- Petrik Matanasi
- 25 Jul
- 2 menit membaca
DI bawah pimpinan Kapten Kraft, sepaasukan kecil tentara Hindia Belanda bergerak ke arah Semawang, tempat 500 orang pasukan Padri berada. Kubu kaum Padri itu sendiri dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol.
Perang Padri bukan hal mudah bagi Belanda. Terlebih, Perang Jawa membuat fokus dan finansial pemerintah kolonial jadi bermasalah Hindia Belanda. Maka setelah Perang Jawa (1825-1830) selesai, Perang Padri kembali menjadi lebih fokus pemerintah lagi.
Pada 27 April 1835, Kapten Kraft menyerang benteng pertahanan orang Padri, namun gagal. Kemalangan Kapten Kraft berlanjut. Pada 3 Mei 1835, Kapten Kraft sedang bersana prajurit peniup terompet (Hoornblazer) bernama Valour. Mereka bertarung melawan tiga orang Padri. Salah satunya berhasil melukai Valour, namun Kapten Kraft berhasil membunuhnya.
Begitulah Hendrik Merkus Lange mengisahkan tentang Kapten Kraft dan Valour dalam Het Nederlandsch Oost-Indisch Leger ter westkust van Sumatra 1819-1845 dan Utrechtsche Courant tanggal 30 November 1835.
Luka Voleur cukup mengerikan. Register Ridders Militaire Willemsorde 4e klasse nomor 2754 menyebut, jari kiri Kopral Voleur terluka oleh pedang lawan pada 4 Mei 1835. Dalam operasi militer tentara kolonial yang belakangan dikenal sebagai Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL) di Pantai Barat Sumatra itu, Voleur dianggap menonjol. Maka berdasar Koninklijk Besluit 12 Agustus 1836 nomor 25, Voleur dianugerahi gelar ksatria dengan bintang jasa Ridders Militaire Willemsorde kelas empat.
Sebelum mendapatkan bintang itu, berdasarkan catatan militernya di stamboek-nya di Bronbeek, pada 26 Februari 1836 pangkatnya naik menjadi kopral. Pria Belanda ini lahir dengan nama François Napoleon Voleur pada 24 Januari 1810 di Tournai. Ia anak dari Ignace Amable Donat Joseph Voleur dan Marie Rose Joseph Turque.
Nama tengahnya, Napoleon, tampaknya diberikan dalam rangka menandakan bahwa ketika kopral ini berada di dalam kandungan ibunya lalu dilahirkan, Belanda sedang diduduki oleh Prancis. Adik Napoleon, Louis Bonaparte, sedang menjadi raja di Belanda. Sementara itu Oligarki Feodal alias bangsawan lama Eropa Barat merasa terganggu oleh sepak terjang Napoleon yang mendapat angin besar setelah Revolusi Perancis 1789. Sebalum Napoleon berlagak seperti kaisar di Eropa, Revolusi Perancis juga sudah menakutkan para bangsawan Eropa.
François Napoleon Voleur mulai menjadi serdadu sejak 26 April 1826. Pertama sebagai peniup terompet pada kesatuan infanteri dan pada 23 Maret 1830 dia termasuk serdadu yang dipindahkan ke KNIL dengan naik kapal dagang Vlissingen. Setelah berapa bulan di Batavia, dia ditempatkan di Batalyon Infanteri Pertama. Sampai akhirnya dia ikut ke Sumatra Barat.
François Napoleon Voleur tidak setahun berada di daerah operasi militer nan sulit itu. Jika pada April 1835 saja dia sudah di Sumatra Barat, pada Mei 1837 dia juga masih berada di Sumatra Barat untuk melawan orang Padri. Hanya berpindah nagari saja.
Di negeri yang tak pernah dibayangkannya sebelumnya itu dia terluka dalam sebuah pertarungan bersama komandannya, Kapten Kraft. Meski mendapat perawatan di rumah sakit darurat di daerah Bonjol, akibat luka-lukanya yang parah, dia kemudian dinyatakan meninggal pada 2 Juni 1837. Umurnya baru menginjak 27 tahun ketika Napoleon meninggal dunia dalam operasi militer itu.












Komentar