top of page

Sejarah Indonesia

Jenderal Dari Keraton

Jenderal dari Keraton

Dia pernah jadi perwira di Legiun Mangkunegaran, Solo. Setelah Indonesia merdeka, jadi guru di akademi militer RI.

11 Maret 2024

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Para kadet Militaire Academie Yogya dalam Perang Kemerdekaan (Moehkardi)

Berhubung seorang keponakannya akan dikhitan di Delanggu, dirinya ambil cuti pada hari Minggu, 19 Desember 1948 itu. Namun kegembiraannya bertemu keluarga terganggu oleh serangan udara dari militer Belanda. Padahal itu seharusnya masa damai pasca-perundingan Renville. Maka serangan udara ke pabrik gula Delanggu segera disimpulkannya sebagai perang kembali dimulai.


Pagi itu, rupanya tentara Belanda menyerang ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta. Serangan itu membuatnya ingat pada tempatnya bekerja. Dia pun segera mencari murid-muridnya, entah itu naik sepeda ataupun dengan berjalan kaki. Meski memakan waktu berhari-hari, dia terus mencari murid-muridnya yang tercerai-berai.


Dia adalah salah satu dari sekian instruktur di Militaire Academie di Yogyakarta. Namanya Raden Mas Soekasno Poespomidjojo. Pangkatnya Mayor. Daud Sinjal dkk dalam Laporan Kepada Bangsa: Militer Akademi Yogya menyebut, Soekasno bersama Kolonel Soewardi (eks KNIL) dan Mayor Ismail (Eks Barisan Madura) juga ikut mengajarkan teori militer di akademi.


Sebelum 1942, Soekasno adalah letnan dua di Legiun Mangkunegaran, Solo. Legiun tersebut merupakan pasukan bantuan dari KNIL. Koran De Locomotief tanggal 2 Agustus 1940 menyebut Soekasno dilantik sebagai letnan dua di Legiun Mangkunegaran bersama Ratmojo Hatmokoemoro. Keduanya seumuran, sama-sama kelahiran 1916 dan setelah 1945 sama-sama masuk TNI.


Setelah serangan Belanda 19 Desember 1948 yang diikuti penawanan Presiden Sukarno dan para pejabat teras RI lain itu, RI seolah tamat riwayatnya. Itu terpikir di kepala beberapa orang Indonesia di Yogyakarta. Beberapa orang bahkan kehilangan harapan. Atasan Soekasno, Soewardi, bahkan menyerah kepada tentara Belanda. Beberapa tenaga pengajar di akademi ada yang rela jadi tahanan.


Soekasno yang masih muda tak ambil jalan untuk menyerah. Dia memilih gerilya. Usaha Soekasno mencari para muridnya berhasil. Jadilah Mayor Soekasno komandan gerilya setelah Yogyakarta diduduki musuh.


Dia dan beberapa murid yang menjadi pasukannya bertahan di sisi utara Kalasan, yang kawasannya disebut Sub Wehkriese (SWK) 4. Wilayah gerilya SWK 4 meliputi Sleman Timur, yang batas sisi baratnya jalan raya Yogyakarta-Magelang dan batas sisi timurnya jalan raya Yogyakarta-Solo. Mayor Soekasno ditunjuk sebagai komadan SWK 4 tersebut.


Ikut pula bersama pasukan itu, seorang insinyur bernama Yohannes. Dia jago dalam hal sabotase. Lalu ada mahasiswa kedokteran bernama Bagowi, yang membuat mereka terus sehat; dan Pramudibyo, mahasiswa kehutanan yang berguna dalam hal penerangan.


Pasukan di SWK berusaha bertindak hati-hati dan rajin mendekati posisi musuh. Sejak awal 1949, pasukan taruna akademi militer itu kerap melakukan serangan. Salah satunya pada 9 Januari 1949.


“Perencana serangan ini, begitu juga serangan-serangan lain, adalah Mayor Soekasno beserta stafnya,” catat Moehkardi dalam Akademi Militer Yogya dalam Perjuangan Fisik, 1945-1949.


Namun gerilya mereka tak selalu mulus. Pernah posisi pasukan Soekasno dekat dengan tentara Belanda ketika berada di Desa Gatak. Akibatnya, Kopral Pardi yang selalu bersama Soekasno terluka. Pasukannya pun terpaksa pindah ke Kalibulus.


Setelah perang antara Indonesia dengan Belanda mereda, Soekasno terus berdinas di ketentaraan. Ia mencapai pangkat akhir Brigadir Jenderal TNI. Soekasno termasuk sedikit dari bekas perwira Legiun Mangkunegaran yang mencapai pangkat jenderal di TNI. Selain Soekasno, ada perwira yang lebih senior darinya yang mencapai pangkat Jenderal Mayor di masa revolusi. Dia adalah Soehardjo Hardjowardojo, yang mantan kapten Legiun jauh sebelum Soekasno masuk legiun.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page