top of page

Sejarah Indonesia

Pratiwi Sudarmono Wanita Indonesia Yang Hampir Menjelajah

Pratiwi Sudarmono, Wanita Indonesia yang Hampir Menjelajah Antariksa

Ilmuwan wanita Indonesia, Pratiwi Sudarmono, terpilih sebagai awak pesawat ulang-alik yang akan menjelajahi luar angkasa. Sayangnya, kecelakaan Challenger mengubah jalannya misi tersebut.

31 Juli 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ahli mikrobiologi terkemuka Indonesia, Pratiwi Sudarmono, berfoto dengan mengenakan seragam biru berlogo NASA di tengah aktivitasnya mengikuti pelatihan penerbangan luar angkasa sebelum terjadinya kecelakaan Challenger 1986. (Theodore Friend, Indonesian Destinies).

PADA Juli 1985, tim dari Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengunjungi Jakarta. Kedatangan mereka untuk mendiskusikan dan mengawasi proses seleksi payload specialist Indonesia yang akan terlibat dalam misi penjelajahan ke luar angkasa.


Payload specialist merupakan individu yang dipilih dan dilatih oleh organisasi komersial atau riset untuk menangani muatan spesifik dalam misi luar angkasa. Mereka yang mengemban tugas ini juga melakukan eksperimen atau penelitian kedirgantaraan, mengoperasikan peralatan laboratorium luar angkasa, serta mengelola operasi harian stasiun luar angkasa dengan antariksawan lainnya.


Menurut Colin Burgess dalam Shattered Dreams: The Lost and Canceled Space Missions, kandidat yang terpilih sebagai payload specialist dari Indonesia akan terbang dengan pesawat ulang-alik Columbia dalam misi STS-61H, yang dijadwalkan untuk diluncurkan pada Juni 1986. Setelah pertemuan tersebut, tanggal 1 November, ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menunjuk anggota komite pengarah untuk menentukan dan mengawasi kriteria seleksi dalam memilih kandidat yang paling sesuai untuk peran ini. Bulan berikutnya, pemerintah Indonesia secara resmi menerima tawaran AS untuk mengizinkan seorang antariksawan Indonesia bergabung dalam misi pesawat ulang-alik untuk membantu peluncuran satelit komunikasi Indonesia.


“Satelit yang dimaksud, Palapa B-3, akan menggantikan Palapa B-2 yang telah menyimpang dari orbit yang diproyeksikan pada Februari 1984, dan membuatnya tidak dapat digunakan,” tulis Burgess.


Upaya penyelamatan satelit yang tersesat itu telah dilakukan oleh para astronot NASA dalam misi pesawat ulang-alik STS-51A. Selama operasi yang rumit dan dramatis, antariksawan Joseph P. Allen dan Dale A. Gardner memberikan salah satu momen terbaik bagi NASA dengan keberanian mereka membawa satelit komunikasi raksasa Palapa B dan Westar 6 ke ruang muatan yang luas dari pesawat ulang-alik Discovery. Kedua satelit itu dikembalikan ke Bumi, di mana masing-masing diperbarui untuk perjalanan pesawat ulang-alik kembali ke luar angkasa.


Sementara itu, setelah menerima dengan antusias undangan NASA untuk menerbangkan antariksawan nasional, pemerintah Indonesia segera mengatur proses seleksi. Mengingat momen ini akan menjadi sebuah langkah besar yang bersejarah, pemerintah ingin antariksawan Indonesia tidak hanya dapat menerbangkan pesawat ulang-alik dan membantu dalam peluncuran Palapa B-3, tetapi juga ikut serta dalam program biologi yang disebut Indonesian Space Experiments (INSPEX), yang akan dilakukan selama misi ke luar angkasa berlangsung.


Proses rekrutmen antariksawan Indonesia untuk misi luar angkasa menarik perhatian masyarakat. Terdapat 207 kandidat yang lolos seleksi awal dan dari ratusan kandidat tersebut, 25 di antaranya adalah perempuan, salah satunya Pratiwi Puji Lestari Sudarmono.


Terpilih Menjadi Kandidat Utama

Saparinah Sadli dan Lilly Dhakidae menulis dalam Perempuan dan Ilmu Pengetahuan, Pratiwi memeroleh gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 1976. Ia kemudian melanjutkan studi di Osaka University, Jepang. Perempuan kelahiran Bandung, 31 Juli 1952 itu berhasil mendapatkan gelar Ph.D. pada 1984 dengan mempertahankan disertasi berjudul “ST Enterotoxin gene cloning”.


Theodore Friend mencatat dalam Indonesian Destinies, Pratiwi meneliti dan menulis dalam bahasa Jepang, dan meraih gelar doktor di bidang biologi molekuler dan bioteknologi di Osaka University. Ia pulang ke Indonesia pada 1984.


Sedangkan menurut Burgess, setelah menyelesaikan studi di Jepang, Pratiwi pergi ke Walter Reed Army Research Institue di Washington DC untuk melakukan penelitian post-doctoral di bidang penelitian bakteri enterik atau usus, bekerja dengan genom bakteri dan mempelajari bagaimana bakteri berevolusi serta peran mereka dalam menularkan penyakit pada manusia.


