top of page

Sejarah Indonesia

Petugas Imigrasi Mesir Menahan Rombongan Agus Salim

Petugas Imigrasi Mesir Menahan Rombongan Agus Salim

Delegasi diplomatik Indonesia diinterogasi di ruang imigrasi bandara Kairo. Petugas imigrasi bingung melihat penampilan delegasi ditambah belum pernah dengar negara bernama Indonesia.

26 Mei 2024

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Rombongan delegasi diplomatik Indonesia yang dipimpin Haji Agus Salim. Ki-ka: Mr. Nazir St. Pamuncak (Pegawai Tinggi Kemenlu), A.R. Baswedan (Menteri Muda Penerangan), Haji Agus Salim (Menteri Muda Luar Negeri), H.M. Rasyidi (Sekjen Kementerian Agama) . Sumber: Repro dari buku "Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri" karya Muhammad Zein Hassan.

Pesawat yang membawa rombongan Haji Agus Salim mendarat di Lapangan Udara Kairo pada 10 Agustus 1947. Kedatangan delegasi Indonesia ini dalam rangka memenuhi undangan Liga Arab sekaligus memperjuangkan pengakuan kemerdekaan Indonesia secara de jure. Haji Agus Salim bertindak sebagai pemimpin delegasi didampingi A.R. Baswedan (Menteri Muda Penerangan), dan Dr. Mr. Nazir St. Pamuncak (Pegawai Tinggi Kemenlu). Sementara itu, H.M. Rasyidi (sekjen Kementerian Agama) dan Mayor Jendral Abdul Kadir (perwira tinggi Kementerian Pertahanan) duluan tiba di Mesir pada 5 April.


“Pada masa inilah Republik Indonesia mengirimkan misi persahabatan ke negara-negara Islam yang dipimpin oleh Haji Agus Salim pada tanggal 4 April 1947,” sebut Mukayat dalam Haji Agus Salim: Karya dan Pengabdiannya.


Menurut Mohammad Najmuddin dalam skripsinya di Universitas Indonesia berjudul “Peran Politik Haji Agus Salim dari Masa Pergerakan Nasional hingga Revolusi Kemerdekaan 1908—1949”, terpilihnya Agus Salim sebagai ketua delegasi bukanlah hal yang aneh. Selain karena menjabat menteri muda luar negeri, Agus Salimlah yang paling berpengalaman di ranah diplomatik dari antara semua anggota delegasi. Semasa muda, Agus Salim pernah menjadi konsul muda di Konsulat Belanda di Jeddah, Arab Saudi. Lagipula kemampuan bahasa asingnya yang handal membuat Agus Salim terpilih sebagai ketua delegasi.



Tapi, masalah menanti rombongan Agus Salim begitu mereka menjejakkan kaki di bandara. Setelah turun dari pesawat, petugas imigrasi menanyakan paspor dan dokumen yang diperlukan. Delegasi Indonesia hanya mengeluarkan secarik kertas kumal keluaran Kementerian Luar Negeri dengan tulisan “Surat Keterangan yang dianggap sebagai paspor”. Bukannya diizinkan masuk melanjutkan perjalanan, rombongan Agus Salim malah dibawa ke ruang imigrasi. Terlihat kurang meyakinkan, petugas imigrasi merasa perlu menginterogasi delegasi Indonesia ini.  


Menurut Baswedan seperti dikisahkan Suratmin dan Didi Kwartanada dalam biografi A.R Basewedan: Membangun Bangsa Merajut Keindonesiaan, penampilan mereka saat itu memang tidak terlihat seperti penampilan layaknya pejabat menteri yang berpakaian formal lengkap dengan dasi. Baswedan sendiri hanya mengenakan pakaian sederhana. Pakaiannya menggunakan bahan dril buatan Indonesia dan kakinya dibalut sandal sepatu tidak bersemir, yang umum dipakai di Yogyakarta.


“Siapa mereka?” tanya petugas imigrasi.


“Kami anggota delegasi diplomatik Indonesia,” jawab Haji Agus Salim.


“Apakah mereka semua beragama Islam?” tanya petugas lagi.


“Ya,” balas anggota delegasi Indonesia secara serentak. Mereka semua kemudian saling berpandangan seraya tertawa.



Tertahannya rombongan Agus Salim, seperti dituturkan Baswedan dalam “Catatan dan Kenangan” termuat di kumpulan tulisan Seratus Tahun Haji Agus Salim, sehubungan dengan petugas imigrasi yang bingung karena tidak mengenal negara Indonesia. Setelah dijelaskan bahwa rombongan delegasi ini semuanya beragama Islam, maka petugas imigrasi tanpa banyak tanya lagi langsung menyambut dan mempersilakan mereka untuk lewat.


Setelah urusan imigrasi beres, delegasi Indonesia disambut dua anggota delegasi lain yakni Rasyidi dan Abdul Kadir. Sejurus kemudian, Sekjen Liga Arab Azzam Pasha datang menyambut mereka dengan segala keramahan. Para mahasiswa Indonesia yang di Mesir pun turut menyambut rombongan Haji Agus Salim. Hari-hari rombongan Agus Salim di Mesir diisi dengan berbagai kegiatan untuk memperkenalkan Indonesia. Semisal, kunjungan persahabatan dan penyampaian ucapan terima-kasih kepada masyarakat Mesir yang menyokong kemerdekaan Indonesia.


“Pak Salim telah mengadakan ceramah tiga kali di hadapan para cendekiawan Mesir. Pada tiap-tiap ceramah beliau mempergunakan bahasa yang berlain-lainan, yaitu bahasa Perancis di Institute Geografi Kerajaan, bahasa Inggris di Aula Universitas Fouad I (Universitas Kairo sekarang) dan bahasa Arab di Gedung Persatuan Wartawan Mesir,” kenang Muhammad Zein Hassan selaku ketua Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia di Mesir dalam bukunya Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri.



Misi diplomatik tersebut menuai sukses gemilang. Meski sempat tertunda, Mesir menjadi negara pertama yang memberikan pengakuan kedaulatan atas berdirinya Republik Indonesia (RI). Pada 10 Juni 1947, Agus Salim menandatangani piagam persahabatan antara Republik Indonesia dan Mesir yang ditulis dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Prancis, Arab, dan Indonesia. Perjanjian itu ditandatangani oleh Agus Salim sedangkan pihak Mesir oleh Perdana Menteri Nokrasyi. Tidak berapa lama kemudian, negara-negara Arab lain seperti Suriah, Yordania, Irak, Lebanon, Arab Saudi, Yaman, hingga Afganistan turut menyusul mengakui RI.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page