top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Mephistopheles

Mungkin dunia yang kita huni ini lebih membutuhkan makhluk bertabiat seperti Mephisthopheles ketimbang manusia yang selalu beriktikad baik namun mendatangkan kehancuran.

24 Mar 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Aylan Kurdi. (arabnews.com)

LELAKI kecil itu tertelungkup di tepi pantai Bodrum, Turki. Ia berkaos merah, lambang keberanian. Bercelana biru, simbol keteduhan. Pagi itu, di saat polisi Turki menemukannya, ombak datang silih berganti membasuh wajah mungilnya yang terbenam di hamparan pasir dari tanah harapan yang tak pernah berhasil digapainya.


Aylan, tiga tahun, tak pernah mengerti apa yang terjadi pada hidupnya lantas tibatiba saja gelombang ganas Laut Aegea datang menjemput maut, menewaskan dia beserta ibu dan kakaknya, Rabu pagi, 2 September yang lalu. Abdullah Kurdi, lelaki malang yang kehilangan istri dan dua anaknya, hanya bisa meratapi kepergian orang-orang yang dicintainya.


“Aku tak menginginkan apa-apa lagi di dunia ini. Semua mimpiku sudah sirna. Satu-satunya yang aku inginkan hanyalah menguburkan mereka di Suriah dan duduk di samping kuburan mereka sampai aku mati,” ujar Abdullah dengan sorot mata nanar.


Abdullah Kurdi membawa serta keluarga kecilnya keluar dari Suriah yang dilanda perang sejak tiga tahun lalu. Tak ada yang mereka inginkan kecuali kehidupan yang jauh dari perang, yang telah menghancurkan segala yang mereka miliki, termasuk harapan.


Di Kobani, tempat kelahiran Aylan, orang-orang berperang atas nama Tuhan. Mereka saling bunuh, silih berganti menghancurkan musuh yang mereka anggap berbeda. Mereka sama-sama punya alasan: bahwa keadilan harus ditegakkan di bawah kuasa Tuhan dan mereka menganggap diri mereka yang paling pantas mewakili kehendak Tuhan di muka bumi. Lantas Aylan kecil mati terbenam di tepi pantai.


Mungkin dunia yang kita huni ini lebih membutuhkan makhluk bertabiat seperti Mephisthopheles ketimbang manusia yang selalu beriktikad baik namun mendatangkan kehancuran. Mephistopheles, makhluk yang dalam cerita rakyat Jerman digambarkan sebagai sosok penuh angkara murka, selalu menghendaki kehancuran namun ketika iktikad buruknya dijalankan justru menghasilkan kebaikan.


Dengan menampilkan Mephistopheles dalam lakon Faust, Goethe seperti menggugat kemanusiaan kita. Mephistopheles, sosok iblis bersayap, terbang menebar ketakutan, berpikiran picik dan bernafsu menciptakan kerusakan. Sementara mereka yang berperang di Kobani, manusia-manusia menepuk dada ingin menciptakan keadilan atas nama Tuhan, menegakkan kebajikan di bawah hukum Tuhan, malah mendatangkan bencana tiada berkesudahan. Maka perahu yang ditumpangi keluarga kecil itu terbalik di Laut Aegea, menyeret Aylan kecil ke tepi pantai meregang nyawa.


Aylan adalan korban “tujuan suci” manusia yang dilakonkan lewat perang. Tak hanya Aylan, ratusan ribu atau barangkali jutaan bocah telah jadi korban dalam perang sepanjang sejarah peradaban manusia. Mereka tidak layak mati untuk sebuah perang yang juga tak menghasilkan apapun kecuali bencana kematian.


Seperti perang yang juga menghancurkan hidup Anne Frank, seorang gadis kecil yang tak pernah bisa memilih untuk dilahirkan sebagai seorang Yahudi atau yang lain. Sebelum tewas dibunuh Nazi, Anne meratapi perang yang mendatangkan kehancuran buat manusia melalui catatan hariannya.


“Tak satu pun orang yang bisa menghindari pertikaian, seluruh dunia sekarang sedang dilanda perang, walaupun Sekutu sedang melakukan hal terbaik, akhir perang belum jua terlihat. Kami sedikit beruntung. Lebih beruntung dari jutaan manusia lain. Di sini cukup tenang dan nyaman, dan kami menggunakan uang untuk membeli makanan,” tulis Anne Frank dalam catatan harian yang ditulis pada sebuah kamar persembunyian di Amsterdam, di tengah kecamuk Perang Dunia Kedua.


Buku harian Anne Frank dan foto Aylan adalah memorabilia tentang kekejaman perang yang meluluhlantakan kemanusiaan. Anak-anak tak berdosa adalah korban manusia-manusia yang berlaku seperti malaikat dengan rencana iblis di dalamnya. Mungkin benar: kita butuh Mephistopheles untuk hadir di Suriah, Palestina, Afganistan, dan berbagai belahan dunia lainnya. Karena iktikad baik saja belum cukup jika hanya mendatangkan kehancuran.*


Majalah Historia Nomor 25, Tahun III, 2015

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Mengintip Kelamin Hitler

Mengintip Kelamin Hitler

Riset DNA menyingkap bahwa Adolf Hitler punya cacat bawaan pada alat kelaminnya. Tak ayal ia acap risih punya hubungan yang intim dengan perempuan.
bottom of page