Taufik Akbar dan Pratiwi Sudarmono berfoto dengan model pesawat ulang-alik. (NASA/Colin Burgess, Shattered Dreams: The Lost and Canceled Space Missions).
Taufik Akbar dan Pratiwi Sudarmono berfoto dengan model pesawat ulang-alik. (NASA/Colin Burgess, Shattered Dreams: The Lost and Canceled Space Missions).

Setelah seleksi awal selesai dan evaluasi lebih lanjut dengan berkonsultasi pada pihak NASA, nama-nama payload specialist utama dan cadangan diumumkan. Dari 207 kandidat, empat nama yang diajukan ke NASA, termasuk Pratiwi Sudarmono. Kandidat lainnya adalah Taufik Akbar, seorang insinyur yang bekerja di perusahaan telekomunikasi milik negara, Perum Telekomunikasi; Bambang Harymurti, putra seorang pilot angkatan udara dan jurnalis; serta Kapten M.K. Jusuf, seorang pilot uji coba di perusahaan pesawat terbang milik pemerintah, Nurtanio.


“Nama-nama itu diumumkan Achmad Tahir, Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi, setelah bertemu dengan Presiden Soeharto di kantor presiden di Jakarta. Tahir mengatakan bahwa NASA akan menguji keempatnya melalui serangkaian tes dan mengirimkan hasilnya kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian akan membuat keputusan akhir mengenai siapa yang akan menjadi kandidat utama dan cadangan,” tulis Burgess.


Terpilih sebagai satu-satunya perempuan dari empat kandidat yang akan diuji lebih lanjut oleh NASA, merupakan suatu kebanggaan bagi Pratiwi Sudarmono. Dalam suratnya kepada Burgess tanggal 18 Oktober 1999, Pratiwi menyampaikan, sebelumnya ia tidak pernah terpikir untuk terbang ke luar angkasa. Sebab, ia tidak terlalu menggeluti soal roket atau astronomi, selain sebagai pengetahuan tambahan.


“Latar belakang pendidikan saya berkaitan dengan dunia medis dan meraih gelar Ph.D. di bidang mikrobiologi. Jadi, saya tidak pernah terpikir untuk terbang ke luar angkasa, sampai akhirnya kepala departemen saya meminta saya bergabung dengan tim untuk merancang eksperimen antariksa Indonesia. Proposal penelitian saya adalah tentang pemantauan pertumbuhan mikroorganisme di luar angkasa, yang dapat menyebabkan penyakit. Ketika proposal itu diterima dan dipromosikan untuk menjadi salah satu dari INSPEX, Saya semakin tertarik untuk melakukan penelitian di luar angkasa. Oleh sebab itulah saya mendaftar,” tulis Pratiwi.


Bersama tiga kandidat lainnya, Pratiwi pergi ke Johnson Space Center di Houston untuk menjalani tes. Setelah serangkaian tes dan pemeriksaan kesehatan rampung dan diperiksa oleh beberapa anggota pemerintah Indonesia, Pratiwi Sudarmono diumumkan sebagai kandidat utama spesialis muatan untuk misi luar angkasa STS-61H, dengan Taufik Akbar sebagai cadangan.


“INSPEX pada akhirnya terdiri dari lima paket eksperimen, yang berkisar dari pemantauan pertumbuhan patogen manusia di luar angkasa hingga penelitian tentang diferensiasi sel dengan menggunakan kecebong, kacang kedelai, dan akar jagung. Selain itu, ada juga eksperimen tentang sel darah merah dan penginderaan jarak jauh. Sebagai catatan tambahan, Pratiwi mengatakan bahwa ia juga berencana untuk menampilkan tarian klasik Indonesia saat berada di luar angkasa dalam kondisi tanpa gravitasi mikro,” tulis Burgess.


Gagal ke Luar Angkasa

Misi luar angkasa STS-61H yang dijadwalkan akan berlangsung pada Juni 1986 dikomandoi oleh Kapten Michael Coats, USN, yang melakukan penerbangan keduanya ke luar angkasa, bersama pilot pesawat ulang-alik pemula Kolonel John Blaha, USAF, dan tiga spesialis misi yakni Robert Springer, Anna Fischer, dan James Buchli. Dalam misi ini, Pratiwi Sudarmono merupakan salah satu dari dua payload specialist yang tergabung dalam tujuh orang kru; kursi lainnya di mid-deck Columbia akan ditempati oleh Letnan Kolonel Nigel Wood, RAF. Akan tetapi, tragedi Challenger 1986 yang menghancurkan pesawat ulang-alik dan menewaskan tujuh awak di dalamnya pada akhir Januari 1986 mengubah rencana awal peluncuran misi STS-61H.


