top of page

Sejarah Indonesia

Pudarnya Pesona Hostel Pertama di Jakarta

Di tengah gempuran berbagai hotel masa kini dan pandemi, hostel pertama di Jakarta ini mencoba untuk bertahan hidup.

23 Januari 2021
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Salah satu sudut di Wisma Delima yang merupakan hosterl pertama di Jakarta. ( Foto : Fernando Randy/Historia )

Di Jakarta ada satu nama jalan yang unik. Biasanya nama jalan berasal dari nama pahlawan, tokoh setempat, atau tetumbuhan. Tapi jalan yang satu ini diberi nama dari profesi : Jalan Jaksa. Nama ini mengacu pada orang-orang yang pernah tinggal di jalan ini. Sebagian besar mahasiswa Rechts Hogeschool atau Sekolah Tinggi Hukum Batavia. Mahasiswa itu hampir tiap hari mengikuti kuliah di Koningsplein atau sekarang wilayah Monumen Nasional. Banyak diantaranya berasal dari luar Batavia. Mereka mencari penginapan murah yang tak terlalu jauh dari kampusnya. Pilihannya jatuh pada wilayah Gondangdia.


Seni mural yang bertuliskan Welcome To Jalan Jaksa terpampang di salah satu tembok jalan legendaris tersebut. (Fernando Randy/Historia.id).
Seni mural yang bertuliskan Welcome To Jalan Jaksa terpampang di salah satu tembok jalan legendaris tersebut. (Fernando Randy/Historia.id).
Para turis berpose di depan Wisma Delima sekitar tahun 1970. (Fernando Randy/Historia.id).
Para turis berpose di depan Wisma Delima sekitar tahun 1970. (Fernando Randy/Historia.id).

Citra murah ini berlanjut sampai Indonesia merdeka. Penginap di Jalan Jaksa bukan lagi mahasiswa, tapi para pelancong dalam dan luar negeri. Selain penginapan murah, Jalan Jaksa juga sohor karena kafe dan tempat hiburan murahnya sehingga sangat ideal bagi para pelancong berkantong cekak dengan tas ransel (backpacker). Salah satu penginapan murah yang tertua di Jalan Jaksa bernama Wisma Delima. Penginapan dengan fasilitas sederhana ini didirkan oleh Nathanael Lawalata, lelaki asal Maluku. “Nama itu berasal dari jumlah keluarga kami saat itu : Papa, Mama, dan tiga anaknya termasuk saya. Ada lima dan pas juga nomor rumah kami nomor lima,” ujar Boy Lawalata (66) putra ketiga Nathanael yang kini mengelola Wisma Delima kepada Historia.


Pendiri Wisma Delima Nathanael Lawalata dan istri. (Fernando Randy/Historia.id) 
Pendiri Wisma Delima Nathanael Lawalata dan istri. (Fernando Randy/Historia.id) 

Boy ingat awal mula mereka merintis hostel yang didominasi warna coklat ini. Awalnya masih sepi peminat. Terus seperti itu sampai 1971. Padahal tarifnya sangat murah hanya 200 rupiah atau setara dengan 1 dolar saat itu. Berbagai cara pun ditempuh oleh semua keluarga agar Wisma Delima bisa diketahui oleh turis. “Dulu kami itu setiap hari nongkrong di Bandara Kemayoran untuk cari turis. Kami naik becak kesana. Pulang-pergi,” kata Boy. Tiap turis yang bersedia menginap di Wisma Delima akan diantar menggunakan becak. Jaraknya sekira 6.8 kilometer dengan jarak tempuh becak sejam.


Boy Lawalata dan foto salah satu kamar di Wisma Delima. (Fernando Randy/Historia.id).
Boy Lawalata dan foto salah satu kamar di Wisma Delima. (Fernando Randy/Historia.id).
Ibu Ning istri Boy Lawalata yang juga bertugas menyediakan sarapan bagi para tamu. (Fernando Randy/Historia.id).
Ibu Ning istri Boy Lawalata yang juga bertugas menyediakan sarapan bagi para tamu. (Fernando Randy/Historia.id).

