- Petrik Matanasi
- 24 Jul
- 3 menit membaca
PERANG Kemerdekaan membuat keamanan di berbagai daerah terganggu. Perkebunan teh Goalpara di Sukabumi pun didatangi sekelompok orang bersenjata yang oleh orang Belanda disebut extrimist atau terrorist. Jumlahnya sekitar 30 orang anggota. Mereka anggota Laskar Bambu Runcing dengan Soetisna sebagai komandannya.
Perkebunan itu sebenarnya punya tenaga keamanan yang juga bersenjata api yang disebut Onderneming Wacht (OW). Namun yang terjadi di Goalpara malam itu berbeda.
“Situasi telah berbalik, Tuan, kami harus mengambil semua senjata kami,” kata salah satu anggota OW kepada atasan Belanda mereka, Maarseveen dan Offerbeek, diberitakan Nieuw Courant tanggal 26 Juli 1948.
Jadi alih-alih mendapat perlawanan dari OW, 30 anggota Laskar Bambu Runcing itu justru mendapat bantuan dari OW di sana. Si OW yang berbalik pihak itu juga bilang ada 300 orang kombatan anti-Belanda yang mengepung kawasan perkebunan itu. “Cepat keluar dan serahkan senjata kalian!”
OW, menurut Pierre Heijboer dalam bukunya Agresi Militer Belanda, Memperebutkan Pundi Zamrud Sepanjang Khatulistiwa 1945-1949, merupakan milisi penjaga kebun yang sulit dipercaya kesetiaanya kepada Belanda. Mereka mudah berbalik pihak, kepada Republik Indonesia, meski dibayar Belanda. Semantara, kelompok Bambu Runcing yang menyerang Goalpara disebut Abdul Haris Nasution, yang tak suka laskar, dalam Sekitar perang kemerdekaan Indonesia: Pemberontakan PKI 1948, sebagai kelompok gerilya.
Serangan itu, menurut Nieuwe Courant tanggal 26 Juli 1948, terjadi pada pukul sembilan malam tanggal 20 Juli 2048 dan adegan pelucutan senjata berlangsung selama 45 menit.
Saat serangan terjadi, di ruang lain di perkebunan itu dua orang pegawai Belanda lain mendengar pula suara tembakan selain teriakan pria bersenjata tadi. Salah satu dari mereka yang bernama Luining langsung menembak Soetisna hingga roboh. Koran De Nederlanders tanggal 28 Juli 1948 menyebut, Luining tewas pula dalam peristiwa itu.
Para peneyerang itu juga menyatroni rumah orang nomor satu di perkebunan (administrator) guna menyuruhnya menyerah. Administrator perkebunan ketika itu adalah Baidermann. Rumah Baidermann pun diberi empat tembakan terlebih dulu. Namun, gerombolan itu mendapatkan tembakan balasan dari keponakan Baidermann. Baku tembak itu membuat Admisnitrator Baidermann berhasil kabur dan melapor ke pos tentara Belanda terdekat.
Ketika tentara Belanda datang, para penyerang sudah pergi. Penyerangan itu mengakibatkan 30 pucuk senjata api beserta pelurunya dibawa gerombolan Bambu Runcing.
Setelah kabur, gerombolan itu minta perlindungan warga. Het Dagblad edisi 2 September 1948 memberitakan, mereka meminta perlindungan kepada Lurah Darma dari Kampong Selaabi dan juga kepada Polisi Desa bernama Opin. Mereka sempat tinggal di tempat yang telah diatur oleh sang polisi yang berani membantu musuh otoritas Belanda ini.
Dengan segera kasus tersebut diusut otoritas Belanda. Kepala OW Ibrahim, berusia 26 tahun dan mantan anggota Pesindo, pun ditangkap lalu diperiksa oleh aparat Belanda. Dia bersama delapan anggota OW lain telah ikut serta dalam pelucutan senjata yang dilakukan Laskar Bambu Runcing itu. Ibrahim lalu diadili oleh militer Belanda.
Dalam pemeriksaannya, Ibrahim diyakini sudah tahu bahwa perkebunan akan diserang. Maka dia ditanya mengapa tidak melaporkan rencana penyerangan itu.
“Itu salah saya,” jawab Ibrahim, dikutip Het Dagblad tanggal 28 Agustus 1948) dan koran-koran lain.
Ibrahim ternyata kawan Soetisna. Diketahui kemudian bahwa sebelum pelucutan senjata, yakni 15 Juli 1948, keduanya bertemu dan Ibrahim jadi tahu bahwa pada 20 Juli 1948 Bambu Runcing akan beraksi melucuti senjata. Ketika itu Soetisna mengatakan bahwa tentara Republik Indonesia berada di seluruh Jawa Barat. Ibrahim sendiri ketika itu ingin membantu pihak Republik.
Ibrahim pun diganjar hukuman berat dalam kasus itu. Het Dagblad tanggal 2 September 1948 memberitakan, dalam persidangan khusus tanggal 30 Agustus 1948 oleh Brigade Infanteri Pertama di Bogor diputuskan Ibrahim dijatuhi hukuman mati. Beberapa tersangka lain, termasuk yang membantu kelompok Bambu Runcing itu, mendapat hukuman beberapa tahun saja.*













Komentar