Setelah ledakan Challenger yang dikenal sebagai kecelakaan paling mematikan dalam sejarah antariksa di abad ke-20, Pratiwi Sudarmono dan Taufik Akbar tetap menjalani pelatihan payload specialist di Houston, Amerika Serikat yang telah dijadwalkan dari Februari hingga Mei 1986. Selama periode ini, mereka tidak memiliki seragam pelatihan penerbangan biru, sehingga Taufik mengenakan seragam yang dipinjam dari antariksawan NASA Hank Hartsfield, sementara seragam dan helm pelatihan yang dikenakan Pratiwi pernah dimiliki oleh Christa McAuliffe, seorang guru yang menjadi salah satu awak Challenger yang meledak. Pratiwi dan Christa pernah menjadi teman sekamar selama kunjungan awal Pratiwi ke Houston untuk menjalani tes seleksi.


Foto ini diambil beberapa saat setelah Challenger meledak tak lama setelah diluncurkan pada 28 Januari 1986, yang terlihat di langit hanyalah gumpalan asap yang mengepul. Kecelakaan ini menewaskan tujuh orang antariksawan yang ada di dalam pesawat ulang-alik Challenger. (NASA/Ballard C. Campbell, Disasters, Accidents, and Crises in American History).
Foto ini diambil beberapa saat setelah Challenger meledak tak lama setelah diluncurkan pada 28 Januari 1986, yang terlihat di langit hanyalah gumpalan asap yang mengepul. Kecelakaan ini menewaskan tujuh orang antariksawan yang ada di dalam pesawat ulang-alik Challenger. (NASA/Ballard C. Campbell, Disasters, Accidents, and Crises in American History).

Menurut Gerald Herman dalam “Shuttle Challenger Explosion–1986,” termuat dalam Disasters, Accidents, and Crises in American History, kecelakaan Challenger 1986 yang menjadi perhatian publik internasional berdampak pada jadwal peluncuran misi luar angkasa yang telah dipersiapkan NASA. Badan Antariksa Amerika Serikat itu menangguhkan peluncuran pesawat ulang-alik hingga September 1988.


Kembali Menjadi Peneliti Mikrobiologi

Selepas tragedi Challenger 1986, impian Pratiwi terlibat dalam misi luar angkasa kian tak menentu. Namanya tak ada dalam daftar orang-orang yang akan melangsungkan misi luar angkasa STS-29 yang direncanakan terbang pada Maret 1989. Di tengah kondisi seperti itu, Pratiwi terus menyempurnakan protokol penelitian mikrobiologinya dan berlatih ulang sebulan setiap tahun dari tahun 1987 hingga 1992.


“Houston dan Washington terus menyakinkan Pratiwi bahwa ia akan terbang. Tapi NASA, yang sedang berjuang melawan tuntutan hukum atas Challenger, selama sepuluh tahun hanya mengizinkan personel militer yang boleh terbang,” tulis Friend.


Setelah kembali dari Houston, Pratiwi melanjutkan pekerjaannya sebagai peneliti mikrobiologi, dan pada 1992 namanya diakui sebagai spesialis mikrobiologi klinis. Sebagai penerima beasiswa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ia terlibat dalam penelitian biologi molekuler Salmonella typhi. Pada 2001, ia bekerja selama setahun di Universitas Johns Hopkins di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat, melalui beasiswa yang disediakan oleh program Fulbright New Century Scholars (NCS), yang didanai oleh Biro Urusan Pendidikan dan Budaya Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Di sana, ia melakukan penelitian kolaboratif tentang penyakit tropis.


Ibu satu anak itu terus fokus pada kariernya sebagai mikrobiolog, khususnya melakukan penelitian penyebab dan dampak demam tifoid dan tuberkulosis, sembari memberikan kuliah, menghadiri seminar di luar negeri, serta mendidik dan melatih wanita di daerah pedesaan.


“Sebagai seorang ilmuwan yang berbakat dan ambisius, Pratiwi telah lama melepaskan impian masa mudanya untuk meraih Hadiah Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran. Dengan kualifikasi, kebugaran, dan pelatihan sebagai astronot, dia tidak pernah meninggalkan bumi. Sebagai orang Jawa yang fatalis, ia adalah kebalikan dari orang yang mudah menyerah. Dia melanjutkan penelitian mikrobiologi dasar, dan, sambil mengajak orang lain di sekitarnya, dia akan terus menghidupkan gagasan bahwa seorang perempuan Indonesia dapat melakukan penelitian medis yang orisinal dan menyelamatkan nyawa, apa pun kondisi di sekitarnya,” tulis Friend.*

4 Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Dinilai 5 dari 5 bintang.

Sekian tahun hanya tahu nama beliau, akhirnya dapat cerita kronologi lengkap batalnya misi ke ruang angkasa. Terima kasih atas inspirasinya Ibu Pratiwi, semoga saya bisa meneruskan jejak Anda menjadi astronot wanita Indonesia aamiiin 🤲🥹

Suka

Dinilai 5 dari 5 bintang.

informasi yang menarik, dan jarang diketahui banyak orang

Suka

Dinilai 5 dari 5 bintang.

Menarik... sejarah yang mungkin jarang diketahui khalayak

Suka

Dj Bloger
Dj Bloger
03 Agu

kalau sekarang sekarang bisa bisa jan entes yg dipilih

Suka
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Sumatra Utara dan Aceh dulu juga pernah dilanda banjir parah. Penyebabnya sama-sama penebangan hutan.
bottom of page