- Amanda Rachmadita
- 21 Sep
- 4 menit membaca
PENYAKIT tropis seperti disentri, kolera, dan malaria telah lama menjadi momok bagi orang-orang Eropa di Batavia. Fasilitas kesehatan yang terbatas, diperparah oleh sanitasi yang buruk, membuat penyakit tersebut membawa kematian bagi penderitanya. Inilah yang menimpa Jan Gubernur Jenderal VOC Pieterszoon Coen.
Tak ada yang mengira, Coen yang tegas dan bertangan besi, tengah menderita sakit parah. Ketika itu, dia berupaya sekuat tenaga mempertahankan Batavia dari pengepungan kedua pasukan Mataram pada Agustus hingga September 1629.
“Dalam sejarah Batavia, pengepungan kedua ini menjadi titik balik yang begitu penting hingga merenggut nyawa pendirinya,” tulis arsiparis Belanda, Frederik De Haan, dalam Oud Batavia Volume 1.
Willard A. Hanna dalam Hikayat Jakarta mengisahkan, pada 22 Agustus 1629, pasukan Sultan Agung dari Mataram menaiki kuda dan gajah yang terlatih secara apik untuk melakukan pengepungan di Batavia. Mereka mengayunkan tombak dan kapak perang, serta mengibarkan panji-panji dan meniup terompet yang amat nyaring. Pasukan ini berhenti tepat di luar jarak jangkauan meriam Belanda, namun keberadaannya terlihat jelas oleh para penjaga di tembok-tembok Kastil Batavia.
Para prajurit Mataram membangun perkemahan di timur, selatan, dan barat kota. Armada perahu juga ditempatkan di muara-muara sungai terdekat untuk bersiaga melalui patroli di laut. Beberapa hari kemudian, pada awal September 1629, pasukan Mataram menyerang Batavia secara terus menerus di siang dan malam hari.
Sementara itu, Coen berjaga tanpa henti, kadang-kadang di dewan perang, kadang-kadang di tembok benteng dengan mengenakan baju zirah. Di tengah kondisi kesehatannya yang menurun karena digerogoti penyakit, Coen memiliki tekad kuat untuk mempertahankan kota yang didirikannya pada 1619.
Coen tak hanya mengatur strategi dan memantau pergerakan musuh. Pria kelahiran Hoorn, Belanda, 8 Januari 1587 itu juga terus melakukan korespondensi dan mengatur perdagangan VOC di Asia.
“Sebagaimana ketegasannya terhadap orang lain, Coen juga tegas terhadap dirinya sendiri. Sudah cukup lama ia menderita disentri, penyakit yang menelan ratusan korban di Batavia yang terkepung. Namun, selama ia mampu, ia tetap bertahan dan mengatur semua urusan yang ada dengan ketelitian yang sama seperti biasa,” tulis sejarawan dan arsiparis W. Ph. Coolhaas dalam “Gegevens Over Antonio van Diemen”, termuat di Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel 103, 3/4de Afl. (1946).
Di tengah keadaan genting yang menyelimuti kota Batavia, kabar bahagia datang. Pada 17 September 1629, Eva Ment, istri Coen, melahirkan seorang putri. Sehari setelahnya, Coen menandatangani resolusi untuk menyerang basis pertahanan musuh. Sikap Coen yang keras membuatnya terus berupaya tampil prima di hadapan bawahannya.
Pada 20 September 1629, Coen berjalan-jalan di galeri rumahnya, dan melihat kapal yang mengarah ke Batavia sembari berkata, “itu adalah Tuan Specx, pengganti saya, yang ada di atas kapal itu”. Jacques Specx adalah pejabat VOC yang juga ayah Sara Specx, anak angkat Coen yang dihukum cambuk karena melakukan tindakan asusila dengan Pieter Cortenhoef.
