top of page

Sejarah Indonesia

Petani Tantang Kaisar

Petani Tantang Kaisar

Dipuja sebagai gerbang kemajuan Negeri Sakura, Restorasi Meiji juga melahirkan Pemberontakan Chichibu.

11 Maret 2012

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Kaisar Meiji pindah dari Kyoto ke Tokyo pada akhir 1868, seperti digambarkan Le Monde Illustre. (Wikimedia Commons).


Setelah kedatangan Komodor Matthew Calbraith Perry dari Amerika Serikat pada 1854, Jepang membuka pelabuhan-pelabuhannya untuk kapal-kapal dagang asing. Kaisar Meiji sadar bangsanya tertinggal jauh dari banyak negeri. Mereka lalu mengirimkan putra-putri terbaik untuk belajar ke berbagai negara. Dimulailah apa yang dikenal sebagai Restorasi Meiji pada 3 Januari 1868.


Restorasi Meiji merupakan serangkaian tindakan reformasi menyeluruh untuk membawa Jepang ke tempat terhormat di dunia internasional. Prinsipnya, memadukan nilai-nilai tradisi dengan Westernisasi. Selain penguatan militer dan ekonomi, segi kehidupan lainnya turut berubah drastis.


Namun, Restorasi Meiji tak bebas dari penentagan. Selain para samurai yang kehilangan hak istimewa, petani juga tak senang. Tingginya pajak dan melonjaknya harga menyulitkan kehidupan mereka. Petani terlilit utang kepada lintah darat, dan akhirnya kehilangan tanah.



Sistem pendidikan menyeluruh, di mana anak-anak wajib bersekolah minimal tiga atau empat tahun, mencekik petani yang tak punya uang untuk biaya sekolah. Lagi pula mereka biasa melibatkan anak-anak mereka untuk bekerja di sawah atau urusan keluarga lainnya. Huru-hara petani pun kerap muncul sebagai bentuk protes kepada penguasa.



Petani Jepang sedang menanam padi di sawah, tahun 1890-an. (Wikimedia). 
Petani Jepang sedang menanam padi di sawah, tahun 1890-an. (Wikimedia). 


Di Chichibu, sebuah kota di Region Kanto, Prefektur Saitama, tak jauh dari ibukota Jepang, petani dan buruh tanpa lahan mengeluhkan kondisi sulit akibat Restorasi Meiji. Namun, mereka, "benar-benar terpukul terutama setelah jatuhnya harga kain sutra dan gagal panen," tulis Linda K. Menton dalam The Rise of Modern Japan.


Masyakat Chichibu secara tradisional merupakan masyarakat agraris. Mereka menggantungkan hidup dari lahan dan ternak ulat sutra. Pascapembukaan hubungan dengan mancanegara oleh Kaisar Meiji, perdagangan sutra kian meluas. Bahkan permintaan dari mancanegara, terutama Prancis, meningkat pesat. Namun banyak lahan pertanian petani disita rentenir. Mereka pun hanya menggantungkan hidup dari perdagangan sutra. Ketika harga sutra jatuh, kelangsungan hidup mereka terancam.


Kemarahan para petani terus memuncak. Dengan dukungan beberapa elit (kelas menengah desa yang revolusioner), mereka menuntut penundaan dan perpanjangan pembayaran utang kepada para pejabat desa. Mereka juga menuntut agar dibebaskan dari keharusan menyekolahkan anak. Namun pemerintah menolak tuntutan-tuntutan itu.



Memorial Pemberontakan Chichibu di Onraku-ji, Chichibu, Saitama, Japan. (Wikimedia).
Memorial Pemberontakan Chichibu di Onraku-ji, Chichibu, Saitama, Japan. (Wikimedia).

Para petani hilang kesabaran. Pada November 1884, sekira tujuh ribu petani –termasuk buruh serta kelas menengah yang memotori– menyerbu ibukota kotapraja (baca: Chichibu). Sepanjang perjalanan, mereka merusak rumah para rentenir. Di kota, mereka menduduki Omiya, ibukota administratif distrik Chichibu. Di sana mereka menggantungkan spanduk berbunyi: "Markas Besar Revolusioner". Mereka menjarah. Surat-surat utang mereka robek. Mereka merampok uang dan senjata.



Pemerintah menjawab dengan mengirim polisi dan tentara. Para pelaku yang tertangkap dihukum berat. "Pemerintah terpaksa mengirim pasukan besar untuk menghentikan pemberontakan, serta melakukan tindakan keras dan menghukum 300 dari mereka, termasuk selusin hukuman mati," tulis Simon Partner dalam The Mayor of Aihara: A Japanese Villager and His Community, 1865-1925.


Pemberontakan Chichibu dianggap sebagai awal kesadaran masyarakat akan hak-hak mereka. Bagi pemerintah, "pemberontakan Chichibu menandai akhir dari perlawanan petani terhadap pemerintahan Meiji," tulis Linda.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Sebagai anak “broken home”, Soeharto pontang-panting cari pekerjaan hingga masuk KNIL. Copot seragam ketika Jepang datang dan pulang kampung dari uang hasil main kartu.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Melatih Andjing NICA

Melatih Andjing NICA

Martin Goede melatih para mantan interniran Belanda di kamp. Pasukannya berkembang jadi andalan Belanda dalam melawan pejuang Indonesia.
Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Sjoerd Albert Lapré, "anak Jakarte" yang jadi komandan kompi di Batalyon Andjing NICA. Pasukannya terdepan dalam melawan kombatan Indonesia.
Para Raja Luar Jawa dalam Perang Jawa

Para Raja Luar Jawa dalam Perang Jawa

Dianggap kawan oleh Belanda dan tak mengenal Diponegoro, banyak raja atau kepala masyarakat mengerahkan penduduk mereka melawan Diponegoro dalam Perang Jawa.
bottom of page