top of page

Sejarah Indonesia

Priyayi Dan Haji Lampung Bantu

Priyayi dan Haji Lampung Bantu Belanda

Tak semua tokoh Lampung ikut Radin Inten II. Haji pun ada yang ikut Belanda dalam Perang Lampung.

25 Juni 2025
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Diperbarui: 27 Jun

JENDERAL Mayor Johan Harmen Rudolf Kohler (1818-1873) dikenal sebagai jenderal Belanda yang tertembak mati pada 14 April 1873 di luar Masjid Raya Aceh. Aceh bukan satu-satunya musuh Belanda yang dihadapi Kohler. Belasan tahun sebelumnya, sedari 1856-1857, Kohler yang masih berpangkat Kapten juga ikut menghadapi perlawanan orang Lampung di bawah pimpinan Radin Inten II. 

 

Radin Inten II adalah penguasa daerah Negara Ratu. Dalam menghadapi Belanda, di kubu Radin Inten II terdapat Pangeran Singa Branta dan pemuka-pemuka masyarakat yang lain.

 

Radin Inten II merupakan putra dari Radin Imba Kesuma sekaligus cucu dari Radin Inten I. Encyclopedie van Nederlandsch Indie II karya S de Graaf menyebut bahwa Radin Inten I punya darah Banten dan ibunya keturunan Dara Putih Lampung.

 

Sebelum 1817, Radin Inten I hendak memerdekakan seluruh wilayah Lampung dari Banten dan untuk itu dia rela bersekutu dengan bajak laut Lingga. Gubernur Jenderal Belanda-Perancis Herman Deandels lalu memanfaatkan Radin Inten I untuk stabilitas daerah sekitar Lampung dengan menjadikannya bupati dan diberi pangkat kehormatan kolonel.

 

Radin Inten I berseberangan dengan Belanda. Begitu juga Radin Imba Kusuma II yang menjadi penganti Raden Inten I di Lampung. Radin Imba Kusuma II juga ditangkap. Perlawanan keduanya pun berakhir. Setelah Radin Inten II dewasa, perlawanan keluarga tersebut terhadap Belanda dilanjutkan.

 

Berbeda dari kedua pendahulunya, perlawanan Radin Inten II lebih masif. Selain dukungan dari marga-marga setempat, kekuatan Radin Inten II belakangan juga ditopang Pangeran Singa Branta sebagai penguasa wilayah sekitar Gunung Rajabasa. Lalu, para pendatang dari Banten yang datang pada 1850.

 

“Kekuatan-kekuatan dari luar yang ikut ambil bagian penting ialah para pejuang dari Banten yang gagal dalam perlawanan, yang orang Lampung juga turut membantu di dalamnya. Mereka ialah Haji Wachia, Wak Maas, dan Luru Satu yang datang pada tahun 1850 untuk merajut kembali hubungan dan menyatukan perlawanan rakyat Lampung di bawah pimpinan Keratuan Darah Putih,” tulis Yuli Kristian dalam Politik Ekonomi Belanda terhadap Lampung Pada Tahun 1800-1942.

 

Kendati Lampung telah memisahkan diri dari Kesultanan Banten, hubungan keduanya masih tetap terjalin. Kesamaan nasib sebagai taklukan Belanda membuat keduanya kerap bahu membahu melawan Belanda.

 

“Pada tahun 1850 Radin Inten II disumpah oleh Kyai Haji Wakhya sebagai Ratu. Jadi beliau menggantikan ayah beliau Radin Imba II. Penobatan Radin Inten II ini diikuti oleh Belanda dengan rasa cemas. Belanda juga tahu siapa dan bagaimana keadaan serta sikap beliau terhadap Pemerintah Belanda,” tulis Sagimun MD dan Lukman Efendi dalam Riwayat Hidup dan Perjuangan Radin Inten II.

 

Melihat kian membahayakannya Radin Inten II lantaran sudah tak bisa diatasi oleh asisten residen Lampung, pada 1851 pemerintah Hindia Belandan mengirim pasukan militernya. Koran Algemeen Handelsblad tanggal 15 November 1853 menyebutkan pada Agustus 1853 pertempuran berkurang dan kubu Radin Inten II berdamai. Namun, pada 1856 pertempuran kembali menghebat.

