top of page

Sejarah Indonesia

Ratu Punk Vivienne Westwood

Ratu Punk Vivienne Westwood

Vivienne Westwood menggunakan fesyen sebagai senjata melawan standar kepantasan. Berkat tokonya, lahir band Sex Pistols.

6 Januari 2023

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Vivienne Westwood. (Instagram @viviennewestwood).

Desainer asal Inggris, Vivienne Westwood meninggal dunia pada 29 Desember 2022. Melakukan pemberontakan di dunia mode dan melahirkan fesyen punk setengah abad lalu. Seorang aktivis lingkungan, bahkan anarkis, tapi mendapat gelar kehormatan “Dame” dari Ratu Elizabeth II.


Vivienne Isabel Swire lahir di Desa  Tintwhistle, Derbyshire, Inggris pada 8 April 1941. Ia lahir dari keluarga buruh. Ibunya pernah bekerja sebagai penenun di pabrik kapas dan ayahnya berasal dari keluarga pembuat sepatu.


Vivienne pernah mengenyam pendidikan di sekolah tata bahasa tapi kemudian keluar. Sama halnya ketika ia belajar mode dan kerajinan perak di Harrow Art College. Ia keluar setelah satu semester.


“Saya tidak tahu bagaimana seorang gadis kelas pekerja seperti saya bisa mencari nafkah di dunia seni,” katanya seperti dikutip Victoria and Albert Museum.



Belakangan ia bekerja di pabrik dan dilatih untuk menjadi guru sekolah dasar. Sejak 1950-an, Vivienne telah membuat pakaian untuk dirinya sendiri dan melakukan berbagai eksplorasi fesyen.


Pada 1962, Vivienne menikah dengan Derek Westwood, seorang pekerja magang di sebuah pabrik. Namun, pasangan keduanyalah yang mengubah banyak hal. Ia adalah Malcolm McLaurent yang mendaku diri sebagai si raja punk.


McLaurent mengenalkan Vivienne pada seni dan musik. Mereka berdua kemudian membuka sebuah toko di Kings Road, London pada musim gugur 1970. Namanya Let it Rock. Tokonya menjual pakaian berkarakter radikal. Baginya, pakaian adalah sarana mengekspresikan diri dan ia pun memulai mode sebagai pemberontakan.


Vivienne Westwood pada 2021. (Instagram @viviennewestwood).
Vivienne Westwood pada 2021. (Instagram @viviennewestwood).

“Kami memilih gaya 50-an sebagai inspirasi karena sepertinya itu adalah masa ketika kaum muda memberontak melawan usia: Sampai jumpa lagi, ayah, kau terlalu kolot!” tulisnya dalam Get a Life, The Diaries of Vivienne Westwood.


Ketika tokonya masih bernama Let it Rock, seorang pemuda bernama Glen Matlock datang mencari sepatu brothel creepers. Ia juga bercerita bahwa ia baru saja dipecat dari pekerjaannya. Matlock kemudian bekerja di toko Vivienne.


“Saat itu, Steve (Jones) dan Paul (Cook) mulai berdatangan. Adalah tugas saya untuk mengawasi mereka. Mereka mencoba membuat band bersama dan saya mendengar mereka mengatakan bahwa mereka membutuhkan pemain bass. Jadi begitulah awalnya,” kisah Matlock dalam tulisannya “A job at Vivienne Westwood’s shop made me a Sex Pistol” yang terbit di The Guardian.



Sex Pistol terbentuk ketika toko Vivienne bernama SEX. Ia memang selalu mengubah nama toko ketika membuat koleksi baru. Sebelum SEX, toko dinamai Too Fast To Live, To Young To Die, dan kemudian Seditionaries. Vivienne mendandani Sex Pistol menjadi terkenal dan orang-orang menyebutnya punk.


“Punk adalah puncak dari koleksi sebelumnya. Kami mencoba membentuk sekelompok pemberontak yang akan menggulingkan sistem. Johnny Rotten benar-benar bersungguh-sungguh ketika ia menyanyikan ‘I want to be Anarchy/I want to destroy the passer by/Your future dream is a shopping scheme’,” tulis Vivienne.


Vivienne melihat fesyen punk adalah gerakan yang politis dan revolusioner. Sayangnya, itu seringkali tak dipahami anak muda. Ia kecewa bahwa anak-anak muda mengikuti fesyen dan musik tapi tak acuh pada ketidakadilan.


Ketika itu Vivienne berpikir punk telah berakhir. Ia membutuhkan ide baru. Namun, ia tetap menjadikan fesyen sebagai senjata. Tokonya kemudian berganti nama menjadi World’s End.



Kekecewaan membuat Vivienne membawa ide-idenya ke panggung fesyen kelas atas. Orang-orang menertawainya bahkan mencibirnya. Tapi ia justru memulai gerakan New Romantics melalui catwalk show pertamanya dengan koleksi bertajuk “Pirates”.


Vivienne mencintai sejarah. Ia melakukan riset sejarah untuk ide-ide fesyennya. Menurutnya, ide datang dari “traditional skills and copying”.


“Ini adalah pemberontakan saya, aktivisme saya melawan dogma abad ke-20: ‘Masa lalu sudah berakhir! Anda luar biasa dan semuanya berasal dari Anda?’ Tidak! Ide harus datang dari suatu tempat. Dari mana lagi mereka bisa datang selain masa lalu,” jelasnya.


Vivienne Westwood dalam sebuah demonstrasi pada 2021 lalu. (Instagram @viviennewestwood).
Vivienne Westwood dalam sebuah demonstrasi pada 2021 lalu. (Instagram @viviennewestwood).

Pada 1992, Vivienne mendapat gelar kehormatan “Dame” dari Ratu Elizabeth II. Yang menghebohkan, di luar Istana Buckingham, ia merayakannya dengan putaran ikonoklastik yang memperlihatkan bahwa ia tak memakai celana dalam.


“Saya ingin memamerkan pakaian saya dengan memutar-mutar rok. Tidak terpikir oleh saya bahwa, karena para fotografer praktis berlutut, hasilnya akan lebih glamor dari yang saya harapkan,” katanya seperti dikutip Women’s Wear Daily.



Bukan Vivienne jika tak menggemparkan. Pada 2015, ia memarkir sebuah tank berwarna putih di depan rumah Perdana Menteri David Cameron. Ia melakukan kampanye anti fracking, proses pengeboran tanah dengan air, bahan kimia dan pasir yang disuntikan dengan tekanan tinggi.


Vivienne memang punya perhatian besar pada krisis iklim. Ia juga anti senjata nuklir. Vivienne mendukung Partai Hijau dan gerakan seperti Aids Research, PETA, dan Oxfam. Ia terlibat dalam upaya menyelamatkan hutan hujan di Brasil, Kongo, hingga Papua Nugini.

“Saya tidak bisa memberi tahu Anda inspirasi fesyen saya, saya harus bicara tentang perubahan iklim,” katanya.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Sukses sebagai penyanyi di Belanda, Anneke Gronloh tak melupakan Indonesia sebagai tempatnya dilahirkan.
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
bottom of page