top of page

Sejarah Indonesia

Tentara Thailand Gebuki Sandera Pembajakan Pesawat Garuda Woyla

Tentara Thailand Gebuki Sandera Pembajakan Pesawat Garuda Woyla

Dikira kawanan pembajak, penumpang yang disandera malah kena ringkus. Kisah tentang korban salah tangkap dalam operasi anti-teror Woyla.

20 Juli 2022

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Pasukan militer Kerajaan Thailand mengamat-amati Pesawat Garuda DC-9 "Woyla" yang dibajak sekelompok teroris di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand. (Sumber: Bangkok Post, 31 Maret 1981)

Tiga teroris ditembak mati. Dalam waktu tiga menit, pasukan anti-teror Kopassandha pimpinan Letkol Sintong Panjaitan menyerbu pesawat Garuda DC-9 Woyla yang dibajak. Sementara itu, dua pembajak lainnya mencoba kabur di tengah kerumunan penumpang. Bandara Don Mueang pada dini hari 31 Maret 1981 itu dilanda suasana mencekam. 


Jurnalis Hendro Subroto dalam biografi Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando menyebut pembajak bernama Abu Sofyan menyelinap di antara penumpang. Ia berupaya membaur bersama penumpang yang meninggalkan kabin. Tetapi malang baginya, tiga orang mantan sandera menudingnya sebagai pembajak.


Abu Sofyan berlari menjauh dari pesawat untuk menyelamatkan diri. Salah seorang anggota Kopassandha melepaskan tembakan dengan senapan serbu M16A1. Abu Sofyan langsung tersungkur di apron. Ia tewas seketika.



Selain Abu Sofyan, menurut Kompas, 4 April 1981, pembajak bernama Wendy mengalami luka berat. Ia pun diberitakan tidak tertolong oleh tim medis. Dengan demikian, kelima orang pembajak tewas dalam operasi penanggulangan teror di Don Mueang, Bangkok, Thailand.


Di pihak Kopassandha, Capa Ahmad Kirang tertembak pembajak. Begitupun dengan Kapten Pilot Herman Rante. Keduanya segera dilarikan ke Rumah Sakit King Bhumibol untuk mendapat perawatan intensif. Pasukan Kopassandha meninggalkan lokasi operasi sekira pukul 05.00 pagi. Mereka menuju Pesawat Garuda DC-10 “Sumatra” yang dijadikan pos komando untuk kemudian pulang duluan ke Jakarta.


Di sekitar Woyla, Tentara Kerajaan Thailand masih bersiaga membantu proses evakuasi penumpang. Mereka bertugas menolong penumpang yang cedera ringan, termasuk mengirim Herman Rante dan Ahmad Kirang ke rumah sakit. Namun, tiba-tiba terjadilah sebuah insiden salah tangkap.



Seperti dilansir Sinar Harapan, 7 April 1981, tentara Thai sempat menangkap seorang penumpang yang mereka duga termasuk kawanan pembajak. Penumpang yang diketahui bernama Budihardo (45 tahun) itu langsung dipukuli sampai babak belur kemudian diborgol. Pramugari Wiyana, Deliyanti, dan Lydia yang mengenal Budihardjo bukan pembajak, berusaha melerai.


Prajurit-prajurit Thai ini ternyata tidak mengerti bahasa Inggris. Mereka terus berusaha menggebuki Budihardjo. Baru setelah Deliyanti menjerit, menangis bersama Wiyana dan Lydia memeluk Budihardjo, tentara Thai melepaskan tangkapan.     


Budihardjo merupakan pegawai PT Trakindo Utama Medan. Ia penumpang Pesawat Garuda DC-9 Woyla dari Jakarta menuju Medan. Meski jadi korban salah tangkap, ia coba memaklumi perlakuan tentara Thailand.


“Saya bebas pakai karcis (tiket penerbangan -red) rupanya, karena dipukuli tentara Thai terlebih dahulu,” katanya berkelakar pada wartawan Sinar Harapan.



Pukul 09.00 pagi waktu Bangkok, para penumpang yang sudah diselamatkan siap dipulangkan. Mereka menaiki Pesawat Garuda DC-9 “Digul” menuju Jakarta. Keadaan mereka memprihatinkan, baju koyak-koyak dan lutut luka-luka. Kebanyakan tidak pakai sepatu atau sandal. Beberapa di antaranya bahkan ada yang menolak naik ke pesawat lantaran masih syok. Baru setelah dibujuk dan diyakinkan akan kembali ke rumah dengan aman dan damai, mereka akhirnya mau naik pesawat.


Setibanya di Jakarta, para penumpang tidak langsung dikembalikan ke rumah masing-masing. Untuk memulihkan kondisi fisik dan trauma psikis, mereka dikarantina selama beberapa hari. Semua pelayanan itu ditanggung pihak maskapai Garuda.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Soeharto Menemukan "Tempatnya" di Barak KNIL

Sebagai anak “broken home”, Soeharto pontang-panting cari pekerjaan hingga masuk KNIL. Copot seragam ketika Jepang datang dan pulang kampung dari uang hasil main kartu.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Melatih Andjing NICA

Melatih Andjing NICA

Martin Goede melatih para mantan interniran Belanda di kamp. Pasukannya berkembang jadi andalan Belanda dalam melawan pejuang Indonesia.
Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Sjoerd Albert Lapré, "anak Jakarte" yang jadi komandan kompi di Batalyon Andjing NICA. Pasukannya terdepan dalam melawan kombatan Indonesia.
bottom of page