top of page

Sejarah Indonesia

Penyelundupan Dan Perdagangan Gelap Pegawai

Penyelundupan dan Perdagangan Gelap Pegawai VOC

Gaji kecil memicu pegawai VOC melakukan penyelundupan dan perdagangan gelap. Praktik ini menjadi salah satu penyebab kebangkrutan VOC.

Oleh :
24 Agustus 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

KESUKSESAN VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) menarik minat banyak orang Eropa miskin untuk bekerja di Perusahaan Dagang Hindia Timur itu. Dengan menjadi pegawai VOC, mereka dapat mengubah nasib menjadi lebih baik. Namun, meraih kekayaan dan karier tidak mudah, terlebih bagi pegawai VOC tingkat menengah ke bawah.


Sejarawan Jean Gelman Taylor dalam Kehidupan Sosial di Batavia: Orang Eropa dan Eurasia di Hindia Timur menyebut gaji pegawai VOC tingkat menengah ke bawah sangat rendah, dan karena itulah banyak pegawai melakukan perdagangan pribadi atau penyelundupan.


Perdagangan gelap atau penyelundupan telah menjadi rahasia umum karena dilakukan oleh para pegawai VOC dari berbagai tingkatan.


Bernard H.M. Vlekke mencatat dalam Nusantara: Sejarah Indonesia, para petinggi VOC mengetahui aktivitas ini, sebab penyelundupan dan perdagangan swasta dilakukan dengan melanggar monopoli kompeni. Mereka melihat sebagian pejabat VOC, yang gajinya tidak pernah lebih dari beberapa ribu gulden setahun, pulang ke Belanda setelah 12 tahun atau 15 tahun dengan membawa modal ratusan ribu gulden.


“Setiap orang tahu, misalnya, penghasilan reguler dari perdagangan ilegal oleh wakil kompeni di Jepang berjumlah 30.000 gulden setahun. Pelepasan armada dari Batavia yang pulang ke kampung halaman adalah peristiwa tahunan paling besar di kota itu,” tulis Vlekke.


Perdagangan telah menjadi hal umum di Batavia. Semua orang berdagang, mulai dari Gubernur Jenderal, anggota dewan, perwira, pegawai dan tukang, hingga dokter. Siapa pun yang merasa malu melakukan perdagangan secara profesional, membiarkan keluarganya melakukannya; jika tidak di depan rumah, maka di teras belakang; jika tidak siang, maka malam.


Arsiparis Belanda, Frederik De Haan menulis dalam Oud Batavia Volume 2, kebanyakan perdagangan adalah perdagangan gelap. Para pejabat VOC yang terlibat dalam aktivitas ilegal ini memiliki peluang lebih menguntungkan karena memiliki koneksi dan jaringan pertemanan terbaik, serta pengetahuan perdagangan paling luas dan modal paling besar.


“Perdagangan gelap terdiri dari penggunaan sumber daya manusia dan ruang kapal perusahaan, pembelian dan penjualan barang monopoli, serta berlayar ke tempat-tempat yang ingin dipertahankan oleh perusahaan. [...] Seseorang dapat, dengan persetujuan seorang kapten perusahaan, mengirim barang dengan kapal perusahaan sendiri hampir tanpa biaya ke Persia atau mengirim kain linen ke Eropa. Seorang pejabat tinggi dapat melakukannya lebih baik daripada orang lain, karena ia tidak perlu menawar dengan kapten dan di pelabuhan tujuan ia dapat menggunakan perahu kecil, gudang penyimpanan, dan tenaga kerja secara gratis,” tulis De Haan.


Para pelaku perdagangan gelap dengan memanfaatkan praktik monopoli VOC, bisa mendapatkan keuntungan melalui harga yang telah ditentukan untuk pembelian maupun penjualan komoditas.


Upaya memberantas perdagangan gelap dan penyelundupan tidak berhasil karena egoisme para petinggi VOC yang menuntut keuntungan sebesar-besarnya.


