- Petrik Matanasi
- 18 Sep
- 2 menit membaca
AKSI Prajurit Dua Johannes van Oort dari tentara kolonial Hindia Belanda, Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL), di Kediri, Jawa Timur pada Maret 1942 mirip seperti yang dilakukan Kopral Alvin Cullum York (1887-1964) dari Amerika Serikat. Dalam pertempuran di hutan Argonne, Perancis, Kopral York dengan tembakan senapannya menewaskan 25 serdadu Jerman dan membuat 132 tentara Jerman menyerah pada 8 Oktober 1918, di akhir Perang Dunia I (1914-1918).
Kopral York dan Prajurit Jan van Oort, yang disapa Jan, sama-sama bukan tentara sebelum perang berlangsung. Keduanya sama-sama dari daerah pertanian, di mana Jan merupakan teknisi karet.
Bedanya, York beraksi di Perang Dunia I sedangkan Jan di Perang Dunia II (1939-1945) front Asia Pasifik. Jan melakukannya dalam usia yang lebih tua. Lalu, setelah aksinya di Kediri yang membuat namanya harum, Jan ditawan tentara Jepang. Namun Jan terhindar dari balas dendam tentara Jepang yang bisa membuatnya terbunuh. Itulah mengapa Jan tetap hidup hingga berakhirnya Perang Dunia II.
Ketika ditawan tentara Jepang, Jan dimintai keterangan nama lengkap dan info diri lainnya. Dia menyebut namanya Johannes van Oort dan dilahirkan di Madiun, Jawa Timur pada 17 November 1902. Kesatuannya adalah Landstorm Kediri. Landstorm semacam pasukan cadangan dalam komando KNIL.
Kartu tawanan perang yang dibuat berdasar keterangan Jan itu menyebut dirinya tinggal di Caruban, sebuah daerah yang terkenal dengan hutan jatinya di dekat Madiun dan Nganjuk. Pekerjaannya sebelum perang adalah teknisi karet. Kartu tawanan perang Jan tidak mencantumkan nama ayah dan ibunya meski kemudian diketahui Jan adalah anak dari pasangan Daniel Theodorus van Oort dan Tjio Sing Mjo. Ayahnya orang Eropa dan ibunya Tionghoa. Jadi Jan adalah Indo-Tionghoa.
Sebagai tawanan perang, Jan dibawa sampai ke Burma. Di sana dia diikutkan dalam pembangunan rel keretaapi yang memakan amat banyak korban jiwa.
Setelah perang, Jan melanjutkan hidupnya sebagai orang sipil dan pindah ke Sulawesi Selatan. Di Watampone, pada 27 Januari 1947 Jan menikahi perempuan setempat bernama Tjanning. Sebelumnya, Jan punya pasangan bernama Sonnie, yang memberinya dua anak: Daniel Thoedore (25 Mei 1935) dan Peter Paul (15 November 1937). Kedua anaknya lahir di Caruban. Dari Tjanning, Jan mendapatkan anak Maurits van Oort, lahir di Makassar pada 1 Januari 1950, dan Richard Armand yang lahir di Jayapura pada 20 Juni 1957.
Pada 1949, nama Jan disebut-sebut lagi. Kali ini dia jadi bintang. Berdasar Koninklijk Besluit 12 Mei 1949 Nomor 17, Jan dianugrahi Ridders Militaire Willemsorde kelas empat atas aksinya di Kediri. Bintang itu disematkan di dadanya di tahun terakhir Hindia Belanda.
Dari Makasssar, Jan memboyong keluarganya ke Papua pada 1950. Keluarga Jan pindah ke Kempen pada 1960. Di dua tempat itulah setidaknya Jan menghabiskan masa tuanya. Dia tutup usia pada 7 Januari 1969 di Kempen.*













Komentar