Menurut sejarawan F. W. Stapel dalam Geschiedenis van Nederlandsch Indie, pada 20 September 1629, Coen tampak sangat “terganggu” karena komandan pasukan, Kapten Mayor Adriaen Anthonisz, terkena tembakan di lututnya. Malam itu, Coen bersama beberapa bawahannya duduk di meja makan dan bersantap bersama. Ia makan dengan lahap, namun para tamu terkejut melihat wajahnya yang pucat. Beberapa saat kemudian, ia tiba-tiba terserang penyakit serius, beberapa menyebutnya disentri; tetapi ada pula yang beranggapan kolera. Sebelum tengah malam, dokter pribadi Coen, Dr. Bontius menyatakan bahwa Coen tidak akan bertahan hingga esok pagi.
Eva Ment, anggota Dewan Hindia, Dr. Bontius, dan pendeta Justus Heurnius mengeliling Coen yang terbaring di ranjang. Menyadari kematiannya semakin dekat, Coen memanggil saudara iparnya, Pieter Vlack, memintanya menjaga dan merawat istri dan putrinya yang baru lahir. Coen kemudian memanggil Pendeta Heurnius, dan membisikkan nama sebagai penggantinya. Setelah itu, ia meminta Heurnius mencatat nama itu dan menyerahkannya dalam surat tertutup kepada Dewan Hindia setelah kematiannya. Akhirnya, ia memanggil ketiga anggota Dewan Hindia, Van Diemen, Van Vlack, dan Crijn van Raemborch, memberi tahu mereka apa yang telah ia perintahkan kepada Heurnius.
Coen bernapas dengan susah payah, menderita batuk kering, dan tubuhnya dipenuhi keringat dingin. Ia juga menderita diare dan muntah-muntah. Denyut nadinya sangat lemah. “Pada malam yang sama, antara pukul 12 atau 1 pagi, Coen meninggal setelah mengalami kram yang sangat parah,” tulis Coolhaas.
Pemakaman Coen berlangsung pada 22 September 1629. Dewan Hindia mengatur upacara penguburan Coen dengan megah, pada waktu pasukan Mataram masih menembakkan meriam ke dalam kota. Seluruh orang terkemuka hadir dalam upacara pemakaman, kecuali Van Diemen yang kemungkinan besar berjaga di Kastil Batavia. Jacques Specx, yang tiba di Batavia pada 21 September 1629, juga menghadiri pemakaman Coen.
Hanna mencatat, Dewan Tujuh Belas memprotes pengeluaran besar-besaran dalam proses pemakaman Coen sebagai pemborosan dan tindakan yang tidak perlu. Jenazah Coen dikebumikan di Balai Kota baru yang tengah dibangun, dan di kemudian hari dipindahkan ke Hollandische Kerk. Kuburannya ditandai dengan sebidang granit raksasa yang dibubuhi ukiran lambang, nama, tanggal lahir dan tanggal kematian, serta tanda-tanda jasa.
Dua hari setelah pemakaman Coen, Dewan Hindia memutuskan untuk memilih gubernur jenderal VOC yang baru. Kendati Coen telah menyebutkan nama penggantinya, penunjukkan itu dianggap tidak sah secara hukum. Menurut Coolhaas, Dewan Hindia berpendapat, mereka “di luar kewenangan” untuk melakukan tindakan penting seperti pemilihan gubernur jenderal dan memanggil tiga pejabat tinggi ke dalam rapat untuk memberikan suara. Surat yang ditulis oleh pendeta Heurnius dan berisi nama yang dibisikkan Coen juga diberi suara.
“Selama ini diyakini bahwa surat tersebut berisi nama Van Diemen; namun, dari surat tanggal 20 November 1629, yang telah disebutkan sebelumnya, terlihat bahwa hal itu tidak benar. Van Diemen secara tegas menyatakan bahwa surat tersebut menyebutkan nama Vlack... Pemilihan tersebut berakibat Specx dipilih sebagai gubernur jenderal secara sementara,” tulis Coolhaas.*












:D