top of page

Sejarah Indonesia

Langkah Gencar Menanggulangi

Langkah Gencar Menanggulangi Cacar

Cacar, penyakit mematikan di era kolonial, akhirnya berhasil dikendalikan setelah penemuan vaksin.

Oleh :
20 Juni 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

PADA 1804, kapal Elisabeth tiba di Jawa. Kapal itu mengangkut salah satu barang terpenting yang didatangkan pemerintah Hindia Belanda. Vaksin, nama barang itu, didatangkan pemerintah sebagai salah satu cara untuk menganggulangi wabah cacar di kepulauan.


Karena jumlahnya sedikit, mulanya vaksin hanya diberikan pada para pekerja perkebunan yang terjangkit cacar dan orang pribumi yang sehari-hari berhubungan dengan orang Eropa. Tiga tahun setelah vaksin dibawa ke Batavia, penyebarannya di Jawa tidak mengalami perkembangan lantaran jumlah vaksin dan dokter tidak memadai.


Vaksinasi besar-besaran baru dilakukan ketika Thomas Stamford Raffles berkuasa pada 1811-1816. Dari yang semula hanya menjangkau Surabaya, Semarang, dan Batavia, Raffles memperluas daerah operasi vaksinasi ke Jepara, Surakarta, Yogyakarta, Priangan, dan Bogor. Vaksinasi cacar juga dilakukan di Gresik, Pasuruan, Bangil, Probolinggo, Besuki, dan Banyuwangi pada 1812.


Pada 1818, tulis Baha’Udin dalam “Dari Mantri hingga Dokter Jawa” yang dimuat dalam Humaniora Oktober 2006, ada 50.420 pencacaran. Tahun 1860 jumlahnya meningkat tajam jadi 479.768 pencacaran dengan 211.051 pencacaran ulang. Pada 1875, jumlah pencacaran naik hingga 930.853 orang.


Pengendalian cacar ini dapat dilakukan berkat penemuan vaksin oleh dokter-ahli medis Inggris Edward Jenner pada 1796. Jenner mengamati bahwa para peternak dan pemerah susu yang terkena cacar sapi (cowpox) tidak tertular cacar (smallpox/variola). Kedua cacar memang mirip, namun cacar sapi yang menyerang manusia tidak seganas variola.


Jenner, sebagaimana ditulis Stefan Riedel dalam “Edward Jenner and the History of Smallpox and Vaccination”, pada Mei 1796 menemukan seorang pemerah susu bernama Sarah Nelms yang terserang cacar sapi. Bintil-bintil cacar sapi memenuhi tangan dan lengan Sarah. Ketika merawat Sarah, Jenner mengambil kesempatan untuk menguji teorinya.


Ia mengambil nanah cacar sapi di lengan Sarah dan memindahkannya (inokulasi) ke tubuh James Phipps, anak tukang kebunnya yang berumur delapan tahun. James pun mengalami demam ringan dan bintil-bintil di sekitar area yang diberi nanah cacar sapi. Namun setelah beberapa hari, anak itu pulih. Dua bulan kemudian, Jenner kembali menginokulasi James pada kedua lengan dengan bahan dari cacar. Teorinya terbukti, James tidak merasakan efek apa pun, anak itu sudah kebal terhadap cacar.


Setengah abad kemudian, Feldman, petugas kesehatan berkebangsaan Jerman, melakukan penelitian untuk menyembuhkan cacar. Feldman, tulis seorang Residen Bagelen, melakukan penelitian selama 6 bulan untuk membuat retrovaksinasi dari anak sapi di Desa Kecewan, Wonosobo. Retrovaksinasi ini menghasilkan vaksin cacar yang langsung digunakan dengan hasil yang memuaskan. Keberhasilan ini kemudian disebarkan ke seluruh Jawa.


Pada 1854, vaksin cacar serupa diproduksi di Madiun, Pasuruan, Kedu, Kediri, dan Priangan. Enam belas tahun kemudian, dibentuk pula perhimpunan produsen dan distributor vaksin cacar untuk memudahkan distribusi vaksin ke Hindia. Tiap 2-3 bulan sekali, vaksin cacar dikirim dari Amsterdam, Rotterdam, Utrech, dan Den Haag.


Namun, pemerintah kolonial tak hanya mengandalkan kiriman vaksin. Pada 1879, pemerintah mendirikan Parc Vaccinogene di Batu Tulis, Bogor untuk mengatasi kelangkaan vaksin. Lembaga ini memproduksi vaksin cacar dengan inang anak sapi, bukan manusia. Namun, proyek ini gagal karena anak sapi yang dipakai untuk produksi vaksin cacar sulit didapatkan di Batu Tulis.


Produksi vaksin juga dilakukan di Batavia oleh Dr. Kool dengan retrovaksinasi anak sapi di Meester Cornelis (Jatinegara) pada 1884. Keberhasilan Dr. Kool membuatnya ditarik ke Parc Vaccinogene yang sudah dipindah ke Weltevreden pada 1891. Selain mengatasi kelangkaan vaksin, pemerintah juga menambah jumlah tenaga medis yang bertugas mendistribusikan vaksin dengan mendirikan Dokter Djawa School di Batavia.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page