Tapi tamu masih sedikit. Keadaan berubah ketika Nathanael mendaftarkan Wisma Delima pada International Youth Hostel Federation (IYHF) pada 1972. Sejak itu tamu berdatangan. Wisma Delima juga tercantum dalam buku panduan wisata sekelas Lonely Planet. Masa kejayaan Wisma Delima merentang dari 1979 hingga 1990. Pemasukan dari tamu diputar untuk menambah kamar, dari 12 menjadi 14. Juga ada tambahan 2 kamar bertipe khusus untuk rombongan enam orang atau dikenal kamar tipe dormitory. “Setiap musim liburan di Eropa, kamar penuh terus. Bahkan sampai ke lantai. Mereka tidur hanya dengan kantong tidur. Dan kita juga akhirnya mengontrak rumah tetangga kanan-kiri sini buat turis. Karena disini sudah tidak muat lagi,” lanjut Boy.


Pak Yanu karyawan yang sudah bekerja sejak 1985 di Wisma Delima. (Fernando Randy/Historia.id).
Pak Yanu karyawan yang sudah bekerja sejak 1985 di Wisma Delima. (Fernando Randy/Historia.id).
Berbagai sudut di Wisma Delima saat ini. (Fernando Randy/Historia.id).
Berbagai sudut di Wisma Delima saat ini. (Fernando Randy/Historia.id).
(kiri) Salah satu hiasan ayam di sudut Wisma. (kanan) Moses Lawalata yang bertekad menjadi penerus untuk Wisma Delima. (Fernando Randy/Historia.id).
(kiri) Salah satu hiasan ayam di sudut Wisma. (kanan) Moses Lawalata yang bertekad menjadi penerus untuk Wisma Delima. (Fernando Randy/Historia.id).

Seiring perkembangan zaman, tantangan Wisma Delima pun berubah. Wisma Delima mulai sepi dari tahun 2014. Saat itu ada kebijakan dari pemerintah kota Jakarta tidak boleh parkir di trotoar. Orang jadi malas kemari karena tidak ada gedung parkir. Selepas itu, pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Di tengah berbagai polemik, Boy berupaya menjaga Wisma Delima dengan sekuat tenaga. Apalagi penginapan yang kini bertarif 200 ratus ribu semalam tersebut sudah menjadi bagian dari sejarah pariwisata di Indonesia.  “Saya akan menjaga Wisma Delima agar terus berdiri di Jakarta,” tutupnya.


Foto sang pendiri Wisma Delima Natanael Lawalata. (Fernando Randy/Historia.id).
Foto sang pendiri Wisma Delima Natanael Lawalata. (Fernando Randy/Historia.id).

Commentaires

Noté 0 étoile sur 5.
Pas encore de note

Ajouter une note
Mayor Udara Soejono Sang Eksekutor Kartosoewirjo

Mayor Udara Soejono Sang Eksekutor Kartosoewirjo

Mayor Soejono disebut sebagai eksekutor imam DI/TII S.M. Kartosoewirjo. Dia kemudian dieksekusi mati karena terlibat G30S.
Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Meski punya pengalaman kurang menyenangkan di lapangan sepakbola di masa kolonial, Bung Karno peduli dengan sepakbola nasional. Dia memprakarsai pembangunan stadion utama, mulai dari Lapangan Ikada hingga Gelora Bung Karno.
Juragan Besi Tua Asal Manado

Juragan Besi Tua Asal Manado

Bekas tentara KNIL yang jadi pengusaha kopra dan besi tua ini sempat jadi bupati sebelum ikut gerilya bersama Permesta.
Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Seminar Sejarah Nasional pertama tidak hanya melibatkan para sejarawan, melainkan turut menggandeng akademisi dan cendekia berbagai disiplin ilmu serta unsur masyarakat. Jadi momentum terbitnya gagasan Indonesiasentris dalam penulisan sejarah nasional Indonesia.
Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Sedari dulu, Berlan adalah daerah militer. Di zaman KNIL, Jepang, ataupun Indonesia, tetap sama.
bottom of page