- Petrik Matanasi
- 19 Jan 2024
- 2 menit membaca
DARI Surabaya dia datang ke Kalimantan setelah November 1945. Sebelum November 1945, pemuda ini berjuang untuk kemerdekaan Republik Indonesia di Jawa meski dia bukan asli Jawa.
Dia datang ke Kalimantan demi perjuangan mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia di sana. Dia datang ke sekitar daerah Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, sebagai Letnan Kolonel Raden Mas Notosunardi.
“Oleh Bung Tomo pada bulan November 1945, RM Notosunardi ditugaskan ke daerah Kalimantan untuk menggerakkan perjuangan di daerah itu dengan pangkat Letnan Kolonel,” catat Mardanus Sofwan dalam Riwayat hidup dan perjuangan Abdul Aziz alias Letnan Kolonel Noto Sunardi.
Baca juga: Bung Tomo Dipenjara Orde Baru
Menurut Mardanus, nama asli Notosunardi adalah Abdul Azis –namun menurut Burhan Magenda dalam East KalimantanThe Decline of a Commercial Aristocracy, nama aslinya Abdurachman Azis dan aslinya dari Balikpapan. Dia lahir di Kampung Sungai Miai Luar Kindaung Banjarmasin Kalimantan Selatan pada 1924.
Ia pernah bersekolah SD macam Hollandsch Inlandsche School (HIS). Ketika pendudukan Jepang, ia sempat jadi Heiho bagian kesehatan di Banjarmasin sebelum kabur ke Jawa pada 1944. Di sanalah dia bergabung dengan perjuangan RI.
Lantaran latar belakangnya yang banyak mengetahui daerah Kalimantan, dia lalu dikirim ke Kalimantan. Orang macam Notosunardi tentu dimaksudkan menanamkan pengaruh RI di sekitar Kalimantan Timur.
Baca juga: Pers Perjuangan di Kalimantan
“Letnan Kolonel Raden Mas Noto Sunardi dikirim dari Jawa bersamaan waktunya dengan pengiriman Kapten Muljono,” catat Hasan Basry dalam Kisah Gerila Kalimantan (dalam Revolusi Indonesia), 1945-1949.
Usia Notosunardi kala itu sekitar 21 tahun. Ketika di Long Ikis, Notosunardi dekat dengan Wedana Long Ikis Kiai Mohammad Hasan, yang kemudian menjadi mertua Notosunardi. Long Ikis pun kemudian dijadikan basis perjuangannya. Dari Long Ikis, Notosunardi kemudian “menggarap” daerah lain. Di antaranya: Tanjung Jumelai, Tanjung Api, Tanah Grogot, dan Tanjung Aru.
Setelah meletus perlawanan bersenjata di Balikpapan sekitar November-Desember 1946, tentara Belanda yang semakin kuat menghajar kelompok gerilyawan republik di sekitar Balikpapan. Termasuk Tentara Kebangsaan Indonesia (TKI) wilayah sekitar Tanah Grogot yang dipimpin oleh Notosunardi di Long Ikis, yang kemudian ditekan oleh aparat hukum NICA Belanda.
Baca juga: Aksi Andjing NICA di Medan Laga
Bagi otoritas Belanda, Notosunardi dicap sebagai orang berbahaya di sekitar Kabupaten Pasir. Maka pada paruh pertama 1947, Notosunardi termasuk yang ditangkap. Harian Nieuwe Courant edisi 10 Maret 1948 menyebut Notosunardi ditangkap pada 27 Januari 1947 oleh polisi Belanda yang dipimpin seorang inspektur polisi di Long Ikis. Notosunardi dituduh terlibat beberapa pembunuhan. Selain Notosunardi, kata Nieuwe Courant edisi 26 Juni 1948, ditangkap pula Andi Syech Alsegaf, salah satu anggota Dewan Pasir, dan juga Sersan Mayor Painam bin Tjokro dari TKI.
Semua yang ditangkap itu diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan pada pertengahan 1947. Andi Alsegaf dituntut 3 tahun penjara, Painam 1,5 tahun penjara, dan Notosunardi sendiri dituntut hukuman mati.
Belakangan, hukuman mati Notosunardi berubah menjadi hukuman penjara seumur hidup. Dia kemudian ditahan di Penjara Cipinang, Jakarta.
Notosunardi akhirnya mati muda di dalam Penjara Cipinang. Dia meninggal sekitar tahun 1949. Tak banyak yang mengingatnya, kecuali sebuah jalan di Tanah Grogot, Pasir, yang bernama Jalan Notosunardi.*













Komentar