top of page

Sejarah Indonesia

Makanan Kaleng Merentang Zaman

Makanan Kaleng Merentang Zaman

Dari kebutuhan perut prajurit di medan perang, makanan kaleng berkembang menjadi budaya kuliner masyarakat urban.

19 Februari 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Pekerja memasukkan daging ke dalam kaleng di sebuah pabrik di Yugoslavia tahun 1964. (Wikimedia Commons).

PEMERINTAH Prancis mendeklarasikan sebuah sayembara unik pada 1795. Isinya: dicari orang yang mampu mengawetkan makanan. Hadiah yang ditawarkan tak tanggung-tanggung, yakni uang sejumlah 12.000 franc (setara 167 juta dalam kurs rupiah saat ini). Penggagas hajatan itu adalah Napoleon Bonaparte, jenderal Prancis terkemuka. Saat itu, Napoleon membutuhkan metode pengawetan makanan untuk menyokong logistik konsumsi pasukannya dalam persiapan menginvasi berbagai negara.

Ingin membaca lebih lanjut?

Langgani historia.id untuk terus membaca postingan eksklusif ini.

Badan-Badan Otonom NU

Badan-Badan Otonom NU

Nahdlatul Ulama memiliki badan-badan otonom dalam berbagai bidang untuk menandingi gerakan organisasi-organisasi massa PKI.
Dari Gas hingga Listrik

Dari Gas hingga Listrik

NIGM adalah perusahaan besar Belanda yang melahirkan PLN dan PGN. Bersatunya perusahaan gas dan listrik tak lepas dari kerja keras Knottnerus di era Hindia Belanda.
Khotbah dari Menteng Raya

Khotbah dari Menteng Raya

Tak hanya mendatangkan suara, Duta Masjarakat juga menjadi jembatan Islam dan nasionalis sekuler. Harian Nahdlatul Ulama ini tertatih-tatih karena minim penulis dan dana.
Cerita dari Pengasingan Bung Karno di Rumah Batu Tulis

Cerita dari Pengasingan Bung Karno di Rumah Batu Tulis

Setelah terusir dari paviliun di Istana Bogor, Bung Karno melipir ke Hing Puri Bima Sakti alias Rumah Batu Tulis sebagai tahanan rumah.
Amarta Pavilion: Witness to the End of a Reign

Amarta Pavilion: Witness to the End of a Reign

This recounts the story of the pavilion designed by Sukarno, which bore silent witness to the March 11, 1966 Decree (Supersemar). It was also one of Bung Karno's three “exile” homes in his final days.
bottom of page