top of page

Sejarah Indonesia

Akhir Kabinet Sutan Sjahrir

Akhir Kabinet Sutan Sjahrir Pertama

Kabinet Sutan Sjahrir pertama tidak bertahan lama. Serangan oposisi membuat Kabinet Sjahrir hanya berlangsung sekitar tiga bulan.

1 Juli 2025
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Diperbarui: 2 Jul

KABINET presidensial Presiden Sukarno hanya bertahan kurang lebih dua bulan. Begitu pula dengan penggantinya, Kabinet Sutan Sjahrir pertama tidak bertahan lama. Sejak awal berdirinya Kabinet Sjahrir pada November 1945, unsur-unsur oposisi sudah mulai bermunculan dan melancarkan serangan.


Sejarawan Benedict Anderson dalam Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946, menyebut ada dua hal yang membuat Kabinet Sjahrir mudah diserang. Pertama, komposisi anggota kabinet tidak mewakili semua golongan. Kabinet Sjahrir didominasi oleh pemimpin-pemimpin Partai Sosialis dan beberapa sosok profesional yang buta politik. Dengan demikian, kabinet ini sulit mengklaim diri sebagai pemerintah kesatuan nasional. Terlebih lagi kelompok terorganisir di luar pemerintah semakin banyak.


Program kabinet ditambah dengan cepatnya membuka perundingan dengan Belanda menjadi faktor kedua Kabinet Sjahrir menjadi bulan-bulanan oposisi. Mereka berpandangan, pemerintah dalam hal ini Kabinet Sjahrir lebih mengutamakan diplomasi daripada perlawanan bersenjata.


“Sepanjang masa hidup kabinet itu, kecurigaan terus tumbuh bahwa ketakutan Sjahrir terhadap pemuda yang tidak puas paling tidak sama besarnya dengan rasa takutnya terhadap pasukan-pasukan bersenjata Inggris dan Belanda,” tulis Anderson.


Menjamurnya kelompok-kelompok penentang pemerintah ditambah kelemahan pemerintah itu sendiri, hanya perlu seorang tokoh dan program untuk memfokuskan oposisi dan mempercepat krisis pemerintahan. Tokoh itu adalah Tan Malaka.


John David Legge menulis dalam Sukarno: A Political Biography, ketika Sjahrir bersiap untuk membuka perundingan dengan Belanda, Tan Malaka mulai mengumpulkan beberapa tokoh pemuda, seperti Adam Malik dan Chaerul Saleh, dan mulai membangun sebuah gerakan massa untuk menentang semua perundingan dengan musuh.


Sementara itu, menurut George McTurnan Kahin dalam Nationalism and Revolution in Indonesia, sadar bahwa Sukarno dan Hatta memberikan dukungan terhadap Kabinet Sjahrir, Tan Malaka mengandalkan tiga sumber dukungan untuk membangun oposisinya. Pertama, faktor ketokohan dan daya tarik program politik-sosial yang diusungnya, yang membuatnya mendapatkan dukungan penuh dari para pemimpin muda.


Kedua, kelompok anti-Sjahrir yaitu pemimpin politik dan militer yang pernah bekerja di bawah pemerintahan Jepang, termasuk anggota kabinet yang telah diberhentikan oleh Sukarno. Mereka merasa bergabung dengan kelompok oposisi yang dipimpin Tan Malaka berpeluang untuk mendapatkan kembali kekuasaan. Selain itu, banyak pula orang yang pernah bekerja di bawah pimpinan militer Jepang (seperti mantan PETA) dan memegang jabatan administratif yang tinggi merasa tidak aman karena kampanye anti-kolaborasi Sjahrir, terutama setelah pembubaran Kabinet Sukarno. Mereka sangat ingin menggulingkan kelompok Sjahrir untuk mengamankan posisinya.


Ketiga, gelombang nasionalisme yang meluap-luap membuat banyak orang sulit menerima negosiasi apapun dengan Belanda selama pasukan mereka masih berada di Indonesia, dan khususnya ketika jumlah pasukan mereka terus meningkat.


“Dengan memanfaatkan kekuatan dan potensi kekuatan ini, Tan Malaka dan para pengikutnya berupaya membangun sebuah organisasi politik yang kuat yang akan bersaing dan pada akhirnya menggantikan pemerintah yang ada sebagai pemimpin revolusi Indonesia. Dalam bentuk gerakan massa, Persatuan Perjuangan, yang seharusnya berorientasi pada mobilisasi dukungan nasional seluas mungkin di belakang pemerintah dan bukan justru menentangnya,” tulis Kahin.


Bagi Tan Malaka dan para pengikutnya, kemerdekaan 100 persen merupakan tuntutan mutlak. Oleh sebab itu, hal utama yang seharusnya dilakukan masyarakat Indonesia yang baru merdeka adalah mempertahankan wilayahnya dari ancaman penguasaan musuh. Setelah seluruh wilayah Indonesia berada di dalam kendali Republik dan musuh angkat kaki dari tanah air, barulah diplomasi dimungkinkan.


