- Petrik Matanasi
- 5 Jun
- 3 menit membaca
INI adalah kali ketiga dia memasuki kota Makassar setelah beberapa tahun tergabung dalam kelompok yang tidak puas dengan pemerintah pusat di Jakarta. Minggu-minggu sebelumnya dia berada di Palopo yang –berjarak sekitar 372 km dari Makassar– masih dikuasai kelompok Kahar Muzakkar.
Kali ini, di Makassar keberuntungan jauh darinya. Dirinya tertangkap oleh aparat pemerintah di kota tersebut. Koran Java Bode tanggal 14 April 1954 memberitakan kurir malang ini tertangkap pada Senin, 12 April 1954 setelah 11 hari meninggalkan Palopo. Kurir Kahar Muzakkar yang tertangkap ini kemudian diidentifikasi sebagai Sinong, yang berusia 28 tahun.
Setelah ditangkap, Sinong diperiksa di bawah Komandan Militer Kota Makassar Mayor Mochtar. Keesokannya, Selasa, 13 April 1954 aparat mengadakan jumpa pers dengan wartawan. Dalam jumpa pers itu Sinong mengaku dirinya masuk Makassar sebagai “kurir khusus” Kahar Muzakkar. Tugasnya adalah menilai situasi di Makassar dan menyelidiki berbagai hal.
Selama berada di Makassar, Sinong bersembunyi di pinggiran kota. Selain untuk menghindari kejaran aparat keamanan, dia juga menjauhkan diri dari jangkauan gerombolan Dullah Haddade. Kelompok Dullah merupakan lawan kelompok Kahar Muzakkar.
Dari Sinong, situasi Palopo dan sekitarnya dapat terbaca. Kelompok Kahar Muzakkar di sana ternyata sedang mengalami kesulitan makanan hingga mereka harus mencarinya ke dalam hutan. Apa saja yang bisa dimakan mereka ambil. Di antaranya tanaman yang mereka sebut pucuk rotan. Buruknya sarana transportasi seperti jalan rusak menambah kesulitan mereka untuk mendapatkan barang kebutuhan lain.
Selain kekurangan makanan, masalah yang dihadapi kelompok Kahar Muzakkar adalah perpecahan internal. Setelah Kongres Gerilya di Palopo pada Agustus 1953, di mana Sinong juga hadir, diputuskan bahwa Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) akan diubah menjadi Tentara Islam Indonesia (TII). Masuknya Kahar ke dalam Darul Islam juga sudah membuat kelompoknya terpecah parah, menyebabkan rombongan Hamid Ali dan Usman Balo membelot hingga menimbulkan bentrok antara TII dan TKR Hamid-Usman.
Sinong menyebut juga soal Andi Basri. Salah seorang komandan kompi Tentara Islam Indonesia (TII) itu bahkan terbunuh karena luka tusuk saat perkelahian. Informasi lainnya tentang Andi Tenriadjeng, tangan kanan Kahar Muzakkar, telah meninggal dunia karena terluka setelah bertempur melawan TNI.
Sementara, orang-orang Eropa yang ditawan kelompok Kahar disebut Sinong berada di markas Kahar. Di sana, Kahar ditemani selalu oleh Corrie, istrinya yang Indo dari Klaten.
Sinong juga mengaku telah membunuh orang dengan tangannya sendiri. Itu menurutnya atas perintah komandannya sendiri, yang memerintahkan untuk menembak mati seorang perempuan dengan pistol karena perempuan itu dianggap telah “berpura-pura menjadi Pembawa Keilahian” di daerah pendudukan kelompok Kahar. Kelompok Kahar tidak mentolerir sesuatu yang dianggap Kahar tidak Islami, termasuk yang membawa ajaran yang lain dari yang mereka anut.
Kahar pula yang menurut Sinong memerintahkan untuk menghabisi Mayor Mochtar. Namun perintah itu sudah tidak mungkin dilaksanakan karena orang yang diperintahkan Kahar sudah tertembak mati dalam sebuah baku tembak antara TNI dengan TII.
Dalam jumpa pers itu, rupanya Sinong dikenali oleh salah satu wartawan yang hadir. Si wartawan itu kenal Sinong karena sama-sama masuk Perguruan Taman Siswa di Makassar pada 1940. De Nieuwsgier tanggal 14 April 1954 menyebut bahwa setelah dari Taman Siswa, Sinong bersekolah ke sekolah menengah swasta lain. Sejak 1950, Sinong bergabung dengan kelompok Kahar Muzakkar. Sebagai orang yang terpelajar, Sinong ditempatkan di bagian administrasi. Dia menjadi salah satu staf dekat Kahar.
Sebagai salah seorang kepercayaan Kahar, Sinong tergolong cerdik. Modal utamanya yakni potongannya yang jauh dari seorang anggota gerombolan.
“Perawakannya yang mungil, dia kurcaci dengan tinggi badan 1,20 meter, dan wajahnya yang kekanak-kanakan membuat orang mudah mengabaikannya dalam hal-hal serius seperti perlawanan bersenjata di Sulawesi Selatan,” demikian De Indisch Courant tanggal 26 April 1954 mewartakan.













Semoga orang orang yg tegar di jalan kebenaran mendapatkan hasil dari apa yang yg mereka kerjakan .