Cara-cara yang dilakukan untuk penyelundupan beragam. Misalnya, seorang kepala suku atau pemimpin suatu kelompok biasanya bebas dari pemeriksaan saat tiba di Jepang. Kesempatan ini dimanfaatkan dengan cerdik. Caranya, dibuatkanlah pakaian resmi yang rapi, disimpan di kabin dan dikenakan di atas kapal. Setelah pakaian tersebut dipakai, sang pemimpin akan dipegang erat oleh seorang pelaut bertubuh besar di kedua sisi untuk turun dari tangga kapal. Seluruh pakaian itu dipenuhi barang selundupan, yang masuk ke dalam kapal dengan diam-diam melewati pengawasan bea cukai Jepang yang longgar.


Charles Merewether dalam From Fascination to Folly: A troubled History of Collecting Since the 1600s, mengisahkan kasus Rooswjik, kapal kargo milik VOC. Pada 1740, Rooswijk berangkat dalam perjalanan kedua dari Belanda ke Batavia. Kapal tersebut dibangun untuk Kamar Dagang Amsterdam pada 1737, tetapi tanggal 9 Januari 1740 kapal itu tenggelam di daratan pasir Goodwin Sands, sekitar 8 kilometer dari daratan Inggris.


Tidak ada yang selamat dari insiden nahas tersebut. Analisis dokumen arsip memberikan informasi total awak kapal dalam pelayaran dan benda-benda di dalam kapal. Penemuan yang menarik perhatian adalah keberadaan banyak perak untuk diperdagangkan di Asia.


“Logam mulia ini sangat diminati dan ditukar dengan rempah-rempah dan porselen Asia. Nilai muatan Rooswijk diperkirakan melebihi 300.000 gulden,” tulis Merewether.


Selain logam, kapal Rooswijk mengangkut berbagai koin untuk perdagangan ilegal. Banyak koin dibuat dengan lubang kecil yang dijahitkan ke pakaian awak kapal untuk diselundupkan ke Hindia Timur. Menyembunyikan koin dengan cara ini juga menjaga koin tetap aman dari orang lain di kapal. Begitu besarnya permintaan di luar negeri, ada pula yang menyelundupkan perak di sepatu dan ikat pinggang.


Menurut Merewether, penyelundupan dan perdagangan barang ilegal sering digunakan secara bergantian, keduanya merujuk pada pergerakan barang secara ilegal melintasi batas negara untuk menghindari pembayaran pajak. Penyelundupan perak dilarang oleh VOC, meskipun menjadi praktik umum di kalangan personelnya.


“Diperkirakan pada saat Rooswijk tenggelam, setengah dari uang yang diangkut di kapal-kapal tersebut adalah ilegal. Diperkirakan total 20 hingga 40 juta ducatons diselundupkan ke Asia pada abad ke-17 dan ke-18,” tulis Merewether.


Setelah tiba di Hindia Timur, awak kapal dan penumpang yang dipekerjakan oleh VOC menjual perak itu kepada VOC melalui perantara dengan harga yang telah ditetapkan. VOC menggunakan perak tersebut untuk membeli rempah-rempah dan porselen, yang nilainya semakin meningkat saat diperdagangkan kembali ke Belanda. Dengan cara ini, nilai perak hampir dua kali lipat, memungkinkan penyelundup maupun VOC mendapatkan keuntungan.


Praktik penyelundupan dan perdagangan ilegal akhirnya menjadi salah satu penyebab kebangkrutan VOC di pengujung abad ke-18.*

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Sumatra Utara dan Aceh dulu juga pernah dilanda banjir parah. Penyebabnya sama-sama penebangan hutan.
S.K. Trimurti di Tengah Tokoh Kiri

S.K. Trimurti di Tengah Tokoh Kiri

Sikap politik S.K. Trimurti bersinggungan dengan tiga tokoh kiri terkemuka Republik: Tan Malaka, Amir Sjarifoeddin, dan Musso.
bottom of page