“Kami tidak mau berunding dengan siapa pun sebelum kami memperoleh kemerdekaan 100 persen dan sebelum musuh meninggalkan pantai dan laut kami dalam keadaan aman. Kami tidak mau berunding dengan pencuri di rumah kami. Janganlah kita berpikir bahwa publik tidak memahami diplomasi. Kami tidak mau berunding selama musuh masih berada di negara kami. [...] Oleh karena itu, selama satu musuh masih ada di negara ini, selama masih ada kapal musuh di pantai kami, kami harus terus berjuang,” kata Tan Malaka dalam pidatonya di Purwokerto pada awal Januari 1946 sebagaimana dikutip oleh Kahin.


Popularitas Persatuan Perjuangan dengan tokohnya Tan Malaka membuat Kabinet Sjahrir terpojok dalam situasi yang sulit.


Kesukaran juga terjadi dalam proses perundingan dengan Belanda. Perundingan Indonesia dan Belanda di bawah Panglima Pasukan Sekutu, Jenderal Philip Christison pada 17 November 1945 tidak memberikan hasil yang maksimal. Kedatangan Hubertus Johannes van Mook yang membawa proposal dari pemerintah Belanda pada awal Februari 1946 bukan hanya tidak akomodatif, tetapi juga jauh dari apa yang diinginkan oleh Indonesia.


Menurut Anderson, alih-alih menyebut tentang Republik Indonesia, proposal yang ditawarkan van Mook justru berisi rencana pembentukan Negara Indonesia Serikat di bawah mahkota Belanda, yang terdiri dari beberapa unit dengan taraf otonomi berbeda-beda sesuai tingkat kemajuannya. Kabinet Sjahrir tidak tertarik dengan proposal itu. Namun, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat senior yang dikirim dari London untuk membantu perundingan Indonesia-Belanda, menekankan kepada kabinet bahwa sulit bagi Indonesia untuk diakui oleh Inggris maupun negara-negara besar lainnya. Kondisi ini membuat Kabinet Sjahrir tidak memiliki pilihan lain kecuali merespons proposal Belanda yang dibawa van Mook.


Akan tetapi, sekuat apa pun Sjahrir meyakinkan oposisi bahwa melihat kekuatan Sekutu dan sikap Inggris, tidak ada alternatif yang realistis selain berunding dengan Belanda. Kritik dan serangan terhadap kabinet pun terus berdatangan.


Pada akhirnya, Badan Pekerja KNIP mendesak Presiden Sukarno untuk mengganti komposisi pemerintah dan keanggotaan KNIP atas dasar resolusi-resolusi yang diajukan oleh konferensi-konferensi Partai Masyumi, PNI, dan PKI. Keputusan Badan Pekerja membuat Kabinet Sjahrir dengan sendirinya demisioner. Pada akhir Februari 1946, Sjahrir mengundurkan diri.


“Kabinet itu telah berjalan kurang lebih tiga bulan. Tetapi masa jabatannya yang singkat itu telah menimbulkan kekuatan-kekuatan gerakan yang sukar untuk dihentikan, telah mempertajam pertentangan-pertentangan yang sukar untuk disembuhkan, dan telah mengungkap perspektif-perspektif yang sukar untuk digabungkan atau dipersatukan,” tulis Anderson.*


Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Melawan Lupa Peristiwa Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

Melawan Lupa Peristiwa Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

Selain melakukan upaya melawan lupa terhadap kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998, masyarakat juga perlu memastikan bahwa narasi sejarah tidak dijadikan alat untuk melegitimasi kekuasaan.
Senjata Rahasia yang Dikembangkan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II

Senjata Rahasia yang Dikembangkan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II

Seorang dokter gigi dan ahli bedah memiliki gagasan tidak biasa untuk membalas serangan Jepang atas Pearl Harbor. Menggunakan kelelawar yang membawa bom untuk membakar Jepang.
Ted Lurie, Jurnalis Israel yang Masuk ke Istana Merdeka

Ted Lurie, Jurnalis Israel yang Masuk ke Istana Merdeka

Ted Lurie disebut sebagai orang Israel pertama yang terang-terangan masuk ke Indonesia, bahkan istana kepresidenan. Hampir mengancam hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara sahabat Timur Tengah.
Ketika Jenderal Purnawirawan Bersuara

Ketika Jenderal Purnawirawan Bersuara

Di masa Orde Baru para jenderal purnawirawan mengajukan pandangan untuk mengoreksi Dwifungsi ABRI. Kini para jenderal purnawirawan bersuara untuk memakzulkan wakil presiden.
Haji Hilal dan Para Pejuang Sulawesi Selatan

Haji Hilal dan Para Pejuang Sulawesi Selatan

Dari menjadikan rumahnya sebagaik pondokan, di masa revolusi Haji Hilal dekat dengan pemuda-pemuda Sulawesi di Yogyakarta. Beberapa di antara mereka kelak jadi orang top.
bottom of page