top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Prahara di Pinggir Jakarta

Gabungan pesilat dan santri Bekasi berhasil memaksa konvoi pasukan Inggris mundur.

18 Nov 2017

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Konvoi pasukan Inggris memasuki Bekasi. Foto: Imperial War Museum.

LETJEN Sir Philip Christison tak menyangka penugasannya sebagai panglima Komando Tentara Sekutu di Jawa usai Perang Dunia II bakal merepotkannya. Belum lagi Pertempuran Surabaya hilang dari ingatan, ulah para pemuda pejuang di Bekasi kembali membuatnya berang.


Keberangannya kali ini berawal dari jatuhnya pesawat angkut Dakota milik Inggris yang berangkat dari Bandara Kemayoran pada 23 November 1945. “Dakota itu membawa 20 pasukan dari 2/19th Kumaon. Pesawat pengintai melaporkan kedua kru dan para penumpangnya selamat,” tulis Richard McMillan dalam The British Occupation of Indonesia: 1945-1946.


Menurut AH Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Vol. 2, para awak dan penumpang Dakota yang jatuh di Rawa Gatel, Cakung itu kemudian ditahan laskar pimpinan H Maksum. Para laskar lalu menyerahkan mereka ke Klender, daerah kekuasaan Barisan Rakyat (BaRa) pimpinan Haji Darip. BaRa enggan menampung mereka. Entah atas prakarsa siapa, para penumpang Dakota itu lalu diangkut menuju markas komando TKR Batalyon V Resimen V Cikampek. Namun dalam perjalanan, mereka justru disembelih dan jasad-jasadnya dibuang ke Kali Bekasi.


Berita penyembelihan itu sampai ke telinga Christison dan membuat sang panglima naik pitam. Pada 29 November, dia langsung mengerahkan pasukan untuk mencari jasad-jasad penumpang Dakota meski harus melanggar garis demarkasi Kali Cakung. “Sekutu menggunakan tentara Punjab ke-1/16, Skuadron Kavaleri FAVO ke-11, Pasukan Perintis ke-13, pasukan Resimen Medan ke-37, Detasemen Kompi Medan ke-69, serta 50 truk dan lima meriam,” ujar Ali Anwar dalam biografi KH Noer Ali, Kemandirian Ulama Pejuang.


Pasukan itu nyaris tak mendapat perlawanan dalam perjalanan sampai Kali Cakung. Namun di perlintasan kereta Rawa Pasung, Kranji (kini dekat Stasiun Kranji), mendadak mereka diserang puluhan pejuang Kelompok Pesilat Subang di bawah pimpinan Ama Puradiredja. Kelompok pejuang yang sempat mendapat latihan dasar kemiliteran dari Resimen V itu menyerang dengan menggunakan golok dan granat tangan.


“Pertempuran tiba-tiba ini mengakibatkan enam pesilat gugur dan pihak lawan tak diketahui pasti. Namun dari pertempuran ini dapat dirampas 12 senapan mesin dan 10 karaben (senapan),” ujar Susila Budi Moeffreini yang mewakili keluarga besar Moeffreini Moe’min di buku Jakarta-Karawang-Bekasi dalam Gejolak Revolusi: Perjuangan Moeffreini Moe’min.


Konvoi Inggris yang mengalami beberapa korban tewas dan luka itu lalu mundur kembali ke Jakarta via Cakung. Sialnya, di dekat wilayah Sasak Kapuk (kini pertigaan Pondok Ungu antara Jalan Sultan Agung dan Jalan Kaliabang, Kota Bekasi) mereka dicegat lagi, dari dua sisi.


Kawasan itu memang sudah diplot jadi titik pencegatan oleh gabungan pasukan republik yang terdiri dari Laskar Rakyat pimpinan KH Noer Ali, pasukan Yon V Bekasi di bawah Mayor Sambas Atmadinata, dan TKR Laut pimpinan Mayor M Hasibuan. Pimpinan ketiga pasukan mengerahkan 400 personil untuk mencegat Inggris.


Kontak senjata pun terjadi antara pasukan Inggris dan republik yang keberadaannya hanya dibatasi Kali Sasak Kapuk. Persenjataan pasukan Inggris jauh lebih superior daripada pasukan republik yang banyak di antara personilnya hanya bersenjatakan golok, arit, bambu runcing, dan ketapel. Gempuran-gempuran mortir dan artileri Inggris pun memakan banyak korban pasukan republik serta memaksa pasukan KH Noer Ali dan TKR Laut mundur ke utara. “KH Noer Ali selamat dari terjangan peluru dan segera menyelamatkan diri dengan cara menceburkan diri ke Kali Sasak Kapuk,” ujar Ali Anwar.


Pertempuran skala besar pertama di Bekasi –yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Sasak Kapuk– itu menyebabkan 40 pejuang republik gugur dan 15 lainnya hilang. Sementara, korban dari pasukan Inggris tak diketahui. Pasukan Inggris langsung melanjutkan perjalanan kembali ke Jakarta setelah berhasil membuat mundur pasukan republik.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
bottom of page