top of page

Sejarah Indonesia

Serda Raswad Kapten Semalam G30s

Serda Raswad Kapten Semalam G30S

Bintara Tjakrabirawa yang ikut menculik Jenderal Ahmad Yani. Dia yang beri perintah tembak ketika Yani melawan.

18 September 2023

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Brigjen Sabur sedang memimpin rapat pimpinan Tjakrabirawa (Ilustrasi foto: Koleksi pribadi Maulwi Saelan/Historia)

Selama di Jakarta, Sersan Dua Raswad sehari-harinya hanya beraktivitas di tempat kerjanya atau tempat tinggalnya di Asrama Tjakrabirawa Tanah Abang II. Dia bagian dari Kompi B Batalyon Kawal Kehormatan I Resimen Tjakrabirawa, pasukan pengawal Presiden Sukarno. Pria kelahiran Lengkong, Brebes tahun 1925 itu adalah bekas Banteng Raider dari Jawa Tengah. Raswad salah satu yang terpilih masuk Tjakrabirawa.


Ketika kelompok yang menamakan diri Gerakan 30 September (G30S) menyusun rencana menculik dan menghadapkan sejumlah jenderal ke presiden, Raswad termasuk bintara kompi B yang ikut dilibatkan dalam upaya menculik Menteri/Panglima Angkatan Darat (Menpangad) Letnan Jenderal Ahmad Yani, orang nomor satu di Angkatan Darat. Yani sendiri merupakan pendiri Banteng Raider.



Pasukan penculik Yani yang dikomandani Pembantu Letnan Satu Mukidjan terdiri dari satu regu Tjakrabirawa dibantu puluhan personel dari Brigade Infanteri (Brigif) I KODAM Jaya – komandan Brigif I adalah Kolonel Abdul Latief– dan Batalyon Raider 530. Pasukan ini dibagi dua: pasukan untuk memasuki rumah dan satu lagi pasukan untuk menjaga di luar rumah (di belakang maupun di depan).


Untuk tugas tersebut, Sersan Dua Raswad diberi kenaikan pangkat. Alhasil dia agak terkejut karena diberikan pangkat Kapten Lokal.


“Letnan Satu Dul Arief mengatakan ini adalah perintah dan untuk menambahkan kepercayaan Jenderal Yani waktu akan menghadap untuk pengambilan,” aku Raswad kepada Hakim Ketua dalam sidang Mahmillub di Jakarta, 25 Februari 1966, seperti termuat dalam Gerakan 30 September di Hadapan Mahmillub 2 di Jakarta: Perkara Untung.


Pasukan penculik Yani, yang tergabung dalam Pasukan Pasopati Gerakan 30 September 1965 (G30S), itu berangkat dari Lubang Buaya dengan menggunakan dua truk dan dua bus. Jumlah pasukan itu kira-kira satu setengah kompi. Penggunaan pasukan sebanyak itu untuk mengantipasi perkiraan bahwa sebagai orang nomor satu di Angkatan Darat, Yani akan dijaga banyak tentara.



Pasukan penculik itu lewat jalan bebas hambatan, lalu belok ke Jalan Rawamangun mengarah ke Jalan Salemba. Mereka lalu melewati Jalan Diponegoro dan Jalan Mangunsarkoro sampai akhirnya tiba di Jalan Lembang, alamat rumah Yani, pada dinihari 1 Oktober 1965.


Pasukan yang masuk ke dalam berasal dari Tjakrabirawa. Raswad memimpin masuk rumah. ditemani Doblin, Sugiono, dan Tumiran. Sersan Dua Gijadi lalu dipanggil masuk ke dalam rumah oleh “Kapten Tituler” Raswad. Begitu Jenderal Yani sudah menemui mereka, Raswad mengatakan bahwa Yani dipanggil Presiden. Di tengah perbincangan itu, Yani menempeleng salah seorang personel lantaran tak sopan.


“Saya lihat Saudara Raswad berbicara dengan Jenderal Yani dan Pak Yani memukul kepada Doblin; melihat itu dan mengingat perintah pengambilan harus dijalankan hidup atau mati, saya melepaskan tembakan,” aku Gijadi dalam dalam sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmillub) 25 Februari 1966 di Jakarta.


Yani sang panglima itu pun terbunuh. Jenazah Yani lalu diseret ke luar rumah dan dimasukan mobil para penculik. Setelahnya, bersama Yani para penculik kembali ke Lubang Buaya. Tugas Mukidjan, Raswad, dan lainnya pun selesai.



Setelah Pasukan G30S bubar pada pagi 1 Oktober 1965, anggota Tjakra banyak yang kembali ke asrama. Raswad ditangkap beberapa hari setelah kejadian. Dia lalu ditahan dan dijadikan saksi dalam perkara Untung di Mahmillub. Raswad, Gijadi, dan Mukidjan baru disidang pada awal 1968. Koran Nederlands Dagblad tanggal 18 April 1968 memberitakan ketiganya dijatuhi hukuman mati.


Bersama mereka ada 26 penculik lain yang disidang. Dari 26 terdakwa itu, 2 orang dihukum seumur hidup, 2 orang dipenjara 20 tahun, 5 orang dipenjara 15 tahun, 3 orang dipenjara 12 tahun, 2 orang dipenjara 10 tahun, dan 12 orang dipenjara 8 tahun. Nasib orang seperti Raswad dengan cepat dilupakan.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page