 

Pemerintah Hindia Belanda pun kembali mengerahkan militernya. Koran Java Bode tanggal 30 Agustus 1856 menyebut bahwa ekspedisi mililiter pada Agustus 1856 itu dikirim ke Canci, Rajabasa, Kampung Liandong, dan Bandulu. Pada 16 Agustus 1956 daerah-daerah itu berhasil diduduki oleh Batalyon Infanteri ke-11 militer Belanda. Dua hari berselang, kapal uap milik pemerintah, Bennet, bergerak dari Batavia ke Kalianda. Pada 19 Agustus, pasukan Belanda, yang belakangan dikenal sebagai Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL), itu bergerak ke pedalaman Lampung.

 

Dalam pergerakan di Hawi Brak, satu peleton KNIL menemukan jejak dari Pangeran Singa Branta. Pengejaran terhadap Singa Branta pun dilakukan. Pasukan juga mengejar Radin Inten II hingga ke daerah Kalianda. Tak hanya pasukan KNIL yang memburunya, tapi juga Raden Ngarapat, kepala Kampung Tataan yang dendam pada Radin Inten II.

 

“Raden Ngarapat mengetahui bahwa Radin Inten, yang kehilangan segala sumber dayanya, mengembara di hutan belantara hanya dengan empat pengikutnya. Dia berhasil membujuk tiga pengikutnya, yang istrinya sudah ditahan di Tataan, untuk membantunya melalui perantaraan mereka. Mereka mengatur pertemuan antara dia dan Radin Inten, dengan dalih agar Raden Intan diberi bekal akan disediakan,” catat Militaire Spectator tanggal 1 Februari 1860.

 

Berkat bantuannya, Radin Inten II berhasil dilumpuhkan. Namun, tidak dengan Pangeran Singa Branta yang masih dalam perburuan.

 

Pihak Belanda beruntung. Saudara bupati Teluk Betung yang merupakan seorang haji, Haji Ismail, ikut membantu. Tak hanya bantuan fisik yang diberikan haji itu tapi juga bantuan non-fisik.

 

“Kepada masyarakat yang tidak ikut mendukung perlawanan ini, pemerintah kolonial mengirim dua tokoh agam yang berpengaruh, yakni Haji Ismail dan Haji Muda untuk memberi penerangan di hadapan rakyat yang dikumpulkan di Canti, Sumpu, Katimbang, dan Banding, bahwa mereka dalam perlindungan pemerintah kolonial,” tulis Yuli Kristian.

                                                        

Haji Ismail kemudian ikut pasukan Belanda memburu Pangeran Singa Branta. Koran Java Bode tanggal 28 Januari 1857 memberitakan, mereka berhasil menangkap Pangeran Singa Branta pada 19 Januari 1857. Pangeran yang punya peran penting dalam perlawanan di Kalianda itu lalu diasingkan.

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Kala Sultan Hamid Dihina Orang Belanda

Kala Sultan Hamid Dihina Orang Belanda

Sebelum jadi sultan Pontianak, Hamid Alkadri sudah perwira KNIL. Sewaktu muda dia pernah diusir dari klub orang Belanda.
Ayub Rais, Pengusaha Bumiputera Penyokong Bung Hatta

Ayub Rais, Pengusaha Bumiputera Penyokong Bung Hatta

Bung Hatta mengenal buku dan studi ke Belanda berkat “diasuh” Ayub Rais, satu dari trio pelopor pengusaha Minang yang menaklukkan Pasar Senen.
Hegemoni Makanan Cepat Saji

Hegemoni Makanan Cepat Saji

Makanan cepat saji tak cuma menawarkan konsep cepat dan terjangkau, tapi juga gengsi dan gaya hidup.
Coklat Sebagai Ransum Tentara di Medan Perang

Coklat Sebagai Ransum Tentara di Medan Perang

Telah sejak lama coklat menjadi bekal para tentara di medan perang. Di masa Perang Dunia II, coklat pernah dijuluki sebagai senjata rahasia Hitler.
Ketika Jenderal Purnawirawan Bersuara

Ketika Jenderal Purnawirawan Bersuara

Di masa Orde Baru para jenderal purnawirawan mengajukan pandangan untuk mengoreksi Dwifungsi ABRI. Kini para jenderal purnawirawan bersuara untuk memakzulkan wakil presiden.
bottom of page