top of page

Sejarah Indonesia

Sukarno Cemas Bu Fat Hilang Di Cipanas

Sukarno Cemas Bu Fat Hilang di Cipanas

Hilang menyendiri di tepi sungai, Fatmawati bikin Sukarno dan semua orang di Istana Cipanas cemas.

13 Maret 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Presiden Sukarno, Ibu negara Fatmawati beserta putra-putri (Foto: Yayasan Bung Karno, (Repro "Suka-Duka Fatmawati").

MESKI kunjungannya ke Amerika Serikat pada 1956 secara umum menyenangkan, Presiden Sukarno menyimpan kegelisahan dalam kunjungan itu. Pasalnya, di Rumahsakit Saint Carolus, Jakarta saat itu Ibu Negara Fatmawati sedang terbaring tak berdaya. Pendarahan hebat membuat Fatmawati harus dioperasi.


Beruntung, operasi yang dijalani ibu negara berjalan lancar. Fatmawati pun diizinkan pulang beberapa hari kemudian. Untuk memulihkan kondisinya, Bu Fat, sapaan akrab Fatmawati, berencana tinggal di tempat sejuk dan sepi.


“Bung Karno segera diberitahu. Mendengar keinginan Bu Fat itu, Bung Karno memerintahkan pihak Istana agar secepatnya membawa Bu Fat ke Istana Cipanas dan tinggal di sana hingga kesehatan Bu Fat pulih kembali,” tulis wartawan Kadjat Adra’I dalam Suka-Duka Fatmawati Sukarno Seperti Diceritakan Kepada Kadjat Adra’i.


Fatmawati akhirnya “menyepi” di Istana Cipanas. Putra sulungnya, Guntur Sukarnoputra, menemaninya beberapa waktu kemudian sepulang dari Amerika Serikat mengikuti Sukarno. Sukarno sendiri datang beberapa hari setelah Guntur.


“Selama berada di Amerika Serikat, Mas selalu memikirkanmu,” kata Sukarno kepada Fatmawati.


Fatmawati tak merespon pernyataan sang suaminya itu. Komunikasi antara keduanya hampir selalu berjalan searah. Fatmawati lebih banyak diam. Luka di hatinya akibat dimadu Sukarno belum sembuh benar. Tiga tahun sebelumnya, 7 Juli 1953, di lokasi yang sama Sukarno menikahi Hartini.


“Aku bertemu dengan Hartini. Aku jatuh cinta kepadanya. Dan percintaan kami begitu romantis, sehingga orang dapat menulis sebuah buku tersendiri mengenai hal itu,” kata Sukarno sebagaimana dikutip Cindy Adams, penulis otobiografinya, dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.


Pernikahan Sukarno-Hartini menuai kecaman dari para aktivis perempuan. Organisasi-organisasi perempuan seperti Persatuan Istri Tentara (Persit), Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari), dan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) bahkan sampai menggelar unjuk rasa menolak poligami Sukarno.


Meski Fatmawati tak sedikitpun mendendam, permaduan yang dialaminya membuat hatinya terluka. “Jauh di lubuk hati Ibu, sebenarnya Ibu masih sangat mencintai Bung Karno,” kata Bu Fat, dikutip Kadjat. Dia pun banyak menyendiri di Istana Cipanas meski Sukarno sudah berada di sisi.


Laku Fatmawati itu membuat Sukarno dan seluruh pengawal serta pegawai Istana Cipanas kaget dan kebingunan keesokan harinya. Mereka semua bingung karena Fatmawati hilang. Kejadian itu membuat Sukarno marah.


“Dalimin!” kata Sukarno berteriak memanggil Dalimin Rono Atmodjo, salah seorang komandan regu dalam Polisi Pengawal Pribadi Presiden dan Wakil Presiden. “Sekarang aku perintahkan seluruh pengawal, juga semua orang yang ada di sini, mencari Ibu Fatmawati sampai ketemu. Segera laksanakan!”


Para pengawal dan pegawai istana pun berpencaran mencari Fatmawati. Semua penjuru kompleks istana diperiksa. Namun, Fatmawati tetap tak ditemukan juga.


Dalimin akhirnya mencoba meingat-ingat kebiasaan ibu negara. “Saya punya firasat, Ibu Fat masih di sekitar Istana Cipanas. Karena itu saya lalu pergi ke arah belakang Istana, naik melalui jalan setapak yang kondisinya agak licin,” kata Dalimin, dikutip Kadjat.


Di dataran yang agak tinggi Dalimin akhirnya menemukan Fatmawati sedang duduk menyendiri menghadap sungai kecil. Alih-alih melaporkan ke presiden, Dalimin pilih mendekat ke tempat Fatmawati berada. Sapaan dan pemberitahuannya kepada Fatmawati tak sedikitpun mendapat tanggapan. Ibu negara diam seribu bahasa.


Tak berapa lama kemudian, Dalimin mendengar namanya dipanggil presiden yang berjalan mendekat ke arahnya. Dia pun segera menampakkan diri agar terlihat oleh presiden dan memberi isyarat bahwa orang yang dicari-cari berada di dekatnya. Usahanya itu langsung mendapat balasan acungan jempol dari sang presiden. Dalimin pun menyaksikan adegan saat presiden merayu ibu negara beberapa saat kemudian.


Upaya presiden mengajak pulang Fatmawati tak berhasil. Fatmawati berkeras hati tetap tinggal di tempatnya. Hati Fatmawati baru luluh ketika Sukarno mengatakan, “Mas perhatikan Fat masih pucat. Ayolah ikut Mas kembali ke rumah! Mas bimbing ya?” Tangis Fatmawati pun pecah.


Tangis Fatmawati itu membuat Sukarno langsung memanggil Dalimin. “Kuperintahkan pengawal membawa kursi ke sini,” kata Sukarno pada Dalimin.


“Siap, Pak. Untuk apa, Pak?”


“Untuk menandu Ibu Fatmawati!”


Ketika Dalimin dan dua anak buahnya kembali beberapa saat kemudian sambil membawa kursi, Sukarno membantu mendudukkan Fatmawati yang masih lemas di kursi itu. Sambil terus menangis di kursinya, Fatmawati lalu ditandu Dalimin dan dua polisi anak buahnya kembali ke istana. “Terlalu banyak kenangan yang Ibu alami dan rasakan, yang jika diceritakan satu persatu serasa tidak ada habisnya,” kata Fatmawati.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page