top of page

Sejarah Indonesia

Menggali Isi Prasasti

Menggali Isi Prasasti

Penguasa menerbitkan prasasti karena beragam alasan. Berisi informasi mulai dari soal negara sampai urusan utang piutang.

5 Juni 2020
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Prasasti Hantang koleksi Museum Nasional, Jakarta. (Museum Nasional).

Pada masa Jawa Kuno, raja atau penguasa daerah menerbitkan prasasti untuk memberitakan beragam hal. Mulai dari pemberian anugerah raja kepada rakyat hingga putusan pengadilan terkait konflik dan aduan masyarakat.


Salah satu yang menarik adalah konflik kependudukan yang menimpa warga Desa Wurudu Kidul bernama Sang Dhanadi pada era Mataram Kuno. Dalam Prasasti Wurudu Kidul (922) diceritakan Sang Dhanadi dituduh oleh petugas pajak sebagai warga asing sehingga harus membayar pajak lebih tinggi. Menurut Prasasti Palebuhan (927) ada beberapa orang asing yang wajib membayar pajak, yaitu keling, Arya, dan Singhala.


Sang Dhanadi tak terimalalu mengadu ke pengadilan. Pengadilan mengusut asal-usulnyauntuk membuktikan adanya darah orang asing. Sang Dhanadi dianggap memenangkan perkara karena yang menuduhnya tak hadir ketika dua kali dipanggil pengadilan.



Selain masalah itu, utang piutang juga tercatat dalam Prasasti Guntur (907).


"Ceritanya ada seorang istri berutang tanpa sepengetahuan suaminya. Ketika istri meninggal, suaminya yang ditagih. Makanya dia protes," kata Mimi Savitri, arkeolog Universitas Gadjah Mada dalamdiskusi "Mengenal Aksara Jawa Kuno" via aplikasi zoom yang diadakan Balai Arkeologi Yogyakarta dalam rangkaian acara Hari Purbakala 14 Juni 2020.


Dalam prasasti itu disebutkan,berdasarkan hukum yang berlaku utang yang dibuat istri di luar sepengetahuan suami, tidak menjadi tanggung jawab suami. Terlebih kalau suami-istri itu tidak memiliki anak.



Ada juga prasasti yang dikeluarkan berdasarkan permintaan peninjauan kembali jumlah pajak. Prasasti Luitan (901) mencatat protes seorang petani kepada petugas pajak. Ia dibebani pajak tanah lebih besar daripada seharusnya.


Petani itu meminta luas tanahnya diukur ulang. Hasilnya diketahui kalau petugas pajak menggunakan tampah yang lebih kecil dari ukuran standar untuk mengukur luas tanah. Akibatnya penghitungan pajaknya membengkak.


"Tentu saja ini merugikan. Karenanya si petani protes menghadap kepada penguasa daerah untuk ditinjau kembali," kata Mimi. "Saya lihat, di sini ada sisi demokratis, ada negosiasi."


Anugerah dan Hak Istimewa

Mimi mengungkapkan sejauh ini prasasti paling banyak mencatat anugerah raja kepada rakyatnyayang berjasa kepada raja atau kerajaan.Misalnya,rakyat membantu calon raja dalam pelarian. Setelah menjadi raja, ia membalas kebaikan rakyatnya dan mencatatnya pada prasasti, seperti Prasasti Hantang yang ditemukan di Ngantang, Malang, Jawa Timur.


Prasati dari 1057 Saka (1135) itu berisi tentang keputusan Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya memberikan anugerah tambahan kepada penduduk Desa Hantang dan sekitarnya karena berjasa membantu raja saat perebutan kekuasaan.


Ahli epigrafi, Trigangga, menjelaskan bahwa anugerah yang diterima penduduk desa berupa bebas dari segala pungutan pajak dan pekerjaan untuk raja, boleh mengambil orang bungkuk, orang cebol, dan orang kembar.


