top of page

Sejarah Indonesia

Demi Ibu

Demi Ibu Pertiwi

Kala Indonesia memboyong Uber Cup yang pertama. Tak ada pamrih yang dikejar selain mengharumkan nama bangsa.

6 Juni 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Regina Masli (ketiga dari kiri) beberapa saat usai memenangkan Uber Cup 1975/Foto: Dok Pribadi Regina Masli

JAUH sebelum uang “mengintervensi”, bulutangkis putri Indonesia justru berprestasi. Para srikandi bulutangkis berkonsentrasi memenangkan pertandingan bukan untuk bonus, tapi demi menjaga nama baik bangsa. Target juara sudah harga mati. “Saya hanya ingin membawa nama Indonesia,” ujar Regina Masli, srikandi bulutangkis Indonesia era 1970-an, kepada Historia.


Regina ingat betul dia selalu menguras energi dan putar otak setiap kali melakoni sebuah pertandingan internasional. Terlebih, kala memperkuat tim Indonesia di Uber Cup 1975, 5-6 Juni di Jakarta. Bagi para srikandi bulutangkis Indonesia, turnamen itu sekaligus untuk ajang pembuktian mereka bisa menyamai prestasi para pebulutangkis pria yang sejak 1958 berhasil memboyong Thomas Cup.


Tim Uber Cup Indonesia akhirnya berhasil mencapai final setelah sebelumnya mengalahkan Inggris. Di final, Indonesia berhadapan dengan Jepang, jawara bulutangkis putri kala itu.


Pertandingan berjalan seru sejak hari pertama. Jepang sempat unggul 2-1. Indonesia akhirnya menyamakan kedudukan 2-2 setelah pasangan Regina/Minarni Soedarjanto menekuk pasangan Etsuko Takenaka/Machiko Aizawa 16-16, 6-15, dan 15-9 di partai keempat.


“Itu pertandingan terkuat (yang dihadapi) waktu Uber Cup lawan double Jepang, Etsuko Takenaka dan Michico Aizawa,” imbuhnya.


Hari kedua, pertandingan makin seru. Kedua tim bermain sama kuat. Di partai keenam, penentuan, Regina dan Minarni memikul beban berat mesti mengalahkan pasangan Hiroe Yuki/Mika Ikeda. Bila kalah, Indonesia gagal mewujudkan mimpi.


Bersama seniornya, Regina akhirnya konsentrasi pada mempertaruhkan nama besar Indonesia. Keduanya tak hanya menguras energi, tapi terus memutar otak selama pertandingan. Regina/Minarni akhirnya berhasil membayar kepercayaan rakyat Indonesia lewat kemenangan 15-8 dan 15-11.



“Pada waktu penentuan Uber Cup 1975 bersama Almarhumah Minarni, di hati saya hanya ingin bermain mati-matian untuk membawa nama Indonesia,” kenang Regina kepada Historia.


Kemenangan Regina/Minarni mengantar Indonesia memboyong Uber Cup untuk pertamakali. Bersamaan dengannya, Indonesia menjadi negara pertama yang bisa mengawinkan Uber Cup dengan Thomas Cup.


Keberhasilan itu mendapat sambutan semarak para pendukung yang utamanya warga Jakarta. Meski tak mendapat bonus uang, para pemain amat senang bisa memboyong trofi Uber Cup dan masing-masing mendapat medali.


“Alangkah senangnya kita berdua dapat membawa nama Indonesia,” ujar Regina menutup pembicaraan.



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page