tewas ditembak Nazi ketika berusaha melarikan diri dari razia.


Penangkapan Soendaroe berawal dari tertangkapnya Stijntje "Stennie" Gret, kekasih Djajeng Pratomo di Rotterdam. Polisi politik Nazi (Sicherheitsdienst) pun mengetahui alamat Djajeng Pratomo di Den Haag.


“Tanggal 18 Januari 1943 Sicherheitsdienst melancarkan penggerebekan. Djajeng dan teman sekamarnya, Moen Soendaroe ditahan,” tulis Harry A. Poeze dalam Di Negeri Penjajah.


Djajeng kuliah kedokteran sedangkan Soendaroe studi di Sekolah Tinggi Tekstil di Enschede sejak tahun 1939. Dalam penggeledahan ditemukan sejumlah majalah ilegal. Bukti ini menjadi alasan kuat untuk menahan kedua mahasiswa itu. Dua orang buruh Indonesia, Kajat dan Hamid, yang sedang bertamu juga ikut ditahan. Kedua buruh yang tak tahu apa-apa itu kemudian dilepaskan.


Meskipun menjalani interogasi yang lama dan berat, Djajeng dan Soendaroe tak mengungkapkan apapun tentang kegiatannya dan Perhimpunan Indonesia. Mereka kemudian dimasukkan ke Kamp Vught di Belanda.


Pada Maret 1943, Djajeng lewat kurir ilegal, dapat menyampaikan informasi tentang interogasi kepada kawan-kawannya di Perhimpunan Indonesia. Kegiatan Perhimpunan Indonesia di Rotterdam dan Den Haag ditangguhkan. Para pemimpinnya bersembunyi. Djajeng berhasil menenangkan mereka dengan menyatakan bahwa orang Jerman tak tahu apapun tentang kegiatan Perhimpunan Indonesia.


Djajeng dan adiknya, Gondo Pratomo yang belajar di Sekolah Tinggi Dagang, kemudian dikirim ke Kamp Dachau; Stennie ke Kamp Ravenbruck, dan Soendaroe ke Kamp Neuengamme.


“Djajeng Pratomo berhasil bertahan hidup di Dachau dan bebas dari sana, sedang Moen Soendaroe meninggal di Neuengamme,” tulis Poeze.


Patung Le Deporteacute karya Francediloise Salmon diresmikan pada 1965 sebagai pengingat penderitaan korban di Kamp Konsentrasi Neuengamme. (Egon Holzmann/kz-gedenkstaette-neuengamme.de)
Patung Le Deporteacute karya Francediloise Salmon diresmikan pada 1965 sebagai pengingat penderitaan korban di Kamp Konsentrasi Neuengamme. (Egon Holzmann/kz-gedenkstaette-neuengamme.de)

Kamp Neuengamme merupakan bagian dari jaringan kamp konsentrasi Nazi, yang terdiri dari kamp utama dan lebih dari 85 subkamp. Didirikan pada 1938 di dekat Desa Neuengamme, Bergedorf, Hamburg, Kamp Neuengamme menjadi kamp konsentrasi terbesar di Jerman Barat Laut. Lebih dari 100.000 tahanan di kamp utama Neuengamme dan subkamp, 24 subkamp di antaranya untuk tahanan perempuan. Korban tewas yang terverifikasi adalah 42.900: 14.000 di kamp utama Neuengamme, 12.800 di subkamp, dan 16.100 karena pemboman selama minggu-minggu terakhir Perang Dunia II.


Data kematian Soendaru tercatat di kz-gedenkstaette-neuengamme.de. Disebutkan nomor tahanannya 59167, lahir di Surabaya pada 17 Maret 1919, dan meninggal di kamp utama Neuengamme pada 22 Januari 1945.


Di Dachau, Djajeng melihat tumpukan mayat setiap hari. Dia bekerja paksa di pabrik pesawat terbang Messerschmitt. Setiap hari dia juga menyaksikan orang digantung. Jika ada peluang, dia mencoba menyelamatkan tawanan.


Di Kamp Ravenbruck, Stennie berusaha menyelamatkan tahanan perempuan dengan mencat hitam rambut mereka agar tampak muda. Sebab tahanan jompo akan dibinasakan.


Djajeng, Gondo, dan Stennie dapat bertahan dari penderitaan di kamp konsentrasi sampai dibebaskan Sekutu. Djajeng dan Stennie baru bertemu kembali pada September 1945. Mereka menikah pada Februari 1946. Stennie meninggal pada 2010 sedangkan Djajeng meninggal di usia 104 tahun pada 2018.



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Soebandrio Tidak Menyesal Masuk Penjara Orde Baru

Soebandrio Tidak Menyesal Masuk Penjara Orde Baru

Soebandrio dikenal memiliki selera humor yang tinggi. Selama menjadi tahanan politik Orde Baru, dia mendalami agama Islam, sehingga merasa tidak rugi masuk penjara.
Lagi, Seruan Menolak Gelar Pahlawan Nasional Bagi Soeharto

Lagi, Seruan Menolak Gelar Pahlawan Nasional Bagi Soeharto

Wacana penganugerahan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto kian santer. Dinilai sebagai upaya pengaburan sejarah dan pemutihan jejak kelam sang diktator.
Lintasan Zaman Hubungan Timor-Leste dan ASEAN

Lintasan Zaman Hubungan Timor-Leste dan ASEAN

ASEAN bungkam saat Indonesia melancarkan operasi militer ke Timor Timur. Di kemudian hari, Indonesia yang mendorong Timor-Leste jadi anggota keluarga besar ASEAN.
Revolusi Indonesia yang Memantik Gerakan Dekolonisasi

Revolusi Indonesia yang Memantik Gerakan Dekolonisasi

Sukarno menginginkan dunia tanpa kolonialisme dan imperialisme. David van Reybrouck hadir di Jakarta untuk menyalakan kembali semangat anti-penjajahan itu.
Guru Sains Menyambi Jadi Presiden

Guru Sains Menyambi Jadi Presiden

Guru Matematika di Jakarta semasa pendudukan Jepang, Ir. J.A. Manusama kemudian jadi presiden Republik Maluku Selatan (RMS) di pengasingan.
bottom of page