"Tiga jenis orang ini merupakan anugerah yang luar biasa bagi penduduk Desa Hantang dan sekitarnya karena mereka dianggap memiliki kekuatan gaib seperti pusaka-pusaka keraton yang dapat mengukuhkan kedudukan penguasa," tulis Trigangga dalam Prasasti Batu: Pembacaan Ulang dan Alih Aksara Jilid II.



Selain itu, Prasasti Kudadu (1294) juga berisi balas jasa Raden Wijayakepada mereka yang membantunya dalam melarikan diri dari serangan Jayakatwang, penguasa Glang Glang, dan mendirikan Kerajaan Majapahit. Para pengikut Sang Kertarajasa yang setia dan andil dalam mendirikan kerajaan diberikan kesempatan untuk menikmati hasil perjuangannya. Mereka diangkat menjadi pejabat tinggi dalam kerajaan.


Anugerah raja juga diberikan kepada masyarakat yang berjasa mencegah banjir. Prasasti Harinjing (804) memuat cerita penganugerahan daerah perdikan (sima) oleh Raja Mataram Kuno, Rakai Layang Dyah Tulodhong kepada Bhagawanta Bhari. Berkat tanggul yang dibangunnya di Sungai Harinjing, banjir dapat dicegah. Hasil pertanian pun meningkat.


"Ada juga yang dapat anugerah karena menyeberangkan orang di sungai. Kemudian ada juga karena mengamankan wilayah pada pesta perkawinan raja. Ini dalam Prasasti Mantyasih (907)," kata Mimi.



Ninie Susanti, arkeolog Universitas Indonesia,menjelaskan bahwa seorang raja berhak memberikan hak khusus atau istimewa kepada seseorang atau sekelompok orang. Dalam hal ini raja berada di puncak hierarki pelapisan sosial.


"Data prasasti membuktikan daftar hak istimewa yang diberikan raja semakin panjang pada masa Kadiri dan Majapahit," tulis Ninie dalam Airlangga Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI.


Anugerah raja berupa hak-hak istimewa, seperti kepemilikan jenis budak tertentu, mendapat status sima, memiliki dayang, dan pengikut seperti raja. Pada perkembangan selanjutnya, hak istimewa dapat berupa gelar kehormatan, hak memakai atribut tertentu, dan hak untuk memiliki model bangunan tertentu.


"Kebiasaan menganugerahi hak-hak istimewa ini dianut dan menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh raja-raja Janggala, Kadiri, dan berlanjut hingga zaman Majapahit," tulis Ninie.

Comentários

Avaliado com 0 de 5 estrelas.
Ainda sem avaliações

Adicione uma avaliação
Coklat Sebagai Ransum Tentara di Medan Perang

Coklat Sebagai Ransum Tentara di Medan Perang

Telah sejak lama coklat menjadi bekal para tentara di medan perang. Di masa Perang Dunia II, coklat pernah dijuluki sebagai senjata rahasia Hitler.
Ketika Jenderal Purnawirawan Bersuara

Ketika Jenderal Purnawirawan Bersuara

Di masa Orde Baru para jenderal purnawirawan mengajukan pandangan untuk mengoreksi Dwifungsi ABRI. Kini para jenderal purnawirawan bersuara untuk memakzulkan wakil presiden.
Haji Hilal dan Para Pejuang Sulawesi Selatan

Haji Hilal dan Para Pejuang Sulawesi Selatan

Dari menjadikan rumahnya sebagaik pondokan, di masa revolusi Haji Hilal dekat dengan pemuda-pemuda Sulawesi di Yogyakarta. Beberapa di antara mereka kelak jadi orang top.
Gus Dur Sosok "Nyeleneh" Lagi Pemurah

Gus Dur Sosok "Nyeleneh" Lagi Pemurah

Gus Dur pernah diamplopi ibu-ibu yang menganggapnya wali kesepuluh. Menyantuni janda Flores hingga mengamanahkan koper uang miliaran untuk anak yatim.
Akademi Pencetak Koki

Akademi Pencetak Koki

Sekolah memasak semula hanya mempersiapkan seorang wanita untuk menjadi ibu rumah tangga. Kemudian berkembang menjadi sekolah profesi yang menjanjiikan.
bottom of page