top of page

Sejarah Indonesia

Hasil Alami Candi Di

Hasil Alami “Candi” di Purworejo

Bukit batu di Purworejo ternyata fenomena columnar joint. Batuan ini ada yang dimanfaatkan masyarakat zaman dulu sebagai prasasti atau candi.

25 Agustus 2016

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

BEBERAPA waktu lalu masyarakat dihebohkan dengan temuan batu bersusun yang dikira bangunan candi di bukit Pajangan, Makem Dowo, Sidomulyo, Purworejo. Foto-fotonya sempat ramai di media sosial karena disangka merupakan candi yang sangat besar. Namun, berdasarkan survei yang dilakukan beberapa ahli termasuk dari BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Jawa Tengah, di bukit Pajangan tidak ditemukan adanya artefak. Para ahli menyimpulkan susunan batu itu adalah hasil alami yang disebut columnar joint.


Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah, Muhammad Junawan menjelaskan, columnar joint merupakan hasil peristiwa geologis. Bentukan itu dihasilkan akibat aliran lava yang mengalami pendinginan dan pengkerutan hingga menyebabkan retakan. Struktur batuan beku ini sering kali memperlihatkan bentuk seperti kumpulan tiang-tiang maupun kolom-kolom.


“Batuan tersebut murni peristiwa alam atau fenomena geologi,” jelas Junawan kepada Historia.

Menurut Junawan, batu columnar joint di Purworejo tidak dimanfaatkan oleh masyarakat zaman dulu. Namun, ada batuan columnar joint yang dimanfaatkan masyarakat di sekitarnya seperti di Gunung Padang dan prasasti beberapa kerajaan, yaitu Prasasti Yupa dari Kutai, Prasasti Kota Kapur Kerajaan Sriwijaya, dan Prasasti Batutulis dari Kerajaan Pajajaran.


“Dengan kata lain batu columnar joint tersebut tidak dimanfaatkan manusia. Di Purworejo belum ada intervensi dari budaya tertentu, tapi contoh di Gunung Padang batu kolom ditata sedemikian rupa,” kata Junawan.


Junawan mengatakan, pemanfaatan bentukan columnar joint itu cukup beralasan. Intuisi manusia biasanya selalu mencari yang praktis: mudah dan murah. Batuan itu terutama untuk bangunan seperti candi atau bangunan lainnya.


“Mereka mencari sumber bahan yang mudah dalam perolehannya dan ketersedian bahannya,” ucapnya. Itulah mengapa ada candi yang berbahan batu andesit, batu putih, bahkan bata.


“Ada yang mencari batuan itu dengan upaya tertentu untuk tujuan filosofis,” terangnya. Misalnya, batu andesit yang biasanya dicari untuk membuat arca perwujudan dewa. Andesit dalam kasus ini dinilai sebagai batuan yang paling baik untuk keperluan yang sakral.


“Karena dewa sesuatu yang dipuja tentunya harus dibuat semaksimal mungkin dengan bahan yang baik dan pahatan yang bagus juga,” jelasnya.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page